Share

Papa jatuhkan?

Setelah lama menunggu akhirnya sepupu dari Kairo akhirnya menghampiri, lelaki bernama Ervan itu begitu terkesiap melihat Kairo bersama seorang wanita.

“Calon, kakak ipar?” Lelaki itu lantas langsung menembakin Kairo padahal belum bertegur sapa.

Sebuah lengkungan tipis terbit di bibir Kairo,“ Kenanalin, Dinda teman saya.”ucap Kairo membuat Dinda memberikan anggukan untuk membenarkan ucapan Kairo.

Lelaki itu masih saja tersenyum penuh artia seakan tidak mempercayai itu, “Baiklah, terserah apapun itu,” Ervan mengulurkan tangannya, “Saya Ervan sepupu Khai, ayah saya dan ayah Khai adik kakak.”

Dinda pun menymbut uluran tangan Ervan, “Saya Dinda.”

Segera Kairo melepaskan tangan Ervan dari Dinda.“Dinda masih sangat muda, tidak cocok dengan pria kelebihan lanjut usia, ini tolong kerjakan.”

Dinda pun mengulas senyuman pada Ervan,“Mohon bantuannya Mas...” ucapan Dinda membuat Ervan tertawa.

“Mas, iya Mas...seminggu ya Mas ini selesai.”

Dinda bersemu malu diperolok seperti itu, hingga Kairo menyudahi, “Baiklah, segera kerjalan saya kembali sekarang.” Kairo kembali melihat pada waktu.

“Iya, Eh jangan lupa, besok acara keluarga di rumah tante Miranda, kau akan datang ‘kan?”

“Lihat besok.” Kairo pun melambaikan tangan menyudahi untuk segera pergi dan Dinda pun mengikuti dibelakang menenteng sepatuh basahnya.

Dinda memilih jalan sedikit lebih dibelakang Kairo, enggan mengimbangi serasa beda kasta dan kelas, penampilanya saja sudah beda, Dinda yang hanya memakai kaus dan jeans sementara Kairo serba formal dan mengkilap dari bawah, hingga atas.

Ervan dari jauh masih tertawa kemudoan mengambil potret kedua orang itu diparkiran yang mana Kairo membukakan pintu untuk Dinda. Lagi-lagi Dinda dibuat tersipu malu mendapati perlakuan Kairo padahal hanya hal sepele.

“Terimkasih, Mas...” Bibir Dinda melengkungkan senyuman tipis berbasa-basi lalu masuk dalam mobi.

Lagi dan lagi suasana didalam mobil kembali hening, Dinda tidak tahu harus berbicara apa dan Kairo sepertinya memang lelaki yang banyak berbicara atau berbual. Hingga mereka pun sampai disebuah tempat selanjutnya yaitu sebuah bank.

Saat akan sampai Dinda pun menoleh, “Mas, nanti tinggali Dinda saja, temen Dinda yang jemput.” Dinda merasa tidak nyaman membuat Kairo menunggu yang mana pasti antrian di Bank sangat lama.

“Di jemput teman?”

Dinda pun memberikan anggukan iya meyakinkan, hingga mobil Kairo berhenti didepan area Bank, Dinda pun menoleh lagi. “Terimakasih banyak Papanya Edgar, maaf merepotkan, sandalnya nanti Dinda pulang, Dinda balikin ya...” Dinda pun melambai membawa kantung wedges kotor miliknya kemudian berlalu dari sana.

Kairo masih berhenti sesaat disana memastikan Dinda masuk dengan aman, hingga ia lihat Dinda sudah masuk kedalam sana dan Kairo pun pergi berlalu untuk segera berangkat ke rumah sakit.

***

Saat Dinda fikir dia akan lama di Bank nyatanya tidak hanya 1 jam saja dia sudah selesai dan Dinda pun memutuskan untuk segera kembali pulang, teman mana yang jemput?

Dinda tertawa yang ada hanyalah tukang ojek online siap menghantatkan Dinda kembali ke kos-kosan, akan apa dia dikosan hari ini? Dinda fikir ia akan selesai hingga sore, Dinda bahkan sudah izin tidak bekerja dan tidak ke kampus hari ini.

Setibanya di kos-kosan tampak lantai 3 rumah besar itu sepi, ya sebab semua penghuni kosan sudah pada berangkat beraktivitas, Dinda pun segera masuk kekamarnya, hari ini dia putuskan untuk benar-benar istirahat saja tidak kemanapun, jarang-jarang Dinda bisa punya waktu seperti ini.

***

“Dindaaaa!!”

“Dindaaaaa!!!”

