HINAAN IPAR (ADIK SUAMIKU)

HINAAN IPAR (ADIK SUAMIKU)

Oleh:  Ucu Nurhami Putri  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
1 Peringkat
45Bab
8.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Punya kakak ipar kok bisanya ngutang, mana gak dibayar-bayar lagi." Status adik suamiku. Aku melongo ketika membaca statusnya itu sambil ngelus dada, yang dia maksud kakak ipar itu aku. Karena suamiku enggak punya kakak yang lain, dia anak sulung, tapi kita gak pernah pinjam. Apalagi uang kita ada di sana sangat banyak, jauh dari yang aku minta.

Lihat lebih banyak
HINAAN IPAR (ADIK SUAMIKU) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Ucu Nurhami Putri
Terima kasih untuk yang sudah mampir, jangan lupa bintang limanya, ya. ...
2022-09-26 19:55:01
3
45 Bab
Bab 1 Bermula dari Status
"Punya kakak ipar kok bisanya ngutang, mana gak dibayar lagi." Status dari adik suamiku. Loh, ngutang? Kapan? Daripada penasaran, aku mulai mengetik balasan dari statusnya. "Kapan Mbak ngutang sama kamu?" "Bukan buat Mbak, kok," elaknya berbohong. "Kalau bukan buat Mbak, terus buat siapa lagi? Emang kamu punya kakak ipar yang lain?" balasku lagi dengan emosi. Bisa-bisanya dia membuat status seperti itu, padahal uang kami ada padanya sangat banyak. Sungguh aku gak habis pikir, kalau bukan karena statusnya ini, aku mungkin tidak akan tahu bagaimana sifat aslinya. "Benar, kok, Mbak. Aku hapus aja deh statusnya," balasnya masih tidak mau mengaku. Aku langsung buru-buru melihat statusnya lagi dan melakukan tangkapan layar. Suamiku harus tahu melakukan adiknya yang selalu disayang ini. Sungguh tidak sesuai. Padahal Mas Arif selalu memberikan apapun yang dia inginkan, tapi apa balasannya? Aku malah dijadikan status kebohongan dan fitnah. Enak sekali dia. "Mbak tetap tidak akan tin
Baca selengkapnya
Bab 2
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, tapi Mas Arif belum juga pulang. Aku kembali mengirimkan pesan. "Mas, kok masih belum sampai rumah?" tanyaku tidak sabar. "Satu jam yang lalu ada mobil ban depannya pecah semua, jadi kita ganti dulu," balasnya cepat. Inilah suamiku, dia selalu bisa menemukan cara untuk membuat istrinya bahagia. Termasuk membalas pesan dengan cepat. "Sekarang kamu di mana, Mas?" Aku kembali bertanya. "Mas sudah di jalan, kok. Tenang aja. Mas lagi beli sate sama martabak kesukaan ibu sama bapak, juga bakso langganan kita," balasnya lagi yang membuat senyumku semakin mengembang. "Sip, kamu suami terbaik," balasku lagi, lalu mengirimkan stiker hati yang banyak. "Demi kamu, apapun akan Mas lakukan," ucapnya lewat pesan suara. Untuk yang terkahir, aku tidak bisa membalas lagi. Sepertinya aku hanya bisa membalas secara langsung ketika dia sudah pulang nanti. Aku langsung bersiap sambil menunggu kedatangannya. "Assalamu'alaikum." Suara Mas Arif mulai terdengar.
