Share

Bab 5

Rara adalah adalah adik Mas Arif yang kedua. Hanya dia dan Andi yang belum menikah.

"Kenapa, cuman enam ratus ribu, kok. Kata Mas Arif, aku sebagai istrinya bebas untuk pakai uang suami," jelasku sambil menyombongkan diri.

Dia pikir aku akan diam kalau dia seenaknya bicara begitu karena selalu merasa masih kecil, oh tidak bisa begitu. Bagiku dia sudah sangat dewasa. Tidak sepantasnya bicara seperti itu, terutama kepada kakak iparnya.

"Apa? Kapan Mas Arif pernah bilang?" tanyanya tidak percaya dan menatapku penuh kebencian.

Aku tidak menjawab dan memilih untuk masuk begitu saja ke dalam rumah dan duduk manis di sofa. Dia pun ikut duduk sambil menatapku membuka paket dengan sangat pelan.

"Mau dibuka, gak?" tanyanya tidak sabar ketika aku malah membawa paket itu ke kamar.

"Ya, maulah. Tapi aku mau membukanya di kamar. Di sini ada orang yang marah-marah, tapi kepo," sahutku cepat sambil memamerkan paket yang sedang aku timang-timang ini.

"Kau? Dasar kakak ipar tidak tahu diri. Akan aku adukan sama ibu dan bapak," teriaknya tidak terima. Lalu, ia berjalan cepat keluar.

"Silakan ngadu. Dasar anak kecil yang bisanya hanya mengadu saja. Sekalian bawa warga satu kelurahan. Nanggung kalau cuman bapak sama ibu saja!" teriakku dari pintu agar dia dengar.

Awalnya dia sedikit penurut, mungkin sikapnya ini hasil kumpulan keluarga yang diadakan lusa di rumah mertuaku. Memang hanya aku dan Mas Arif yang tidak bisa datang karena di bengkel sedang banyak pekerjaan yang tidak bisa ditunda.

Setelah membuka paketnya, aku langsung memeriksa semua pakaiannya, dan aku pastikan tidak ada cacat sedikit pun. Namun, ketika aku sedang asyik cek, notifikasi dari aplikasi hijau terus saja berbunyi sampai aku dibuat penasaran siapa yang sudah mengirimkan pesan.

Ketika buka ponsel, aku sangat terkejut karena pesan itu bukan dari orang luar. Melainkan dari grup keluarga mertua. Sudah hampir seratus pesan.

Ya ampun, pantas saja bunyinya tidak berhenti dari tadi. Ternyata ini.

Setelah pakaiannya dilipat lagi, aku langsung memasukkan ke dalam tas kertas (paper bag) untuk dibagikan kepada mertua. Ini pun atas persetujuan Mas Arif.

Katanya ibu dan bapak sudah lama tidak dibelikan baju. Setelah semuanya selesai, aku langsung membuka pesan dari grup keluarga mertua itu. Namun aku sangat terkejut, teryata yang membuka percakapan itu adalah Rara.

"Benalu itu tadi nerima paket. Kalian tahu jumlahnya berapa?" tulis Rata membuat semua anggota keluarga yang aktif penasaran.

Aku tidak habis pikir kalau dia juga akan mengirimkan info ini di grup. Dasar kekanak-kanakan.

"Berapa jumlahnya, Ra? Seratus paling, ya?" tebak Ratih.

Enggak kapok rupanya dia. Apa nunggu aku berubah dulu jadi Hulk, baru dia akan takut?

"Bukan, Mbak. Banyak banget ini, bisa buat beli mas dua puluh empat karat," tulisnya lagi membuat Rina ikut heboh.

"Yang benar kamu, Ra? Masa sih dia berani, kan Mas Arif cuman kerja bengkel." Rina masih tidak percaya.

Kok, mereka lebay banget, ya. Gimana kalau mereka tahu aku dan Mas Arif sedang merencanakan untuk ganti semua peralatan rumah? Langsung pada pingsan kali, ya.

"Makanya aku sudah bilang kalau istrinya Mas Arif itu bukan wanita biasa. Dia itu seperti seekor rubah. Penuh siasat," terang Rara lagi.

Rubah, ya?

Apa ada Rumah yang membelikannya baju? Lihat saja, akan aku tunjukkan bagaimana sikap rubah yang sebenarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status