“Yang, aku diterima kerja!
Wajahku langsung sumringah saat Romi mengatakan jika ia baru saja diterima bekerja. Aku langsung memeluk suamiku itu dan mencium pipinya.
“Wah, selamat ya. Tuh, kan aku juga bilang apa. Harusnya dari kemarin kamu kerja aja, coba kalau waktu itu langsung kerja kita masih punya uang simpanan, loh. Jadi nggak susah-susah amat,” ujarku lirih.Ya, terkadang ada rasa penyesalan kenapa waktu itu aku tidak menyarankan Romi untuk bekerja saja dan uang yang diberikan papa itu didepositokan.
“Iya namanya juga hidup kadang di atas kadang di bawah, Sayang. Tapi, nggak apa-apalah kita mulai lagi semuanya dari nol,” kata Romi dengan santai.
Inilah sifat Romi yang terkadang tidak aku sukai,dia terlalu santai.
Aku hanya menganggukan kepala perlahan sambil tersenyum ... yah segalanya memang harus dimulai dari nol.
Terkadang ada sedikit penyesalan yang terbit dalam hatiku, kenapa sih waktu itu aku nggak sabaran. Seharusnya aku mungkin bisa menahan emosi saat menghadapi papa. Ya memang seperti anak kecil tetapi niatku kan baik. Aku hanya ingin Papa tidak bekerja, hanya mungkin saja cara aku yang salah dalam menyampaikan pendapatku.“Leo udah makan?” tanya Romi.“Udah, tadi aku udah suapin, udah minum susu juga sekarang anaknya tidur. Kamu kapan mulai kerja?” tanyaku“Aku mulai kerja besok pagi di bagian timbang tapi mungkin minggu depan aku akan ditugaskan ke Bayung lincir .Oh ya gimana kalau temen kamu suruh nginep di sini aja? Dia tinggal di sini sama kita, kamar di bawah kan kosong atau dia bisa pakai kamarnya Leo.”Aku langsung mengerutkan dahi, “Teman ... teman yang mana?” kataku bingung.“Itu di DJ Beiby ... dia kan lagi di Jambi. Jadi aku rasa nggak masalah kalau seandainya dia tinggal di sini terus nemenin kamu. Kan, kamu juga mau lahiran, kalau seandainya nanti aku ada di luar kota kamu ada temen. Kalau ada apa-apa dia bisa bantu kamu,” kata Romi. Aku menghela napas panjang. Kami memang memiliki manajemen DJ. Jadi jika ada tempat hiburan yang memerlukan DJ untuk bermain di klub, Mereka mereka akan menghubungi kami dan meminta talent. Jadi kami mendapatkan uang fee apabila talent kami berhasil dikontrak oleh venue tersebut. Kebetulan memang DJ Beiby ini adalah salah seorang talent di manajemen kami. Dan dia mendapatkan kontrak di Jambi melalui kami. Jadi memang kami mendapatkan fee dari dia setiap bulan selama dia dikontrak. Saat ini memang dia tinggal di mess yang sudah disediakan oleh venue. Tetapi Romi menyuruhnya untuk tinggal di rumah. Sebetulnya aku tidak nyaman jika ada orang lain yang tinggal di rumah kami. Aku tidak masalah jika hanya berdua dengan Leo di rumah. Rasanya lebih bebas dan leluasa. Tetapi kalau Romi sudah mengatakan seperti itu apa boleh buat. Toh, dia mengambil keputusan seperti itu juga untuk kebaikanku.“Ya udah deh, aku hubungin Beiby. Lagi pula emang dia sering bolak-balik ke sini ya kalau mau makan.”Kebetulan di Baby Rock tempat DJ Beiby bekerja itu tidak terlalu ramai. Jadi, mungkin dia kurang mendapatkan saweran sehingga terkadang kalau dia lapar dia akan numpang makan ke rumahku. Venue memang menyediakan mess, tetapi untuk biaya makan dan mencuci itu tidak ditanggung. Memang di Jambi fasilitasnya tidak seperti di kota lain yang menyediakan makan dan juga cuci pakaian untuk para talentnya.
