Share

Kantor Polisi

"Siapa yang telpon?" 

Keysa menoleh, tersenyum melihat Kayvi yang sudah berganti pakaian lebih santai. 

"Keysa, siapa yang telpon tadi?" tanya Kayvi lagi. 

"Ah, Albi."

"Ngapain nelpon?" Kayvi duduk di tepi bed, menatap Keysa dengan wajah kesal. 

"Cuma nanya kenapa Keysa gak sekolah." 

"Terus Keysa jawab apa? Keysa bilang lagi di rumah sakit?"

Keysa langsung menggeleng membuat kepalanya sakit. 

"Cih, Keysa juga ngapain ngangkat telpon dia? Udah tau dia yang buat—"

"Kayvi, mereka baik kok," lirih Keysa.

"Baik apanya? Mereka tau Keysa model dan seharusnya mereka gak bawa Keysa ke tempat seperti itu." kesal Kayvi. 

"Tapi mereka jagain—"

"Mereka jagain Keysa dari orang-orang yang ada di sana, tapi mereka gak bisa jagain Keysa dari media!"

Keysa menghela napasnya. "Kayvi masih marah?" 

Kayvi menggeleng. 

"Iya, Keysa tau Kayvi masih marah." Keysa menunduk.

"Nggak Keysa, aku gak marah, aku cuma merasa bersalah kalau Keysa kenapa-napa, aku memiliki tugas sebagai bodyguard, jagain Keysa—"

"Kayvi ...."

Kayvi berubah sendu, tersenyum pada Keysa. "Kayvi gak marah, Keysa."

Tok tok tok. 

Ceklek. 

"Permisi, Nona Keysa." 

Keduanya terkejut melihat beberapa orang yang masuk dengan seragam coklat. 

"Selamat Pagi, kami dari pihak kepolisian mendapat surat perintah untuk membawa Nona Keysa."

"Sebentar-sebentar." Kayvi berdiri, mengambil surat itu dan membacanya. Menatap polisi itu dan rahangnya seketika mengeras. 

"Kay—"

"Anda tau siapa Keysa?" tanya Kayvi menahan suaranya.

"Dek—"

"Keysa sedang sakit dan anda datang dengan surat perintah dengan alasan tuduhan pembunuhan Tuan George?" geram Kayvi menatap polisi itu.  

Keysa langsung memalingkan wajahnya. 

"Keysa bahkan tidak mengenal siapa Tuan George," tegas Kayvi mencengkram surat itu.  

"Tuan, biarkan kami melakukan tugas," ucap polisi itu dengan tenang. 

"Ya, saya tau tugas anda tapi alasan ini sama sekali tidak masuk akal dan Keysa sedang sakit!" Kayvi tak menahan amarahnya, ia hampir berteriak di depan polisi itu. 

"Kayvi—"

"Diam Keysa!" bentak Kayvi membuat Keysa langsung mengatupkan mulutnya. 

"Tuan, kami tau Nona Keysa sedang sakit. Itu sebabnya kami akan melakukan pemeriksaan di rumah sakit ini—"

"Pemeriksaan? Pak, Keysa sedang sakit dan butuh istirahat. Jadi, dengan segala hormat, tolong keluar dan jika memang Keysa harus melakukan pemeriksaan ini, tolong lakukan saat Keysa sudah pulih." Kayvi menyatukan tangannya, tetapi ekspresinya masih kesal. 

"Baik, kami akan menunggu dan petugas kami akan menjaga di depan pintu. Terima kasih dan maaf sudah menganggu Nona Keysa. Permisi," pamit Polisi itu sedikit membungkuk dan Kayvi balas.  

Brak!

Kayvi menutup pintu dengan kuat. 

"Kay—"

"Keysa kenal Tuan George?"

Keysa menelan ludahnya melihat wajah marah Kayvi lagi. 

"Keysa, aku sedang bertanya!" 

Keysa mengangguk kecil. 

"Keysa mengenalnya?" Kayvi menaikkan alisnya dengan mata yang membelak. 

"Tuan George penyuntik dana ke perusahaan papa," lirih Keysa menunduk lagi.  

"Apa hubungan Keysa dengan Tuan George?"  tanya Kayvi, benar-benar menahan marahnya. 

Keysa dengan cepat menggeleng. "Tidak ada!"

"Lalu kenapa Keysa tersangkut paut dengan polisi?"

Keysa diam. 

"Keysa, aku sedang bertanya!" 

