Share

Rasa takut

"Tapi Mas?"

"Tapi kenapa! Bukannya kita saling mencintai, apa yang salah jika kita saling mencintai?" Tanya Mas Arka.

Mas Arka terus memaksa jika kami akan memulai semuanya dari awal seperti dulu saat kami pertama kali saling jatuh cinta.

"Mas, Aku memang mencintaimu bahkan sangat mencintaimu tapi Aku takut akan ada yang tersakiti Mas," lirihku pada Mas Arka yang masih erat menggenggam tanganku.

Kami benar-benar dimabuk asmara, hingga malam tiba kami masih duduk berdua di cafe, Mas Arka menceritakan segala yang pernah kami lalui dahulu, mengingatkan kembali masa-masa indah kami pacaran dulu.

Membuatku larut dalam dekapannya dan menerimanya kembali menjadi kekasihku meski statusku adalah simpanannya saat ini, demi Mas Arka aku rela.

Mas Arka berjanji akan segera menikahiku meski statusku menjadi istri keduanya. Karena ia tidak mungkin menceraikan Maura, semua yang ia miliki saat ini adalah milik Maura.

Cintaku pada Mas Arka telah membutakan mataku, Aku terlalu nyaman berada di dalam dekapannya. Bagiku Mas Arka adalah segalanya dan pelindungku.

***

Sejak Aku menerima Mas Arka kembali masuk kedalam hidupku, hari-hariku semakin bahagia, Mas Arka selalu membuatku tersenyum dengan hadiah-hadiah kecilnya. Ia begitu memanjakanku dengan perhatiannya.

Apalagi saat ini ia sedang ada tugas di Kota tempat tinggalku, jadi kami sering menghabiskan waktu bersama walau itu mencuri waktu dari kedua orang tua.

Demi bisa bertemu Mas Arka aku sering ijin tidak masuk kerja bahkan berbohong pada Ibu, Mas Arka bilang ia yang akan menjamin semua kebutuhanku jadi aku tak perlu capek-capek untuk bekerja lagi tapi tidak mungkin jika aku harus berhenti bekerja.

Mas Arka juga berjanji akan membelikan aku sebuah rumah yang akan kami tempati nanti jadi jika nanti ia ingin bertemu denganku tidak sembunyi-sembunyi lagi seperti sekarang.

"Sayang kamu kapan mau nikahi Aku? Kan capek jika terus sembunyi-sembunyi begini?" Tanyaku manja pada Mas Arka saat kami sedang berduaan.

"Sabar Sayang, nanti pasti kita Nikah tapi kamu harus sabar dulu, lagian proyek aku disini kan masih lama jadi kita masih banyak waktu untuk bersama-sama," ucap Mas Arka meyakinkanku.

"Tapi Mas, Aku kan udah gak sabar mau jadi istri kamu juga," rengekku dengan manja.

"Iya, kamu tenang aja nanti juga kita pasti nikah dan besok kita kan mau lihat rumah baru buat kamu."

"Beneran Mas kamu jadi beliin Aku rumah? Rumah baru?" Tanyaku sambil tersenyum lebar dan memeluk erat calon suamiku.

"Iya dong, masak Mas bohong sama kamu, rumah itu juga nanti atas nama kamu."

"Makasih ya Mas, kamu memang lelaki idaman dan calon suami terbaik," seruku.

"Yaudah sekarang kita pulang sebentar lagi gelap nanti kamu dicariin sama Ibu."

"Baik Mas."

****

Sampai dirumah, Bapak sudah menungguku di depan pintu, Aku tahu jika Bapak akan banyak bertanya.

Dengan santai aku berjalan masuk kedalam rumah tak lupa ku ucapkan salam pada Bapak.

"Kamu dari mana saja Nak! Bapak perhatikan akhir-akhir ini kamu sering pulang Malam tidak seperti biasanya?" Tanya Bapak.

"Iya, Maafin Cila Pak! Sekarang banyak kerjaan soalnya jadi Cila suka pulang terlambat, Maaf ya Pak," ucapku meyakinkan Bapak agar tak marah.

"Ya sudah kalau begitu, kamu istirahat sekarang."

"Baik Pak, Cila masuk kamar dulu," Aku berpamitan pada Bapak yang masih duduk di ruang tamu sambil menikmati secangkir kopi hitam kesukaannya.

Sampai di dalam kamar aku menarik nafas panjang, ada rasa takut dalam diriku, takut jika Bapak dan Ibu tahu jika Aku menjalin hubungan dengan Mas Arka yang jelas-jelas sudah menikah.

Entah sampai kapan aku bisa menyembunyikan hubunganku dengan Mas Arka. Aku takut jika Ibu dan Bapak tahu.

Kutepis semua rasa cemas dalam pikiranku lebih baik Aku membersihkan diri dan beristirahat karena sebentar lagi pasti Mas Arka menelpon ataupun mengirimkan pesan padaku.

***

Benar saja saat aku sedang bersantai-santai sambil membaca buku, Mas Arka mengirimkan pesan gombalnya padaku.

Aku sangat menyukai gombalannya, aku jadi tak sabar untuk segera menikah dengannya meski statusku nanti adalah istri simpanan aku tak peduli itu yang penting bagiku adalah bisa menikah dengannya.

Tok … tok !

Suara ketukan pintu dari luar kamarku, entah siapa yang mengetuk pintu malam-malam begini.

Tok … tok !

"Iya sebentar!"

"Siapa sih ganggu aja," gerutuku sambil membuka pintu.

"Ibu!"

"Ada apa Bu? Kok malam-malam nyariin Cila?" Tanyaku pada Ibu yang mengetuk pintu kamarku.

"Ibu cuma mau tanya kenapa kamu belum makan malam, Ibu perhatikan sekarang kamu jarang makan, kenapa? Kamu sakit Nak?" Tanya Ibu padaku.

"Hem … itu Bu, Cila cuma lagi diet aja kok, biasalah Bu anak gadis," jawabku asal.

"Diet kamu bilang!" Ibu tampak heran dengan jawaban yang kuberikan karena selama ini memang aku tak pernah diet.

"Ya udah Ibu istirahat dulu kalau begitu," ucap Ibu berlalu.

Lagi-lagi aku berbohong pada Ibu karena sebenarnya Aku sudah makan tadi bersama Mas Arka.

Sampai kapan aku harus berbohong kepada kedua orang tuaku, Aku takut jika nanti mereka tahu yang sebenarnya, lagi-lagi pikiran itu menghantuiku.

Jika mereka tahu aku menjalin hubungan dengan Mas Arka entah apa yang akan mereka lakukan padaku, apapun konsekuensinya harus aku terima demi bisa tetap bersama Mas Arka, cinta memang sudah membutakan mata ku.

Aku sudah tak sabar untuk bertemu Mas Arka besok, karena kami besok akan melihat rumah baru yang dibelikan Mas Arka untukku.

Rumah yang nantinya untuk kami tempati bersama.

Aku senyum-senyum sambil membayangkan rumah baru yang didalamnya hanya ada aku dan Mas Arka serta anak-anak kami nantinya.

Betapa bahagianya keluarga kecilku namun sayangnya itu masih dalam khayalanku yang sebentar lagi akan menjadi kenyataan.

Saat pikiranku masih bertraveling ke duania khayalan tiba-tiba ponselku bergetar.

Dret … dret!

Siapa sih yang telpon sudah malam begini, aku berjalan menuju nakas yang ada di samping tempat tidurku untuk mengambil ponsel.

Dret … dret!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status