Home / Romansa / Hai Om, Aku Calon Istrimu! / Menu Sarapan Bergizi

Share

Menu Sarapan Bergizi

Author: Syamwiek
last update Last Updated: 2025-11-12 20:19:46

Aku menatap Om Kais dengan mata membulat tak percaya. Bisa-bisanya dia menyebut cumi bunting kribo hasil karyaku itu siluman cumi!

Dasar!

Dia nggak tahu apa aku butuh perjuangan buat bikin ‘rambutnya’—motong tentakel satu-satu, tipis-tipis, biar tampilannya estetik. Eh, malah dikatai makhluk gaib!

“Tuh kan! Makanya aku bilang jangan dibuka. Itu tuh sebenarnya buat aku sendiri, bukan buat Om!”

Om Kais terkekeh, tampak sama sekali tidak menyesal. “Tapi kamu bawa ke sini.”

“Ya karena… aku sayang hasil masakanku!” protesku cepat. “Aku pengen makan sendiri, bukan buat ditertawain kayak gini.”

“Sayang hasil masakan?” godanya dengan nada geli. “Atau sayang pembuatnya?”

Aku memutar bola mata. “Om, serius deh, itu cumi spesial. Aku udah bela mati-matian waktu Mama mau buang.”

Om Kais menatap isi kotak bekal itu lagi, ekspresi takjub. “Bela mati-matian demi siluman cumi, ya?”

“Bukan siluman!” seruku hampir meledak. “Itu seni kuliner! Konsepnya tuh avant-garde seafood—eksperimen visual yang belu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Viva Oke
ya ampun perutku sakit deh..ngajak Mulu dengan tingkah konyolnya Binar.
goodnovel comment avatar
Dhiyah
Ada2 aja si Binar nii… Haduuuh lah…siap2 Om Kais jd kelinci percobaan trs sampe Binar bener2 bs masak enak n ramah di lidah Wkwkwk
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
cieeee yang udah fasih panggil sayang heheheh... sayang gak tuhhhhhh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Menu Sarapan Bergizi

    Aku menatap Om Kais dengan mata membulat tak percaya. Bisa-bisanya dia menyebut cumi bunting kribo hasil karyaku itu siluman cumi!Dasar!Dia nggak tahu apa aku butuh perjuangan buat bikin ‘rambutnya’—motong tentakel satu-satu, tipis-tipis, biar tampilannya estetik. Eh, malah dikatai makhluk gaib!“Tuh kan! Makanya aku bilang jangan dibuka. Itu tuh sebenarnya buat aku sendiri, bukan buat Om!”Om Kais terkekeh, tampak sama sekali tidak menyesal. “Tapi kamu bawa ke sini.”“Ya karena… aku sayang hasil masakanku!” protesku cepat. “Aku pengen makan sendiri, bukan buat ditertawain kayak gini.”“Sayang hasil masakan?” godanya dengan nada geli. “Atau sayang pembuatnya?”Aku memutar bola mata. “Om, serius deh, itu cumi spesial. Aku udah bela mati-matian waktu Mama mau buang.”Om Kais menatap isi kotak bekal itu lagi, ekspresi takjub. “Bela mati-matian demi siluman cumi, ya?”“Bukan siluman!” seruku hampir meledak. “Itu seni kuliner! Konsepnya tuh avant-garde seafood—eksperimen visual yang belu

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Siluman Cumi

    Srengggg! Aku langsung menjerit dan mundur terbirit-birit saat minyak panas dari wajan menyembur ke arah wajahku begitu potongan cumi masuk ke dalamnya. “Aw! Panas banget!” seruku panik sambil meniup punggung tangan yang ikut kena percikan. Bibi dan Mama yang baru masuk ke dapur langsung menjerit panik. Mereka bergegas memeriksa tubuhku, memastikan apakah ada bagian yang terkena minyak panas atau tidak. Heboh banget—padahal aku cuma mau menggoreng cumi bunting, tapi ujung-ujungnya dapur jadi kayak kapal pecah. “Astaga, Adek!” seru Mama cemas. “Untung wajah kamu nggak kenapa-napa,” lanjutnya dengan kesal. “Hehe, nggak apa-apa, Ma. Tadi cuma kaget aja,” jawabku sambil meringis. Sementara itu, Bibi langsung mengambil alih wajan, membalik cumi yang tadi aku goreng, lalu mengecilkan api kompor ketika melihat sayur di sebelahnya mulai mendidih terlalu kencang. “Lagian, ngapain sih sepagi ini udah bikin rusuh di dapur?” omel Mama sambil menatapku dari ujung kepala sampai kaki. “Biasa