Keysa menggelengkan kepalanya. 

"Keysa, lihat aku dan katakan."

Keysa semakin menunduk. 

"Keysa!" Kayvi berdecak, menghela napasnya mencoba untuk mengatur emosi. Memeluk Keysa dan memberikan tepukan kecil sementara gadis itu sudah mulai terisak lagi. 

"Papa—"

"Keysa tidak perlu takut, aku akan selalu membela Keysa."

Pembunuhan Tuan George mulai di proses, polisi menyelidiki Keysa Jennifer sebagai tersangka pertama. 

"Tuan Jennifer, bagaimana pendapat anda mengenai putri anda terlibat dalam polisi?" 

Wartawan mulai mengerumuni Tuan Jennifer yang baru saja keluar dari mulai. 

"Putri kesayangan saya sedang sakit, jadi, tolong—"

"Apa Keysa Jennifer benar-benar terlibat dalam kasus Tuan George?" tanya wartawan terus saja mendesakkan pertanyaan. 

"Tuan Jennifer, tolong katakan sesuatu—"

"Keysa adalah putri saya satu-satunya, dia anak kebanggaan saya tapi jika memang putri kesayangan saya terlibat dalam kasus Tuan George, saya akan menyelesaikan kasus ini secara hukum," ucap Tuan Jennifer dengan tegas. 

"Bagaimana jika Keysa Jennifer benar-benar terlibat Tuan?"

"Keysa memang anak kesayangan saya tapi keadilan dan kebenaran adalah sesuatu hal yang saya tuntut sejak saya kecil."

"Apakah anda akan membiarkan Keysa Jennifer terbekam dalam jeruji besi?"

"Terima kasih." Tuan Jennifer membungkuk dan segera masuk ke dalam rumah sakit, berjalan cepat memasuki lift yang langsung membawanya ke lantai atas menuju ruangan Keysa yang sedang dijaga polisi. "Selamat pagi, Pak," sapanya dengan senyum.  

"Selamat pagi, Tuan Jennifer." 

"Boleh saya masuk?"

"Tentu saja." 

Pengawal langsung membuka pintu untuk Tuan Jennifer masuk, menyuruh pengawalnya untuk menunggu di luar dan menutup pintu. Matanya berubah tajam melihat Keysa dan Kayvi yang berpelukan. "Ekhem!" 

Keduanya langsung berpisah, terkejut melihat Tuan Jennifer mendekati bed Keysa yang sudah ketakutan. 

"Anak sialan!" Tuan Jennifer mendorong Kayvi menjauh, mencengkram tangan Keysa dengan kuat. "Kamu membuat kerugian lagi pada perusahaan saya!"

Kayvi berdiri, seketika marah dan mendekati Tuan Jennifer. "Tuan—"

"Diam! Jika kamu masih ingin bekerja, diam dan tutup mulutmu!" 

Kayvi seketika marah, mencengkram tangan Tuan Jennifer dan memberikan tatapan tajam. 

"Kayvi," Keysa menggeleng pelan. 

"Keysa tidak bersalah, Tuan. Tolong, Keysa sedang sakit," mohon Kayvi dengan suara tegas.  

Tuan Jennifer tertawa, balik mencengkram bahu Kayvi dan membawanya tersudut ke dinding. 

"Kayvi," Keysa memegang perutnya yang mulai berdenyut sakit.  

"Kamu sudah berani melawan saya?" 

Keysa berusaha berdiri, melepaskan selang infusnya, melerai Tuan Jennifer. "Papa—"

Dengan kasar Tuan Jennifer mendorong Keysa.

Kayvi semakin marah, mendorong Tuan Jennifer dan langsung membantu Keysa berdiri. "Keysa gapapa?"

Keysa menggeleng kecil. 

"Wah, kalian semakin mesra saja," tawa Tuan Jennifer dengan dingin namun marah. 

"Tuan—"

"Kayvi, jangan." Keysa memohon— menahan Kayvi.  

Kayvi menggertakkan gigi, menaikkan Keysa ke bed lagi. Ia menggeleng tegas. "Pikirkan dirimu sendiri, Keysa."

"Jika kamu masih ingin Kayvi bekerja menjadi bodyguardmu, berikan pernyataan pada polisi dan saya mau apapun alasan atau caranya, kamu tidak boleh terlibat dalam kasus ini!" ucap Tuan Jennifer pergi tanpa mengatakan apapun lagi. 