“Dindaaaa!”

Bughhh....Bugh....Bugh....

“Dindaaa...buka Din!”

Dinda terkesiap, segera ia melompat dari tempat tidur, suara-suara berisik terdengar sangat mengusiknya, Dinda menatap bingung ada apa? Kenapa?

GEDEBRUUUUUUUUKKKKKKKk.....

Hingga suara dobrakan pintu kuat dan cahaya terang dari pintu yang terlepas bembuat Dinda semakin bingung, netra Dinda membola, ada begitu ramai orang dan seketika Melana memeluknya.

“Dindaaa, kamu kenapaaa?” Melana begitu panik dengan mata yang berkaca-kaca beberapa orang tetangga kosan pun tampak disana, dan bahkan Kairo juga ada bahkan dia yang membuat pintu terlepas dari kunci.

Dinda masih kebingungan mengumpuli nyawa belum mencerna apa yang terjadi dan rasanya dia baru saja tidur tadi, kini ia lihat langit sudah gelap, Dinda lihat pada jam di dinding sudah pukul 9 malam.

Tangisan Melana semakin mengada-ngada. “Mas Dokter coba tolong periksa teman saya, mungkin dia sakit, Dinda kamu kenapa? Aku sudah 1 jam teriak-teriak didepan sudah ratusan kali hubungin kamu.”

Dinda terus diam membisu menatap heran atas apa yang dikatakan Melana sungguh dia tidak mengerti, dia baik-baik saja dan tidak sakit apapun, namun dia juga bingun kenapa tiba-tiba sudah malam saja dan bahkam tidak mendengar apapun sedati tadi.

“Maaf saya masuk,” Lelaki itu pun masuk meminta izin dengan sangat sopan membuka sepatunya masuk kedapam kamar kosan Dinda dan Melana, Kairo datang membawa stetoskopnya segera merendahkan tubuhnya sejajar dengan Melana dihadapan Dinda.

Sontak saja Dinda semakin kebingunan, “Ada apa sih, Mel?”

“Kamu yang kenapa? Papanya Edgar periksa Dinda...”

“Maaf— Saya tidak membawa alat pengukur suhu.” Kairo menyentuh punggung tangan Dinda dengan punggung tangannya, kemudian dia meminta maaf lagi untuk memeriksa dengan stetoskopnya memeriksa detak jantung atau suara-suara lain dalam tubuh Dinda.

Dinda tidak menyangkal apapun, dia malah seperti membisu pada semuanya yang mana jarak Kairo begitu dekat lelaki itu memeriksanya menyentuh dengan alat didada atas Dinda, seketika Dinda menahan nafas terhidu olehnya aroma manly lelaki itu.

 Dinda omg...

“Kenapa tahan nafas?” Lihat Kairo pada wajah Dinda.

 Tuhan, bayangin baru melek sudah lihat yang beginian didepan mata siapa yang tidak bingung dan tahan nafas.

“Ah, Tidak...” Dinda menggeleng samar.

Kairo pun melepaskan alat pemeriksaanya,”Kamu punya gangguan tidur?”

“Gangguan tidur?” Dinda diam sejenak, “Hemmmm sepertinya tidak, hanya saja jika tidur saya selalu lama dan susah bangun.”

“Makan jangan sering telat, makanannya di jaga kurangi junk food, istirahat yang cukup kalau waktunya tidur segera tidur jika sulit tidur minumlah air-air rempah seperti jahe dan sejenisnya, usahain berolah raga dan kena matahari.” Kairo berangsur bangkit merapikan alat pemeriksaanya.

Jelas saja ucapan Kairo membuat Dinda terperangah dia hanya tidur bukan sakit atau dalam kondisi tubuh yang mengalami sakit semacamnya.

Tapi kalau seperti ini yang meriksa terus perhatian, sudah deh aku sakit aja.

“Iya Nih Dinda, makannya 1 hari sekali, malam orang tidur dia nggak tidur-tidur, boro-boro olah raga dan kena matahari, keluar rumah saja tubuhnya di bungkus habis, sensi amat sama matahari, nemu Dinda keluar rumah itu siang sama pagi buta.”

“Sok tahu!” Dinda memajukan bibirnya meliri Melana.

Kairo pun berdehem, “Jaga kesehatan mumpung masih muda, jaga kulit sih bagus tapi kena matahari juga perlu tidak usah lama-lama minimal jalan pagi depan belakang.”

“Tanpa pakai jaket kan ya?” Melana menimpali.

“Saya sakit?” Tanya Dinda.