Jarak antara mess Baby Rock ke rumahku memang tidak terlalu jauh, tetapi lumayan juga menghabiskan ongkos.Vinna :Kamu lagi di mana? Beiby : Aku di mess, Kak baru pulangVina : Baru pulang? Emangnya semalam dari mana?Beiby : Hehehe, biasa abis ‘on.’ Aku hanya menghela napas panjang. Aku tahu istilah on berarti dia semalam habis memakai barang haram alias narkoba.Vina : Kamu mau makan nggak? Atau masih nggak enak makan?Beiby : Belum drop, Kak ... tapi kayaknya aku hari ini off. Boleh nggak main ke rumah?Vina : Ya udah kamu ke rumah aja nanti sekalian ada yang mau dibicarain. Aku pun mengakhiri chatting ku dengan DJ Beiby kemudian menatap Romi.“Udah aku chat, katanya dia habis baru pulang mungkin nanti sore dia mau ke sini.”“Ya kenapa nggak sekalian aja suruh bawa barang-barangnya?” kata Romi.“Anaknya kan belum tentu mau tinggal di sini. Lagian juga kalau dia suruh bawa barang-barangnya kan lumayan susah. Tunggu aja deh, kalau udah ngomong ... terus dia udah bilang oke, baru kamu bantu dia bawa barang-barangnya pakai mobil,” kataku. Romi hanya menganggukan kepalanya perlahan, kemudian ia merangkulku.“Kamu sabar-sabar, ya. Kita hadapin semua ini sama-sama. Oh ya kontrak Beiby berapa lama lagi?” katanya.
“Dia dikontrak tiga bulan. Ya, lumayanlah tiga bulan ini dapat pemasukan dari gajinya. Sebulan kan dia kasih kita lima ratus ribu,” kataku.“Kemarin dari Samarinda jadi?”
“Jadi, udah aku kirim DJ Mia. Lusa dia berangkat, DP nya udah keluar juga kok,” kataku.
Dengan mengurus manajemen seperti ini, memang lumayan juga keuntungan yang kami dapatkan. Dan pekerjaan seperti ini sudah aku lakukan sejak lama jauh sebelum aku menikah dengan Romi.
“Oh ya gaji aku di sana dua juta setengah, tapi tahu sendiri kan tempat kerjanya jauh. Minggu depan aku mulai di Bayung lincir, aku ada mess di sana. Mungkin pulangnya seminggu sekali. Kalau ada apa-apa telepon, jangan cape-cape,” kata Romi.Pembaca tercinta ... cerita ini adalah kisah nyata. Jadi, ada beberapa nama yang sengaja author samarkan. Tetapi ada juga beberapa nama tokoh dan tempat yang memang asli tanpa sensor. Jadikan cerita ini sebagai pelajaran, ambil baiknya buang buruknya ya. Karena setiap manusia memiliki perjalanan hidupnya sendiri.
“Ya ampun, Yuk, ini kok banyak banget cucian? Terus ini cucian piring banyak banget, perasaan tadi Leo belum makan. Terus udah gitu kok piringnya numpuk gelas kotor juga numpuk. Terus ini cucian baju siapa aja?” tanyaku kepada Ayukk Neneng.Aku sangat terkejut, saat aku turun ke lantai bawah dan melihat Ayuk yang bekerja di rumahku sedang mencuci banyak sekali pakaian kotor. Dan juga di wastafel tempat cuci piring, menumpuk piring dan gelas.Saat aku membuka kulkas dan hendak mengambil batu es, ternyata batu es nya habis dan cetakan batu esnya sama sekali belum diisi. Begitu juga dengan botol-botol air minum di kulkas semuanya kosong.Sudah sebulan ini selalu saja begitu. Aku jadi merasa lebih lelah dari biasanya. Memang ini hanya masalah kecil. Tetapi, jika dibiarkan pasti akan menjadi kebiasaan.“Itu kerjaannya si Beiby, dari kemarin juga kayak gitu. Kalau habis makan, cucian piringnya ditumpukin di situ. Terus ini juga baju-baju kotor punya dia,” kata Ayukk.Aku menepuk dahiku den