Baca selengkapnya
Bab 3
"Apa maksud dari status yang kamu buat ini, Ratih?" tanya Dandy masih dengan cara baik-baik. "S-status apa, Mas?" Ratih malah balik bertanya dengan suara yang gemetar. Aku sudah menebak hal ini akan terjadi, tapi dia tetap saja percaya diri untuk membuat masalah denganku. "Aku gak buat status apa-apa, kok," elaknya tidak mau mengaku. "Kalau enggak ada, mana mungkin Mbak Lily sama Mas Arif sampai ke sini," sergahnya sambil melemparkan tatapan tajam kepada sang istri. Aku dan Mas Arif memilih duduk manis, yang terpenting bagi kami adalah Ratih mau mengakui kesalahannya, dan mau menasehati Ratih agar tidak melakukan hal memalukan seperti ini di kemudian hari. "Benar, Mas. Aku tidak membuat status apapun," kilahnya kembali berbohong. "Ini kamu lihat sendiri di ponselku, ada tidak?" tanyanya sambil menyerahkan ponsel yang memang miliknya untuk memperlihatkan bukti palsu. Dandy terdiam sambil menatap ke arah ponsel yang diberikan oleh Ratih. Aku sudah menyangka hal ini akan terjadi. D
Baca selengkapnya
Bab 4
"Mas, kamu dengar apa yang dikatakan Ratih, kan?" tanyaku pada Mas Arif di tengah keheningan. Mas Arif menatapku tidak percaya. "Selama ini Mas selalu berpikir kalau mereka baik sama kamu, tapi ternyata ...." Perkataannya menggantung, aku yakin suamiku tidak akan sanggup mengatakannya. "Tidak apa, Mas. Aku hanya perlu kamu tahu dan selalu mendukung apapun yang aku lakukan, itu sudah cukup," hiburku sambil mendekat ke arahnya dan mengusap punggungnya. "Maafkan Mas, ya, Mas belum bisa menjadi suami yang sempura," lirihnya dengan suara yang berat. Mendengar suaranya saja aku langsung jatuh hati. Apalagi ketika dia selalu memperlakukan aku seperti ratu. "Katakan saja sama Mas tentang adik-adikku dan orang tuaku kalau mereka membuatmu tidak nyaman," lanjutnya. Aku benar-benar sudah tidak bisa menahan tangan ini untuk tidak memeluknya. "Pasti, Mas. Aku akan selalu menceritakan apapun agar hatiku bisa tenang." "Kamu itu bener-bener kelewatan, Ratih. Kalau memang kamu tidak bersalah,
Baca selengkapnya
Bab 5
Rara adalah adalah adik Mas Arif yang kedua. Hanya dia dan Andi yang belum menikah. "Kenapa, cuman enam ratus ribu, kok. Kata Mas Arif, aku sebagai istrinya bebas untuk pakai uang suami," jelasku sambil menyombongkan diri. Dia pikir aku akan diam kalau dia seenaknya bicara begitu karena selalu merasa masih kecil, oh tidak bisa begitu. Bagiku dia sudah sangat dewasa. Tidak sepantasnya bicara seperti itu, terutama kepada kakak iparnya. "Apa? Kapan Mas Arif pernah bilang?" tanyanya tidak percaya dan menatapku penuh kebencian. Aku tidak menjawab dan memilih untuk masuk begitu saja ke dalam rumah dan duduk manis di sofa. Dia pun ikut duduk sambil menatapku membuka paket dengan sangat pelan. "Mau dibuka, gak?" tanyanya tidak sabar ketika aku malah membawa paket itu ke kamar. "Ya, maulah. Tapi aku mau membukanya di kamar. Di sini ada orang yang marah-marah, tapi kepo," sahutku cepat sambil memamerkan paket yang sedang aku timang-timang ini. "Kau? Dasar kakak ipar tidak tahu diri. Akan
Baca selengkapnya
Bab 6
Demi tetap menjaga kewarasan, aku langsung menutup grup keluarga itu tanpa membaca pesan ke bawahnya lagi. Aku juga sudah beberapa kali melakukan tancapan layar agar bisa aku tunjukkan kepada Mas Arif dan orang tuanya nanti. Aku melakukan semua ini bukan karena aku jahat, tapi aku ingin mereka sadar bahwa apa yang dilakukannya hanyalah sia-sia, dan menyengsarakan diri mereka sendiri. Bukan hanya itu, aku juga rasanya lelah harus berseteru dengan mereka terus-menerus. Kita saudara, sudah seharusnya akur. Bukan malah mencari kesalahan-kesalahan yang terjadi di antara kita dan menyebarkan keluar. "Mas, sepertinya aku memang tidak pernah dianggap ada oleh keluargamu," ucapku tiba-tiba melow ketika Mas Arif sudah mandi sepulang dari bengkel. "Kenapa bertanya begitu, mereka sepertinya belum bisa menerima saja." Mas Arif duduk di sampingku dan mulai mengelus rambut panjangku dengan lembut. Aku memang terbiasa memakai jilbab, tapi kalau di dalam rumah masih jarang. Meksipun begitu, di d
Baca selengkapnya
Bab 7
"Bu, dengar ya, kita ke sini itu punya niat yang baik. Bukan untuk cari masalah ataupun gosip. Coba ibu hitung sendiri, berapa tahun aku dan Lily kenal sampai menikah?" tanya Mas Arif kepada ibu. Ia sama sekali tidak mau mendengarkan omong kosong yang coba ibu jelaskan. Suamiku itu memang orang yang baik, tapi dia juga orangnya logis. Semuanya lebih duka ia tilai memakai logika. Kalau secara perasaan, jangan harap dia mau punya sikap itu. Enggak ada sedikit pun. "Ibu kan sudah minta maaf, Rif. Kenapa kamu malah begini sama ibu? Mau menjadi anak durhaka seperti Malin?" Ibu malah kembali bertanya dengan pertanyaan yang tidak seharusnya. "Bu, aku sedang bertanya A, kenapa ibu malah ke Z. Terlalu jauh." Mas Arif mengambil putri kami dan duduk di sofa yang ukurannya terbesar tanpa memedulikan adik-adiknya itu ataupun anak-anaknya. Beginilah kalau Mas Arif sudah marah, tapi sayang, adik-adiknya itu terus saka menguji kesabarannya. "Ibu gak mau menjelaskan yang sebenarnya? Iya begitu?