Kairo menggeleng samar, “Tidak, siapa bilang sakit? Kamu mungkin kelelahan jarang istirahat, perutnya kosong belum makan pasti seharian, mau ikut saya dan Edgar akan makan didepan.” Lelaki itu sudah berjalan menuju keluar.

Melana yang mendengar itu pun sumringah seketika, belum ia bertanya tentang pagi tadi kenapa bisa Dinda di hantarkan Kairo dan kini lelako itu didepannya mengatakan itu kepada Dinda.

“Kamu juga jika mau ikut ayo! Edgar suka keramaian, sebab di tempat Omanya ramai orang.” Ajak Kairo pada Melana kemudian

“Ah nggak terimakasih...saya makan di kosan saja.” Dinda menolak enggan membuat dirinya menjadi orang yang terlalu rendah dan gampangan.

“Iya bener, lain kali aja.” Timpali Melana paham akan Dinda yang segan.

Bibir Kairo melengkungkan senyuman memancarkan aura yang seakan bersinar dan menyilauka membuat Dinda salah tingkah dan seakan menyesal menolak ajaknya.

“Saya permisi...” ucap Kairo.

“Terimakasih Mas, Maaf merepotkan.” Adinda berusaha tidak terhanyut harus menetralkan dirinya.

Thanks Papa Edgar.” Melana pun bersuara besar mengakhiri interaksi mereka dan Kairo pun pergi dari sana, penguni di kos-kosan lain pun tampak tidak terlihar lagi dibalkon sana.

Adinda mendengkus kesal sekarang, “MELANA! Apa-apanan sih, orang tidur pakai di gedor dan di dobrak segela!”

“Bagus-bagus ya Dindaa! Satu jam aku sudah teriakin kamu, teleponin kamu! Siapa yang tidak khawatir, siapa yang tidak berfikir macam-macam.”

Sejenak Dinda diam ia melihat sesuatu, “Ponsel kamu baru?”

Melana membola, “Ponsel? Ha sepertinya punya Kairo...gih Dindaaa, buruan hanterin.”

Dinda pun mengeleng, “Dih, Ogah kamu aja!” Dinda pun bangikit meninggalkan Melana menuju ke tempat lain.

Seketika ponsel itu berdering, “Dindaaaaa! Hapenya bunyi, Dindaaaa!” Melana sedemikian hebohnya.

“Astaga!” Dinda pun bergegas cepat meraih ponsel Kairo ditan

gan Melana segera berlari-lari keluar, ia lihat dari Balkon Kairo sudah siap pergi bersama sang anak, langkah Dinda pun begitu cepat melompati beberapa anak tangga dan memanggil, “Tunggu!”

“Kakak Dindaaaaa?” Edgar begitu antusiasnya, “Mana jajanan buat Edgar?” Teriak Edgar dari kaca jendela mobilnya.

Dinda yang sudah berdiri didepan mobil mereka pun mematung, “Ah i-iya kakak lupa, besok ya...”Dinda merasa tidak enak ternyata Edgar benar menunggu itu.

“Yah lama banget...”Edgar mengeluarkan nada kecewa.

Kairo yang masih diluar mobil pun mengulas senyuman, “Lama? Edgar mau sekarang? Ayo kita beli sekarang, ajak Kak Dinda!”

Dinda terperangah, “Eh...” Dinda menjadi bingung, menggaruk wajahnya “Ka-kakak cuma mau kembaliin ini ponsel Papa Edgar jatuh.”

“Ponsel Papa jatuh? Papa yang jatuhin?” Tanya bibir polos Edgar.

Kairo sedikit terkesiap mendapati perkataan menohok Edgar,”Papa jatuhin?” Kairo menahan tawa memijat pangkal hidungnya.

Edgar menganggap sang papa sengaja menjatuhkan, membuat Kairo dan Dinda menjadi salah tingkah, dan seketika disergap kebisuan.

“Ini ponselnya.” Dinda pun menyudahi suasana kaku ini, segera mengulur ponselnya pada sang anak.

“Kakak ikutkan kan, ikut papa hanterin Edgar beli jajan?” Edgar tampak memohon sebab biasanya sang papa tidak mau menawarkannya membeli jajan dan di larang keras makan jajanan. “Nanti Edgar beliin kakak Dinda, please! Papa lagi baik ” Edgar berucap pelan meletakkan kedua tangannya dibibir menutupi pembicaraanya.

Next »

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Tompul Pudan
bagus jga semoga ceritanya tambah menarik kedepannya
goodnovel comment avatar
Ismawati Romadon
Edgar bisa diajak kerjasama ini
goodnovel comment avatar
Ana💞
lanjut kak....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status