"Ada apa?" tanya Ruster yang heran dengan sikap Romeo yang tetiba diam.
Ruster menatap manik mata Ruster, rasanya ia tidak tega membawa Ruster bersamanya.
"Tidak ada," jawab Romeo dengan senyuman yang di paksakan dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana.
"Lihat Meo, di sana ada badut! Ucap Ruster yang sangat kegirangan seperti anak kecil.
“Hari ini mungkin Ruster bisa tertawa bahagia, tapi setelahnya wajah cantik itu kembali bersedih!” batin Romoe.
Romeo tidak menggubris permintaan Raven untuk membawa Ruster datang ke club malam. Perasaanya tidak baik mungkin saja Raven merencanakan sesuatu yang dapat membahayakan Ruster kedepannya dan ia juga tidak perlu membuktikan pada Raven soal perasaanya kini pada Ruster.
setelah mengantar Ruster pulang ke rumah, Romeo beralasan mengambil dokumen yang ketinggalan di perusahan. Karena ia ingin membuat perhitungan dengan Raven. Setidaknya satu atau dua pukulan akan ia layang
Tatapan Ruster tidak pernah lepas dari Raven yang menyetir mobilnya. sosok pria seperti apa sebenarnya Raven, kepribadian pria ini terlihat misterius dan dingin. tapi Ruster tahu, Raven sangat menyayangi adiknya Romeo. sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu mereka hingga mereka berdua memperlakukan semena-mena terhadap wanita dan apa itu Pandora heart.***Di klub malam, ruang super VVIP."Apa yang kau lakukan," ucap Romeo yang mendorong Aelin dan menatap murka pada wanita itu yang tersungkur ke lantai.AElin tersenyum sinis, membalas tatapan Romeo dengan tatapan benci. Tepatnya ia benci dengan kedua kembar yang telah mempermainkan hatinya dengan janji manis."Apa kau sudah gila?" bentak Romeo geram."Aku gila karenamu, karena Raven juga!" balas Aelin yang berdiri dan berusaha mendekati Romeo lagi."Hentikan langkah mu, Aelin.”"Bukankah kau datang menemuiku! ayolah kita bergabung dengan mereka melakukan thr
"Kau malam tadi berada di club?" tanya Romeo kaget, seolah tebakkanya menjadi kenyataan.Ruster mengalihkan pandangannya enggan menatap Romeo. Karena kejadian malam tadi berputar kembali di benaknya seperti sebuah potongan film."Kenapa kau pergi ke club? Kau membuntutiku? Atau kau kerjasama dengan Raven?" tanya Romeo dengan segala deretan pertanyaanya dengan emosi membara di dalam hatinya."Kau banyak bertanya, Romeo. Sedangkan pertanyaanku saja kau tidak mampu menjawabnya."Romeo mendengus, ingin sekali ia melampiaskan amarahnya pada istrinya yang bodoh. Yang bisa-bisanya bekerjasama dengan Raven."Jawaban apa yang kau harapan, kau hanya pelacur di rumahku! apa kau merasa sudah besar kepala atas sikap baikku padamu dan menganggap pernikahan ini nyata, kau salah besar. Kau hanya seorang jalang yang tidak ada artinya," ucap Romeo yang lain di hati dan di mulut.Rasanya sesak saat kalimat menyakitkan itu terlontar dari Romeo. Ruster tidak bis
Ruster akhirnya mengalah dan membuka mulutnya menggigit roti yang di suapkan ke mulutnya."Minumlah," perintah Romeo dengan menyodorkan segelas susu pada Ruster yang di sambutnya.Romeo meraih tangan Ruster dan menggenggamnya dengan erat."Maafkan aku, membuat kau menderita!" ucap Romeo. sementara Ruster hanya terdiam membisu."Dia bukan wanita spesial, aku pastikan malam itu tidak terjadi apapun. aku ke club malam karena mencari Raven. tapi saat aku memasuki ruangan yang sering Raven gunakan, wanita itu tiba-tiba memeluk dan menciumku. Aku tidak terima dan langsung mendorongnya, kemudian memilih pulang ke rumah," jelas Romeo jujur agar Ruster juga mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. apakah bekerjasama dengan Raven untuk menjebaknya atau sebaliknya."Untuk apa kau menjelaskannya padaku, bukan kah aku bukan siapa-siapanya kamu.""Kau istriku, sudah selayaknya aku menjaga perasaanmu dan maafkan semua ucapanku yang menyakitimu!" ucap
Ruster melirik pada pancake yang ia buat tadi sore di atas meja nakas, ia berharap Romeo akan mencicipinya tapi pria itu malah pergi entah kemana dan belum kembali.Semilir angin malam berhembus menerpa rambut Ruster, ia memejamkan matanya merasakan dinginnya udara yang merasuk ke dalam jiwanya.Tubuhnya membeku sepasang tangan kekar memeluknya erat memberikan kehangatan padanya. aroma wangi parfum yang di pakai pria itu sangat di kenali oleh Ruster.Wajahnya memucat, hari harinya akan kembali ke mimpi buruk yang berkepanjangan.“Raven Van Diora, kenapa pria ini kembali secepat ini!” batin Ruster yang ketakutan.Tubuh Ruster bergetar saat Raven membalik tubuhnya. kepala Ruster menunduk takut dan tidak berani menatap wajah seperti malaikat tapi berhati iblis.Raven merasakan perubahan Ruster dan mengangkat alisnya ke atas. kenapa wanita ini sedemikian takut padanya."Tegakkan kepalamu dan tatap aku," perintah Raven.
