Pikiran Bella masih mengawang-awang mengingat apa yang tadi diucapkan oleh Yusuf; putus. Apa semudah itu bagi mereka untuk berpisah? Sungguhkah semua berakhir di sini? Batinnya tak percaya. Semua terasa begitu surreal, tidak nyata, Bella berharap ini hanya mimpi. Dia berharap semua ini hanya lelucon atau prank yang dibuat oleh Yusuf.
"Kamu nggak apa-apa, Bel? Mau ikut ngopi, nggak?" ajak Ruby.
Bella bergeming, mukanya yang pucat akhirnya memicu kecemasan Ruby.
"Bel, woi! Kamu nggak apa-apa, kan?"
Detik selanjutnya Bella berdiri, dan langsung pergi ke toilet. Di sana dia melepaskan tangisan sejadi-jadinya. Dia sadar satu hal, dia dan Yusuf benar-benar telah berpisah, mereka sungguh putus kali ini. Bukan lelucon, dan tidak ada prank.
***
Kabar soal putusnya Bella dan Yusuf menyambar cepat ke seisi kantor majalah GLAM layaknya api yang disiram dengan bensin. Meski banyak yang menodongnya dengan pertanyaan, Bella memilih untuk bungkam.
Da
“Enak udonnya?” tanya Malik.Tanpa kata-kata, Bella mengangguk dengan mulut yang tak henti menyeruput udon buatan Malik. Tadinya Malik ingin mengajaknya makan malam di restoran turki favoritnya, tapi restoran itu sudah telanjur tutup. Tak ada opsi lain, Malik mengajak Bella ke apartemennya, lalu memasak semangkuk udon instan.Bella makan amat lahap, wajar mengingat perutnya tak diisi sejak siang, ditambah stres memikirkan nasib cintanya dengan Yusuf yang telah resmi kandas, dia memang butuh energi ekstra.“Enak banget! Makasih ya!” seru Bella sambil menyeka mulutnya dari sisa minyak makanan.“Cuma itu yang bisa aku buat,” sahut Malik tersipu.Lantaran canggung, Bella mengedarkan pandangan ke sekitar apartemen Malik yang serba krem. “Cantik ya apartemen kamu. Rapi juga, terurus.”“Iya ... tapi nggak sebagus punya Yusuf, kan? Lokasinya juga nggak elit, ini juga udah syukur aku dikasih.&rdqu
Bella panik ketika matanya terbuka, dan yang pertama menyambutnya adalah cahaya matahari pagi yang begitu terik menerpa muka.Mampus! Gawat! Udah jam 8 aja! Pekiknya dalam hati. Kalau hari ini dia terlambat lagi, entah apa yang akan dikatakan oleh atasannya. Bella cepat-cepat ke kamar mandi, lalu berpakaian, mendempul mukanya dengan riasan sekadarnya. Namun, saat dia keluar dari kamar, Malik malah terlihat duduk santai menikmati sarapan di atas meja makan.“Pagi, Bella ... gimana tidur kamu semalam? Ayo sarapan dulu, aku udah siapin roti sama jus jeruk—““Ini bukan waktu yang pas buat basa-basi, Malik! Kenapa kamu nggak bangunin aku?! Masih sempat sarapan segala! Kita telat loh!”Malik terperangah kemudian. “Lah iya ya ... kamu masuk pagi kan, ya?”“Malah nanya balik! Masa nggak tau, sih?!” damprat Bella sebal.“Sorry ... sorry, soalnya aku kerja masih part time, aku masuk siang bia
Mata Yusuf memandang kosong pada gaun putih yang melekat indah di sebuah manekin. Pikirannya berkecamuk, keraguan dan keyakinan silih berganti timbul dalam benaknya. Ayahnya menyambut gembira keputusan sembrono yang dia buat, pun ibunya setuju-setuju saja, tapi justru dia yang sekarang tidak yakin apakah ini keputusan tepat. Dia acak rambutnya untuk sekadar melepas stres.“Kenapa, Suf? Kok bengong?” tanya Leila yang merangkulnya dari belakang.“Nggak apa-apa,” jawab Yusuf pendek.Leila membalik tubuh Yusuf, membuat muka mereka saling berhadap-hadapan. “Aku tau kamu bohong. Pasti ada yang lagi kamu pikirin, kan? Apa, Suf? Kamu ragu sama keputusan kamu sekarang?”Yusuf menggeleng tanpa kata.“Sebetulnya, aku juga penasaran loh, apa yang bikin kamu tiba-tiba ngambil keputusan secepat ini buat menikahi aku. Apa alasannya? Ke
