Share

Bab 2

Penulis: Coco An
Aku menunggu di tepi jalan selama tiga jam yang menyiksa.

Dari siang hingga senja, angin laut berubah dari panas menjadi dingin.

Cahaya di cakrawala perlahan memudar, dan bayanganku makin lama makin redup.

Andre tidak pernah menghubungiku.

Baru ketika baterai ponselku tinggal satu persen, aku terpaksa memanggil taksi dan pulang.

Begitu masuk rumah, Keisya kembali mengunggah di media sosialnya.

Dalam video, mereka berdiri di pantai sambil menonton kembang api.

Andre menggendong anak Keisya dan dengan lembut merapikan rambutnya yang tertiup angin.

Laut di belakang mereka berkilauan dengan lapisan cahaya keemasan.

Tawa mereka terdengar jelas tapi jauh, seolah dari dunia lain.

Keisya menulis di bawah video itu.

[Kembang api bersinar terang. Kembang api romantis melambangkan kebahagiaan.]

Napasku tercekat di tenggorokan.

Pertunjukan kembang api itu harusnya menjadi kejutan yang aku persiapkan untuk ulang tahunku.

Aku ingat sekali, bahkan musiknya pun pilihanku sendiri.

Komentar terus bermunculan di bawah unggahan itu.

[Keluarga bahagia.]

[Anakmu mirip sekali dengan Andre.]

Keisya tidak menanggapi, hanya memberi emoji senyum.

Dalam video tersebut, terdengar suara orang lain bertanya kepada Andre, "Kamu harusnya jemput Viona, 'kan?"

Suara Andre dalam dan lembut.

"Terlambat sebentar nggak apa-apa. Viona punya sifat yang lembut, dia nggak akan marah."

Suara lembut itu membuatku mengerti sepenuhnya.

Dia tidak melupakanku dengan sengaja.

Dia hanya sudah terbiasa kumaafkan.

Aku menatap layar, ujung jariku menelusuri tepian ponsel.

Dadaku terasa dingin dan mati rasa.

Jadi... di matanya, aku tidak akan pernah marah.

Aku akan selalu pengertian.

Aku tidak akan pernah pergi.

Aku bersandar di sofa. Kenangan masa lalu kami berputar dalam pikiranku.

Saat itu musim penghujan. Cuaca mengamuk bagaikan badai.

Aku sakit dan mengambil cuti kerja. Dia mengemudi dari luar kota semalaman hanya untuk mengantarkan obat ke rumahku.

Dia berkata, "Ingat, aku akan selalu ada di sampingmu."

Aku tertawa dan menjawab, "Kita cuma teman."

Dia berhenti sejenak, lalu menjawab dengan lembut, "Kalau begitu, aku akan menjadi temanmu seumur hidup."

Beberapa bulan kemudian, dia mengungkapkan perasaannya kepadaku pada hari ulang tahunku.

Aku ingat kembang api malam itu. Sama megahnya dengan kembang api malam ini.

Dia memegang tanganku dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Viona, aku ingin melihat semua lautan di dunia bersamamu."

Aku percaya padanya.

Kukira dia akan ingat, bahwa dialah yang pertama kali berjanji untuk menemaniku pergi menyaksikan indahnya laut.

Kembang api meledak satu demi satu dalam video, sementara hatiku hancur keping demi keping.

Aku bangkit dari sofa dan berjalan ke jendela.

Angin di luar agak dingin dan bertiup masuk membawa sedikit bau lembap dan asin.

Aku menunduk menatap cincin di tanganku.

Dia sendiri yang memasangnya pada hari kami bertunangan.

Dia pada saat itu berkata, "Aku ingin melindungimu seumur hidupku."

Aku percaya padanya.

Tapi sekarang, aku bahkan tidak mendapat satu perhatian pun darinya.

Aku melepas cincin itu dan menaruhnya di laci yang paling dalam. Hatiku sudah memiliki jawaban.

Pernikahan yang aku nanti-nantikan tidak akan pernah terjadi.

Setelah makan malam ditemani kembang api, mereka pun pergi ke perkemahan terdekat.

Temanku juga ikut. Dia marah karena Keisya mengambil alih tendaku dan hampir bertengkar dengannya.

"Tenda ini punyanya Viona. Kalian nggak berhak pakai."

Keisya berkata lirih, "Maaf, aku nggak mikir sejauh itu."

"Sekarang sudah larut malam. Aku dan Kirana nggak ada tempat ..."

Temanku mencibir, "Kalau nggak ada tempat, pulang saja. Siapa suruh kamu tetap di sini?"