Baca selengkapnya
Bab 8
Aku menatap ke arah mereka dengan sinis. Perasaanku saat ini kesal bercampur marah. Benar-benar tidak tidak tahu terima kasih. "Oh, jadi gitu kamu Ra. Padahal kamu juga tadi yang awalnya cerita," geram Mbak Ratih sambil mencekal pergelangan tangan Rara dengan kuat. Bapak mertua sedang pergi keluar untuk ronda, katanya malam ini bagian keliling sama tetangga kiri kanan. Sementara matang ibu masih menatap ke arah uang yang ada di hadapan Mas Arif. Sepertinya ibu juga berada dalam dilema yang besar, sama seperti Rara. Dia terus-menerus menatap ke arah tas-tas yang sudah tergeletak tidak berdaya di depan matanya, tapi dia sama sekali tidak ada keberanian untuk mengambilnya. Karena Mas Arif ada di depan matanya. "Kalau Mbak Ratih sama Mbak Rina kasih aku uang gede, aku juga gak usah repot-repot bersikap baik sama Mbak Lily tau," bisik Rata, lalu mendengus kesal. "Emang berapa yang dia kasih ke kamu? Lima puluh ribu?” tanya Ratih menawarkan. Rara semakin merenggut. "Lima puluh ribu bu
Baca selengkapnya
Bab 9
Setelah kejadian di rumah ibu waktu itu, aku gak pernah lagi keluar dari rumah. Untuk keperluan sehari-hari, Mas Arif yang belanja ke grosir sepulang dari bengkel. Kata orang-orang, aku adalah istri yang manja. Padahal memang wanita itu tidak diciptakan untuk melakukan semua pekerjaan yang akan membuat kita lelah. Untuk yang mau melakukan silakan, tidak juga tidak apa-apa. Menurutku hal itu bukan sesuatu yang harus diributkan. Setiap wanita akan menjadi istri yang paling bahagia jika bersama dengan laki-laki yang tepat dan dialah Mas Arif, suamiku. Ibu dan anak-anaknya pun tidak pernah membuat gara-gara lagi. Mereka sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya. Hari ini mengaji anakku libur, dia ikut Mas Arif ke bengkel. Katanya mau menemani papanya dari pagi sampai petang. Sementara aku hanya diam di rumah menghabiskan waktu sendiri untuk mempercantik diri. Bagiku tidak ada masalah Salwa ikut ke bengkel, walaupun kata orang enggak pantas anak perempuan ke bengkel karena kotor
Baca selengkapnya
Bab 10
Adik Suamiku 10 Kejahatan tidak boleh dilawan dengan kejahatan juga. Lagipula, aku memang bukan orang yang terbiasa membuat status kalau ada saudara atau teman yang sifatnya menyebalkan seperti ini. Aku langsung menunjukkan status itu kepada Mas Arif. "Apa ini?" Mas Arif mengubah posisi tidurnya menjadi duduk. "Ini status Irma." Aku menjawab pelan. Dahi Mas Arif mengkerut, mungkin dia masih belum tahu siapa Irma. "Dia itu Minah, Mas. Istrinya salah satu karyawan kamu. Coba Mas baca apa statusnya dan bagaimana komentar orang-orang termasuk adik-adiknya, Mas." Aku menjelaskan semuanya. Bagiku hanya orang tua yang tidak akan pernah menceritakan apapun yang kita ceritakan kepada mereka, yang kedua suami. Tetapi jika suami kita adalah lelaki yang setia. Kalau tidak, tentu saja kita juga perlu khawatir. Namun selama dia masih menjadi suami kita, tidak usah cemas. Ceritakanlah apa yang kita rasa, karena kita juga dilarang untuk menilai orang dengan pikiran yang buruk. Terutama seora
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status