"Keysa gapapa? Kenapa infusnya dibuka?" Kayvi langsung memusatkan perhatiannya pada Keysa lagi. 

Keysa dengan cepat memeluk Kayvi dan kembali menangis. "Keysa takut Kayvi kenapa-napa, kalau Keysa tadi gak larang papa, Kayvi pasti udah di pukul—"

"Keysa, aku bodyguard, aku bertugas melindungi Keysa tapi Keysa tidak perlu melindungiku karena Keysa hanya akan terluka—"

"Keysa akan melakukan pemeriksaan."

Kayvi menggeleng, tetapi Keysa mengangguk tegas. 

"Keysa benar-benar tidak ingin kehilangan Kayvi, Keysa tidak ingin bodyguard yang lain selain Kayvi. Keysa gapapa, Keysa udah sehat dan bisa melakukan pemeriksaan—" 

"Keysa harus istirahat." sela Kayvi menatap Keysa. 

"Keysa bisa istirahat kapan-kapan, tapi Keysa tidak bisa kehilangan Kayvi," lirih Keysa, suaranya bergetar takut. 

Kayvi mendongak, mengerjap dengan cepat karena matanya sudah berkaca-kaca mendengar Keysa yang benar-benar putus asa. 

"Kayvi bisa bicara sama pak polisi yang jaga di luar, 'kan?" 

"Keysa benar-benar akan melakukan pemeriksaan?"

"Iya, Keysa akan melakukannya." Keysa mengangguk yakin. 

Kayvi pasrah mengangguk, melepaskan pelukannya dan keluar. 

Keysa mencengkram bednya dengan kuat, menggertakkan giginya dengan penuh amarah. "Pria sialan itu sudah meninggal tapi masih saja membawa masalah!" 

***

"Nona Keysa, silahkan duduk." 

Keysa tersenyum kecil dan duduk, di samping kiri ada Tuan Jennifer dan di samping kanan Kayvi yang setia menemaninya. 

"Nona Keysa, kami akan merekam setiap pengakuan Nona Keysa. Jadi, saya mohon kerjasama untuk Tuan Jennifer dan Tuan Kayvi untuk mengikuti setiap pemeriksaan dengan tenang dan biarkan Nona Keysa menjawab dengan sejujur-jujurnya. Jika terbukti Nona Keysa menutupi kebenaran, maka Nona Keysa akan di hukum sesuai dengan hukum yang berlaku," jelas polisi itu. 

Keysa mengangguk, tersenyum meremas tangan Kayvi yang mengangguk kecil padanya. 

"Tuan George ditemukan meninggal dua hari sebelumnya dan sesuai dengan pemeriksaan pada ponsel Tuan George, Nona Keysa adalah orang terakhir yang dihubungi oleh. Apakah anda menerima telepon Tuan George pada pukul 21:23, Nona Keysa?"

Keysa mengangguk. 

"Boleh saya tau apa yang Nona Keysa dan Tuan George bicarakan?"

"Pekerjaan." 

"Baiklah, saya mengerti. Lalu di mana Nona Keysa pada pukul 00.00 sampai pukul 02:00 dini hari?"

"Saya ...," Keysa berhenti, melirik Kayvi yang mengangguk, mengusap punggung tangannya dengan senyum kecil.

Keysa menarik napasnya panjang. "Saya di taman kota."

"Apa yang Nona lakukan di taman kota?"

"Mencari angin."

"Nona Keysa, alasan anda sama sekali tidak masuk akal. Nona Keysa berada di taman mencari angin pada pukul 00.00-02.00 dini hari bukan hal yang bisa dimaklumi."

"Keysa, katakan yang sejujurnya," geram Tuan Jennifer menahan amarahnya. 

Keysa menunduk, semakin meremas tangan Kayvi. 

"Pak, izinkan saya berbicara. Keysa berkata jujur, saya bertanya pada Keysa sehari sebelumnya dan Keysa selalu jujur pada saya, Keysa di taman kota untuk mencari angin," ucap Kayvi berusaha untuk tetap tenang. 

"Mencari angin waktu dini hari?" tanya Pak Polisi tak percaya. 

"Ya, Keysa adalah seorang model. Keluar pada siang hari membuatnya tidak nyaman dan memilih keluar dini hari," jawab Kayvi sedikit menaikkan nada suaranya. 

"Kayvi, kamu diam saja. Biarkan Keysa yang menjawab!" sergah Tuan Jennifer. 