Keisya terdiam, dan temanku langsung melempar barang-barang mereka keluar.

Andre akhirnya ingat padaku.

"Dia sendirian di sana, haruskah kujemput?"

Dia mendesah dan berbalik untuk mengambil kunci mobilnya.

Keisya segera melangkah maju, suaranya lembut. "Andre, ayo kutemani."

"Biar kujelaskan langsung ke Viona. Mungkin aku bisa sedikit menenangkannya."

Sambil mengatakan itu, dia dengan santai merapikan kerah baju Andre.

Andre ragu sejenak, tapi akhirnya mengangguk.

Keisya lalu mulai mengemas barang-barang mereka, menenangkan anaknya, lalu mencari biskuit dengan santai ....

Menunda waktu selama satu jam penuh.

Selama waktu ini, dia mengambil ponselnya dan merekam video sambil tersenyum.

"Aku mau jemput teman baikku. Semoga Viona nggak marah."

Aku melihat video itu segera setelah diunggah.

Dia tersenyum lembut, tetapi matanya bersinar penuh kemenangan.

Aku pun membuka kontak dan mengetik sebaris pesan.

[Nggak usah jemput. Aku sudah pulang sendiri.]

Terkirim.

Layar meredup.

Ruangan menjadi sunyi senyap.

Aku bersandar di kursi dan memejamkan mata.

Ruang kosong dalam hatiku akhirnya runtuh seluruhnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 10

    Andre entah dari mana tahu bahwa aku akan menikah dan mulai menghubungiku lagi."Viona, kamu mau menikah?"Andre tampak sedih, matanya tampak putus asa."Viona, tolong beri aku satu kesempatan lagi.""Aku janji nggak akan membuat kesalahan yang sama."Aku menatapnya, tidak merasa tergerak sama sekali."Andre, kita nggak bisa balik lagi.""Aku sudah punya tunangan. Kita sudah nggak mungkin lagi."Andre membeku, menundukkan kepalanya. Suaranya pecah saat berbicara, "Kamu sebenci itu kepadaku?"Aku mendesah dan menggelengkan kepala."Aku nggak benci, aku cuma nggak mencintaimu lagi."Andre terdiam cukup lama sebelum perlahan mengangkat kepalanya."Oke, aku doakan yang terbaik untukmu."Dengan itu, dia berbalik dan pergi.Punggungnya yang menjauh tampak hancur dan kesepian.Setelah Andre pergi, berita bahwa pewaris Keluarga Devandra akan menggelar upacara pertunangan menyebar ke seluruh kalangan.Baru pada saat itulah semua orang menyadari bahwa aku akan menjadi Nyonya Devandra.Mereka yan

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 9

    Setelah meninggalkan rumah Andre, aku berpapasan dengan seseorang yang kukenal.Nino.Dia bukan anak manja seperti dulu lagi. Dia sudah jauh lebih dewasa dan tenang.Saat melihatku, dia sekilas tampak kaget, lalu dia tersenyum."Viona, kamu kembali.""Kamu tambah cantik, aku hampir nggak kenal."Aku tersenyum tipis. "Nino, kamu juga sudah berubah."Nino menggaruk kepalanya, tampak sedikit malu."Mungkin, kehidupan memaksaku belajar lebih dewasa."Dia melirikku dan tiba-tiba berkata, "Viona, mau ikut aku pulang?""Ayah dan Ibu kangen kamu."Aku sedikit terkejut, tapi tetap mengangguk."Oke."Aku memang sudah berencana untuk pergi ke rumah agar orang tuaku tahu bahwa aku aman.Saat kami tiba di rumah, kami mendapati keributan di depan pintu."Tante, tolong izinkan kami masuk.""Kami sudah sadar kesalahan kami, kami minta maaf."Itu suara Keisya dan anaknya.Mereka dilarang masuk, tapi mereka tetap menolak untuk pergi.Keisya melihatku, sekilas rasa kebencian terpancar di matanya."Viona,

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 8

    Andre meninggalkan rumah keluargaku dalam keadaan bingung dan sedih, sambil memegangi gaun pengantin.Tempat itu kembali tenang seperti semula setelah kepergiannya.Tapi aku tetap tidak kembali dan tidak pula memperhatikan urusan mereka.Aku kembali ke kota kecil tempat aku tinggal semasa kecil, tempat yang dulu memberiku penderitaan tiada akhir, tapi juga tempat yang sangat kukenal.Sekarang, aku sudah dewasa dan bukan anak kurus yang kelaparan itu.Orang-orang di sini telah lama melupakan gadis kecil yang diculik dan dijual ke sini bertahun-tahun yang lalu.Aku menggunakan tabunganku untuk membeli rumah kecil.Aku sudah lolos sertifikasi guru dan menjadi guru di sekolah dasar terdekat.Orang-orang di sini sederhana dan ramah. Senyum anak-anaknya polos dan murni.Bersama mereka setiap hari, aku perlahan melupakan rasa sakit masa laluku.Seminggu kemudian, aku melihat ponselku dan melihat Andre telah mengirimi lebih dari seratus pesan.[Viona, kamu di mana?][Viona, kumohon kembalilah.