Pada akhirnya, Romi pun terpaksa pulang. Karena perutku yang sering kram ditambah lagi keluhanku mengenai Beiby yang semakin bertindak seenaknya. Bahkan ia pernah dengan sengaja membawa sejumlah ekstasi ke rumah.Hal itu makin membuatku dan Romi kesal. Tetapi, untuk mengusirnya dari rumah selalu tidak ada kesempatan. Dia seperti sengaja pulang malam menjelang dia berangkat kerja sehingga membuat kami tidak sempat bicara kepadanya. Dan pagi itu tepat tanggal 5 november 2016, pagi saat terbangun aku merasakan mules dan keluar flek. Tanpa berpikir panjang, Romi membawaku ke rumah sakit Bhayangkara Jambi. Pada saat diperiksa ternyata masih pembukaan 1. "Nggak bisa pulang dulu, Dokter?" tanyaku kepada dokter Hanif. Dokter yang sudah menanganiku sejak anak pertama dulu. "Sebaiknya jangan. Nanti kalau pulang ke rumah lalu ada apa-apa bagaimana? Lebih baik di rumah sakit saja dulu," kata dokter.Romi tersenyum seolah mengerti keresahanku. "Ada Ayuk yang jagain Koko Leo. Tenang aja," ujar
_4 TAHUN LALU__BANDUNG, 2010_ "Kalo kamu nggak kuat ya udah tinggalin aja, kenapa susah?! Toh, buat kamu aku kan nggak berguna. Banyak perbedaan, selain perbedaan agama. Keluarga kamu kan keluarga terpandang, ngga panteslah punya menantu kaya aku yang hanya seorang vocalis Band, dan seorang DJ yang kerjanya malam!” jerit Vina pada lelaki di hadapannya.PLAK! Vina memegang pipinya yang mulai memanas akibat tamparan Adit, lelaki di hadapannya yang sudah 3 tahun ini menjadi tunangannya."Dasar perempuan ngga tau diri ! Asal kamu tau ya, di luar sana banyak perempuan yang ngejar aku!""Ya sudah kalo begitu, ngapain kamu masih bertahan? Biar bisa morotin hasil kerja aku? Kamu pikir aku ngga tau setiap kali aku longtrip di luar kota kamu kencan dengan banyak perempuan? Kamu porotin uangnya, kamu porotin juga uangku?" Adit menatap Vina emosi, entah dari mana gadis ini bisa tau seluruh sepak terjangnya diluaran, padahal gadis ini hampir tidak pernah ada di dekat
"Malah ngelamun, aku bawa makanan." Vina menoleh ke arah pintu kamar kosnya. Romi kekasihnya ternyata datang sambil membawa bungkusan makanan.Sudah hampir dua bulan Vina berada di Jambi. Beberapa kali managementnya menawarkan job, tapi Vina menolak. Selain itu, Romi juga memang bertanggung jawab untuk kebutuhan Vina. Meski tidak banyak, tapi itu cukup. Selain itu, Vina juga bukan gadis yang boros. Dan ia pun masih memiliki sedikit tabungan untuk kebutuhannya selama beberapa bulan ke depan.Vina sudah lama mengenal Romi karena profesi mereka yang sama. Awalnya, hubungan Vina dan Romi hanya sebatas teman. Ia sering sekali curhat kepada Romi jika ia sedang bertengkar dengan kekasihnya.Berawal dari hubungan persahabatan, kini mereka menjadi sepasang kekasih. Seperti biasa, pagi setelah membereskan pekerjaannya di rumah, Romi selalu membawakan Vina sarapan."Bawa apa, Sayang?" Tanya Vina.“Ini, bawa mie celor," jawab Romi sambil mengambil piring. Namun, baru saja ia menuang
Pagi itu, Vina hanya berbaring di tempat tidurnya sambil menonton televisi. Dia merasa pusing. Morning sickness yang ia alami cukup membuatnya lelah. Romi memang setiap hari datang, tetapi itu tidak banyak membantu juga.Ditambah Vina yang sedikit lebih manja dari biasanya. Membuat Romi juga bingung. Untungnya Mamanya sudah tau dan tidak terlalu menentang. Dengan pertimbangan bayi yang ada di rahim Vina sekarang, adalah cucunya juga. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi, Vina pun segera mengangkatnya."Halo, Yang?" sapa Vina dengan suara parau."Kok suaranya begitu amat? Aku mau antar Mama belanja ke pasar, kamu ikut ya. Sekalian ketemu Mama," kata Romi. Sontak Vina terkejut. Ia langsung memaksakan diri untuk duduk."Aduh, sekarang?" tanyanya."Tahun depan ... ya iyalah sekarang, Sayang. Buruan gih, aku udah mau jalan, nggak usah mandi. Ganti baju aja, tapi jangan yang terlalu terbuka,ya. Celana panjang kamu tempo hari tu boleh, sama kaos biasa aja ya, buruan," kata Romi.