Tapi apakah Ruster seperti Clara yang memanfaatkan kehamilannya hanya untuk hidup mewah? Sepertinya tidak, Ruster sangat jauh berbeda dengan Clara. walau umurnya sudah kepala tiga tapi kepolosannya seperti seorang gadis belia yang tidak tau apa pun."Sebaiknya kau menurut saja demi staminamu juga, agar kau selalu siap untuk melayani kami berdua!" Perintah Raven yang menyodorkan gelas berisi susu ke mulut Ruster. Terpaksa Ruster meneguknya tanpa bernafas.Raven terkekeh menatap Ruster yang menghabiskan susu sekali tandas. Mimik wajah Ruster terlihat tersiksa ingin sekali rasanya ia ingin muntah."Besok aku akan suruh pelayan membelikan susu rasa coklat untukmu,” kata Raven yang menyuapi Ruster buah apel dengan garfu.Ruster menatap tepat di manik mata Raven yang dingin, hari ini Raven sangat baik memperlakukannya. Ruster tahu Raven akan marah bila ia menentang perintahnya. kalau ia penurut, maka Raven akan bersikap manis memperlakukannya.
“Akan ku lepaskan, saat kembaranmu sampai di sini dengan begitu. Kalian akan mati bersama-sama,” pekik pria tua itu.“Oh ya, gimana kalau kita coba virus terbaru ini ke tubuh jalang ini!” timpal Clara yang mengeluarkan jarum suntiknya.Raven yang tahu virus apa itu, segera berlari ke arah Clara dan merebutnya. Berapa tembakan harus di terima Raven karena aksi nekatnya.Sedangkan Clara tidak menyangka, ia akan segera mati. Karena Raven menjadikan tubuhnya sebagai prisai.“Terkutuklah k.. kau..” ucap Clara untuk terakhir kalinya.Air mata Ruster mengalir, ketika melihat tubuh Raven terluka.“Lepasin dia,” pekik Raven yang sudah tidak takut mati, karena cepat atau lamban. Ia juga akan mati dengan virus yang masih di dalam tubuhnya.“Kau kira aku akan iba dan melepaskan wanita ini, seperti yang kau lakukan dulu. Maka aku akan melakukan hal yang sama kepada wanita ini!” ucap pria
Jack memutuskan untuk menjaga istri Ruzel yang bernama Neila, selama masa kehamilan sampai melahirkan. Ia akan pergi, setelah Neila menemukan pasangan hidupnya.Saat ini, Jack sedang mengendong seorang bayi perempuan yang cantik dengan wajah oriental ke barat-baratan yang mirip dengan Ruzel yang berwajah cantik.“Halo Sayang, Daddy di sini!” ucap Jack yang mengendong putri dari Ruzel yang lahir belum waktunya.“Tuan,” ucap seorang g perawat yang hendak memasukkan bayi mungil itu ke dalam inkubator.Jack menyerahkan bayi lucu itu kepada perawat, untuk di masukkan kembali ke dalam inkubator. Karena ini rumah sakit khusus milik keluarga Vollentte, sehingga penjagaan akan lebih extra aman. Selama bayi lucu bernama Angelus itu di rawat.“Neil,” saut Jack lirih dengan mengenggam jemari Neila yang saat ini masih belum sadarkan diri. Setelah menjalani proses operasi melahirkan. Karena kesehatan Neila melemah dan bayi ter
“Apa anda yakin, tuan Raven benar-benar meninggal?” tanya Keith yang kembali menutup file yang barusan dan membuka isi file berisi pesan yang di ponsel Raven, Ruzel, Jack dan terakhir Lius Versalius.Mata Reihan terbelalak menatapi pesan dari Lius Versalius sebelum kejadian.“Aku curiga dengan dokter Lius, bukan karena ia telah menyelamatkan nyawaku. Tapi karena ini?” Keith memutar rekaman percakapan Lius yang berbicara dengan berapa dokter ahli di suatu tempat.“Spanyol,” ucap Reihan yang tahu posisi keberadaan Lius Versalius saat ini.“Tepat dan aku tidak tahu di mana titik tepatnya, karena jejaknya terputus di bandara!” jelas Keith.Reihan langsung meminta berapa bodyguard untuk mempersiapkan dua pesawat khusus dan meminta James Holland untuk ikut serta.“Apa kau akan membawaku?” tanya Keith.“Ya, tapi bagaimana ibumu!”“Anda bisa memin