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 7

    Andre datang ke kamarku sambil membawa gaun pengantin yang rusak itu.Dia membuka pintu dan tertegun oleh pemandangan di hadapannya.Kamarku telah diubah menjadi studio tari anak-anak.Dindingnya dipenuhi foto-foto Kirana yang sedang menari. Sepatu menari serta mainan Kirana berserakan di karpet berwarna merah muda.Barang-barangku telah lama hilang tanpa jejak.Andre menatap dengan mata terbelalak, tidak percaya pada apa yang dilihatnya.Dia memegangi dadanya, rasa nyeri berdenyut ke jantungnya.Ternyata, Viona di rumah ini tidak begitu diperhatikan.Dia tiba-tiba mengerti betapa putus asa dan hancurnya Viona saat ditinggalkan sendirian.Andre memeluk gaun itu dan perlahan keluar dari ruangan.Saat melewati ruang tamu, Nino melihatnya dan berhenti.Andre menatapnya dengan dingin dan berkata dengan suara rendah, "Nino, apa Viona benar-benar keluarga kandungmu?"Mendengar ini, wajah Nino langsung menjadi gelap.Dia kemudian teringat bahwa kamar Viona telah diubah menjadi studio tari.Wa

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 6

    Setelah gagal meyakinkan orang tuanya sendiri, Andre datang memohon kepada orang tuaku.Begitu dia melangkah masuk, Kirana berlari menghampiri dan mengulurkan tangan untuk meminta gendong."Kak Andre, akhirnya kamu datang! Kirana kangen kamu!"Tapi, pikiran dan mata Andre sepenuhnya terfokus padaku. Dia tidak sempat memperhatikan Kirana.Dia langsung masuk ke ruang tamu. Melihat keadaan ruangan yang berantakan, raut wajahnya langsung kelam."Om, Tante."Orang tuaku meliriknya, tapi tidak berkata apa-apa.Andre tidak peduli. Dia melihat sekeliling dan tiba-tiba melihat selimutnya di sudut ruang tamu yang berantakan.Itu adalah selimut yang aku rajut sendiri untuknya, dan dia sangat menghargainya.Tapi kini, selimut itu tergeletak kotor di sudut ruang tamu.Dia melotot ke arah pelayan, suaranya tajam."Siapa suruh kamu sentuh barang-barangku?!"Kirana ketakutan melihat sikapnya dan menangis.Nino mendengar keributan dan berlari menghampiri.Dia menatap Andre dengan tajam, suaranya kesal.

  • Hadiah Ulang Tahun untuk Wanita Lain   Bab 5

    Hingga waktu makan malam tiba, aku masih belum pulang.Ibu terdengar sedikit kesal. "Kenapa Viona belum pulang-pulang?"Nino yang sedang asyik bermain game menjawab tanpa mengalihkan pandangannya."Dia pasti sengaja, biar makan kita nggak enak.""Bu, biarkan saja dia. Sebentar lagi juga pasti pulang."Ayahku mengerutkan kening dan meletakkan sendoknya."Pergi ke mana sih? Kenapa belum pulang?""Bukannya sudah disusul Andre? Kenapa belum pulang juga?"Ibuku membalas dengan kesal."Siapa yang tahu? Mungkin sudah disusul Andre, lalu dia sengaja ngulur-ngulur waktu.""Sudah dewasa, masih saja cari-cari perhatian.""Andre juga, kenapa dia belum pulang lagi?"Mereka sama sekali tidak mengkhawatirkanku. Mereka malah mengkhawatirkan Andre.Pada saat itu, Andre sedang menyisir seluruh kota untuk mencariku.Untuk menghiburku, dia pergi ke lelang dan membelikan aku kalung rubi mahal.Dia mencoba meneleponku, tapi nomorku tidak aktif.Dia pergi ke tempat-tempat yang sering aku kunjungi, tapi tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status