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Stalking Mantan

    “Tinggi banget sih, tapi kerempeng. Terus datar dan tepos, kurang menarik,” komentar Safa sambil menatap layar tablet dengan ekspresi menilai. Aku melirik sekilas ke arah layar, lalu menahan napas. Foto yang sedang kami lihat adalah akun media sosial milik mantan tunangan Om Kais—Rhea Adler. Perempuan blasteran Jerman-Indonesia yang dulu sempat jadi model majalah terkenal. “Kurang menarik apanya, Sa,” sahutku. “Dia cantik banget, kulitnya bening, matanya abu-abu. Model internasional, loh.” Safa mendengkus. “Iya, tapi kok vibe-nya dingin banget, ya? Lihat nih caption-nya—‘Elegance is when you make silence loud.’ Apaan sih? Kayak ngomong sama cermin.” Aku terkekeh pelan, tapi pandanganku masih terpaku pada foto-fotonya. Rhea terlihat sempurna di setiap jepretan—entah sedang di Paris, menghadiri pameran seni, atau sekadar duduk di cafe mahal dengan ekspresi datar tapi elegan. Safa mencondongkan tubuhnya. “Bee, kamu yakin nggak salah bersaing, nih? Mantan calon istrinya aja udah

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Terhalang Masa Lalu

    Begitu mobil Om Kais keluar dari halaman, suasana rumah terasa sedikit lengang. Aku masih sempat melambaikan tangan sebelum akhirnya menutup pintu dan berbalik. Saat aku menoleh, Mas Pandu sudah berdiri di ruang tamu, menungguku untuk makan malam. Mas Pandu menepuk ringan bahuku. “Ayo, cepat ke ruang makan. Sebelum nasinya keburu dingin.” Aku mengangguk dan mengikutinya. Begitu duduk, aroma masakan langsung menyeruak. “Wah, wanginya bikin perut semakin keroncongan.” “Kamu tuh, kalau sudah urusan makan, semua masalah langsung beres aja, ya?” celetuk Mas Pandu sambil menuangkan jus melon ke dalam gelas. “Ya jelas,” jawabku santai sambil mengambil sendok. “Orang lapar nggak bisa mikir jernih, Mas.” “Dek—” panggilnya pelan. “Kamu tahu nggak, Mas Kais dulu sempat mau nikah?” Aku menoleh, sendok masih di tangan. “Serius? Baru tahu aku.” Mas Pandu mengangguk pelan. “Itu kejadian udah lama banget, mungkin hampir sepuluh tahun lalu. Waktu itu dia sudah tunangan, tinggal nunggu hari per

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Status Baru

    “Binar—”Baru saja aku hendak naik ke dalam bus, suara Om Kais terdengar dari belakang. Nada suaranya yang cukup tinggi membuat langkahku langsung terhenti di anak tangga pertama.Aku menoleh, dan di sana dia berdiri—dengan kedua tangan terlipat di dada, sorot matanya tajam.Aku turun lagi dan menghampirinya. “Ada apa, Om?”“Masuk mobil,” ujarnya singkat.“Lho, kenapa?”“Safa mana?” bukannya menjawab, Om Kais malah balik bertanya.“Tu, udah duduk manis di dalam bus,” jawabku sambil menunjuk ke arah sahabatku yang sedang mengintip dari jendela.Begitu sadar kami sedang membicarakannya, Safa langsung melambaikan tangan penuh semangat.“Suruh Safa turun. Kalian pulang bareng aku,” titah Om Kais.Selesai bicara, dia berbalik dan masuk ke dalam mobil lebih dulu. Bodyguard-nya segera bergerak, memasukkan carrier-ku ke bagasi mobil dengan sigap.Aku menatap punggungnya sejenak—sebelum akhirnya berlari kecil ke arah bus.“Safaaa!” panggilku sambil menepuk jendela bus. “Turun, cepat. Kita pula

  • Hai Om, Aku Calon Istrimu!   Perkara Panggilan

    Aku benar-benar tidak menyangka kalau Om Kais memutuskan ikut turun gunung dengan berjalan kaki. Soalnya, seingatku, dia belum pernah sekalipun mendaki—apalagi menuruni jalur seterjal ini. Jujur saja, aku sempat khawatir sesuatu bakal terjadi padanya.Bagaimanapun juga, Om Kais bukan orang sembarangan. Dia itu pemimpin besar—punya perusahaan, sekaligus direktur utama rumah sakit ternama. Bayangkan kalau sampai kakinya keseleo sedikit saja, bisa heboh satu kantor, bahkan satu kota!Aku memilih jalan di dekatnya, siap siaga setiap kali dia melangkah di medan berbatu.“Pelan-pelan, Om,” ucapku khawatir.Dia hanya menoleh sekilas dan tersenyum tipis. “Tenang aja, aku masih kuat.”“Iya, tapi kan Om mahal,” kataku cepat, membuatnya terkekeh pelan.“Mahalan kamu,” balasnya santai, menatapku sekilas dengan tatapan geli.Aku mencibir. “Ih, serius ini. Kalau Om kenapa-kenapa, aku bisa dimarahi seluruh tim medis rumah sakit.”“Tenang, Binar. Aku turun gunung bukan buat jatuh… tapi buat jaga kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status