Sesuai perkataan Malik, Bella menguatkan hatinya. Bersama mereka menghampiri Yusuf dan Leila yang sedang menyalami para tamu di altar, mereka pun tak boleh ketinggalan untuk memberi selamat, meski sebetulnya hati Bella kacau balau, dan rasanya ini semua sangat konyol.“Selamat ya, nggak nyangka kalian akhirnya jadi juga,” ucap Malik terdengar sarkastis.Leila mengutas senyum dan menyambut uluran tangan Malik. “Mungkin ini yang namanya kekuatan cinta,” ucapnya penuh percaya diri. Dia mendekatkan mukanya ke pipi Malik, lalu menciumnya sekilas sambil berbisik, “Ini juga kan berkat kamu, makasih ya ...”Bisikan itu tidak direspons oleh Malik, dia tak ingin mengungkit apa yang pernah dia rencanakan bersama Leila, sebab bagaimanapun Bella belum sepenuhnya menerima dia sebagai pengganti Yusuf.“Kamu datang juga rupanya, Bella ... senang deh liat ka
“Kamu betul-betul udah kehilangan akal sehat, Yusuf!! Kamu udah gila!!” teriak Pak Abizard setelah Yusuf dibawa masuk ke ruang ganti di belakang.Sepupu-sepupu Yusuf diam, saling memandang satu sama lain kemudian memilih untuk keluar, memberi ruang bagi Yusuf untuk bicara berdua dengan ayahnya.“Kamu dengar Papa, Suf?! Kamu dengar?! Kamu bukan hanya mencoreng nama baik kita di depan keluarga Leila, tapi juga mencoreng nama baik keluarga besar kita di depan semua kolega Papa! Di depan semua orang!! Kamu rusak semuanya! Kita akan kehilangan kepercayaan mereka, kita akan hancur! Nama kamu akan jadi omongan semua orang, bahkan bisa tersebar ke media-media! Apa itu yang kamu mau?!!”Yusuf mengerling sinis. “Udah selesai khotbahnya? Papa nggak cukup selama ini ngatur-ngatur hidup aku kayak apa? Sekarang Papa juga mau aku menjilat kaki mereka semua?”“Ka
Bella terlihat berusaha menghindar dari tatapan Malik, dan berniat untuk menarik tangannya kembali. Namun, Malik tetap menarik kuat-kuat tangannya.“Jawab aku sekarang, Bel. Please ... aku mau hidup bersama bareng kamu.” Dia lantas mengeluarkan kotak cincin dari sakunya lagi. “Kamu mau?”Bella menghela napas panjang. “Aku nggak tau, Malik ... kamu tau luka di hati aku belum sepenuhnya sembuh. Itu cuma bakal nyakitin kamu sendiri, loh.”“Kamu pikir aku nggak tau soal itu sebelum ngelamar kamu? Kamu pikir aku nggak siap untuk nerima konsekuensinya? Aku siap, Bella! Aku siap menerima semua situasi dan kondisi kamu! Aku akan belajar dan bersabar buat nunggu hati kamu pulih, dan mungkin aja ... malah aku yang akan bikin hati kamu pulih lagi. Ya kan?” Malik membujuk sepenuh hati.“Ada alasan lain kenapa aku berat untuk nerima kamu, Malik. Ka
“Lucu banget ya nggak, sih? Kita bisa ketemu di sini, di waktu yang sama sekali nggak terduga, lagi!” ujar Agus pembuka percakapan kembali.Saat ini dia dan Bella sedang minum kopi di kafetaria sambil menikmati dua potong roti mocca.“Iya ...” sahut Bella sekadarnya saja.Agus menggaruk pipinya tanpa alasan lantaran canggung. “Eum ... aku dengar, Leila udah tunangan, ya? Sebetulnya aku diundang kemarin, tapi ... kayaknya yang tunangan sama dia ... mas yang kemarin jadi pacar kamu deh, Yusuf kan ya namanya?”Bella memaksa diri untuk tegar mengangguk, mengiyakan.“Maaf kalau pertanyaan aku lancang, ya. Lupakan aja.”“Nggak apa-apa, santai aja kali, aku biasa aja, kok.”“Jadi kalian udah putus? Aku kira kemarin kalian beli lukisan buat ditaruh di rumah bersam
Leila memperhatikan detail demi detail dekorasi gedung pernikahan yang sesuai dengan tema yang dia inginkan. Sementara itu, Yusuf berjalan lesuh di belakangnya. Pihak Wedding Organizer yang mendampingi mereka lebih sering bicara dengan Leila ketimbang Yusuf.“Pak, saya mau bunganya nanti semua warna putih ya, jangan warna-warni, norak,” pinta Leila. Diliriknya Yusuf yang tidak berkomentar sama sekali. Disikutnya calon suaminya itu. “Kamu kok diam aja? Nggak mau nambahin ide atau apa?”“Apapun oke buat aku, harusnya malah urusan kayak gini cukup kamu aja yang urus, nggak perlu aku ikut.”Air muka Leila langsung berubah padam, siapapun tentu sewajarnya terluka mendengar perkataan tajam Yusuf. “Apa sih maksud kamu ngomong kayak gitu? Kamu nggak ada niat banget, deh. Ini tuh pernikahan kita, Suf, bukan pernikahan aku sendiri! Kalau kamu nggak serius, buat apa