Sore itu, Lie Hwa, Romi dan Vina sudah berada di sebuah tempat prakter Dokter Kandungan. Sengaja Romi memilih Dokter Hanifah, karena tempat prakteknya memiliki alat USG 4 dimensi. Sehingga, bisa memeriksa dengan detail kondisi Vina dan Lie Hwa dengan baik. Pasien yang datang belum terlalu banyak. Mereka mendapat no antrian 3. Vina nampak sedikit tegang, namun rangkulan Romi di pundaknya membuatnya sedikit merasa nyaman."Udah makan belum tadi ?" Tanya Lie Hwa kepada Vina"Belum, Ii. Cium bau nasi tadi agak mual. Daripada muntah- muntah jadi nanti aja makannya." jawab Vina."Kalau mau makanan apa, bilang sama Romi, ya.""Iya, kamsia ya Ii," jawab Vina.Tak lama kemudian, nomor antrian mereka pun dipanggil masuk. Romi dan Vina serempak menggandeng Lie Hwa. Membuat beliau tersenyum melihat keduanya.Dokter Hanifah cukup ramah. Beliau tersenyum saat mereka memasuki ruang praktek."Vina aja dulu yang diperiksa," ujar Lie Hwa pada Romi."Selamat sore. Bapak, Ibu," sapa Dokter Hanifa
Vina menatap Romi yang sedang berusaha keras menahan tangisnya. Mereka sudah tiba kembali di kos an sejak sejam yang lalu. Namun, Romi masih terlihat seperti orang linglung.“Aku pikir, setelah operasi kemarin mama udah sehat. Ternyata malah kankernya udah menyebar ke mana-mana,” kata Romi. Vina menghela napas panjang, ia menepuk bahu Romi perlahan.“Kapan mama mau ke rumah sakit lagi?” tanyanya kepada Romi.“Besok malam kan harus rujuk ke rumah sakit Anisa untuk pemeriksaan lanjut. Kamu mau ikut?” Vina langsung menganggukkan kepalanya.“Mau.”“Ya udah besok kamu aku jemput ya.”Vina menarik napas panjang, dan memeluk Romi. Ia ingin sedikit mentransferkan rasa nyaman kepada kekasihnya itu."Nanti, kita punya anak jangan satu ya. Aku mau dua atau tiga gitu," sahut Romi."Loh, kok jadi ngomongin soal anak sih?Ini kan tadi lagi bahas mama. Kenapa jadi soal anak?" protes Vina. Romi menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan lalu menatap wajah kekas
Drrrt drrtt Romi meraih ponsel Vina yang kebetulan ada di dekatnya."Gladies ni yank, tumben amat itu anak telpon.""Halo, beeeb," sapa Gladies."Apaan," jawab Romi yang masih memegang ponsel Vina. Vina hanya geleng kepala saja melihat kelakuan Romi yang kadang memang ajaib itu."Iiiih, kok lo yang angkat sih, Panjul.""Suka – suka gue-lah.""Dodol, si Vina mana?""Lagi mabok dia kalo jam segini.""Ih ini bocah, serius guweeee," pekik Gladies di seberang sana. Gladies memang teman dekat Vina dan Romi."Ya serius, emang dia ngga cerita kalau dia lagi ngisi?""Ngisi apaan maksudnya?Eh, tunggu jangan bilang kalau ... oh my God, panjul! Lo apain si Vina? Gila lo ya, tanggung jawab lo!" pekik Gladies membuat Romi menjauhkan ponsel dari kupingnya, sebelum ia budeg gara-gara jeritan Gladies. Vina yang melihat hanya terkikik geli, lalu ia pun mengambil ponselnya dari Romi. Tanpa disuruh ia menyalakan loud speaker, supaya Romi juga bisa mendengar percakapan mereka. "Apaan sih beb, teri