"Tapi Tuan Jennifer, kita tidak bisa diam saja melihat Keysa ketakutan!" teriak Kayvi mengepalkan tangannya. 

"Tuan Kayvi, tolong tenang. Baik, kami akan percaya dan membebaskan Nona Keysa jika Nona Keysa bisa membuktikan bahwa Nona ada di taman pada pukul di mana Tuan George dinyatakan meninggal." 

"Saya punya buktinya."

Ketiganya langsung menoleh ke belakang. Keysa membelak melihat Albi dan yang lain datang, menggeleng saat Kayvi menatapnya tajam.

"Saya punya bukti jika Keysa berada di taman" Albi tersenyum pada Keysa memberikan ponselnya pada Pak Polisi. "Saya melihat Keysa berada di taman dan saya mengambil fotonya."

"Lo mengambil foto Keysa diam-diam?" tanya Kayvi hampir berdiri, tetapi Keysa dengan cepat menahannya. 

"Ya, gue seorang fan dan fan biasanya melakukannya secara diam-diam." Albi tersenyum, semakin lebar saat melihat Kayvi menatapnya tajam. "Jadi, pak polisi bisa Keysa dibebaskan?"

"Kami akan melakukan pemeriksaan dan jika Tuan berbohong, kami juga akan menghukum anda." 

Albi tersenyum dan mengangguk mantap, membiarkan pak polisi membawa ponselnya.

"Key, lo gapapa?"

Keysa menggeleng, tersenyum pada Aletta yang terlihat khawatir. "Aku gapapa, makasih udah datang."

"Santai aja, Key. Kita, 'kan, temen lo."

"Temen yang bawa masalah sama Keysa," sindir Kayvi. 

"Kayvi," tegur Keysa menggelengkan kepalanya. 

Kayvi berdecak memalingkan wajahnya, matanya menatap Anetta yang melihat Keysa dengan sendu. "Gak usah sok kasihan sama Keysa," sindirnya lagi dan Anetta langsung memalingkan wajahnya. 

Semua orang diam, menunggu dengan tidak sabar. 

"Kayvi," panggil Keysa berbisik. 

"Kenapa?"

"Keysa takut." 

"Kenapa Keysa harus takut? Keysa gak salah." Kayvi tersenyum, mengangguk menenangkan Keysa. 

"Keysa tetap takut."  

"Kami sudah melakukan pemeriksaan." 

Semua orang memusatkan perhatian lagi pada pak polisi yang datang. 

"Tuan ...?"

"Ah, perkenalkan pak saya Albi Loxie, ini kakak saya Anetta Loxie dan adik kesayangan saya Aletta Loxie," ucap Albi memperkenalkan diri. 

"Tuan Albi, izinkan saya bertanya satu hal."

"Silahkan, Pak." Albi dengan senang hati memberikan kesempatan. 

"Bagaimana anda mengambil foto ini?"

"Pak, saya adalah penggemar Keysa dan dia teman saya, saya kebetulan lewat dari taman kota dan melihat Keysa. Saya ingin menemuinya tapi saya memilih tidak menemuinya karena saya berpikir Keysa mungkin butuh waktu sendiri, itu sebabnya dia memilih waktu dini hari untuk mencari angin. Anda tau Keysa seorang model," bisik Albi dengan senyum lebar. 

"Apa yang anda lakukan di luar pada dini hari?"

Albi tertawa kecil. "Pak, ayolah saya anak muda." 

Pak Polisi mengangguk dan mengalihkan perhatian pada Keysa. "Nona Keysa, anda terbukti tidak bersalah dan dibebaskan dari tuduhan." 

Keysa tersenyum sangat lebar, menatap Kayvi yang juga ikut tersenyum. 

"Aku sudah katakan Keysa tidak bersalah, 'kan? Tidak ada yang perlu ditakutkan lagi."

Keysa mengangguk, tersenyum pada Albi yang langsung mengacungkan jempol. "Albi, Aletta, Anetta, terima kasih sudah datang."

Albi dan Aletta mengangguk, sementara Anetta hanya diam walau bibirnya tersenyum kecil. 

"Kami bisa pergi sekarang?" tanya Kayvi. 

"Ya, terima kasih untuk waktu dan kerjasamanya Tuan dan Nona Keysa." 

Mereka berjabat tangan dengan polisi lalu keluar dan wartawan langsung menyerbu mereka. 

Tuan Jennifer tersenyum, menarik Keysa merapat padanya. 

"Tuan Jennifer berikan kami sedikit berita yang menyenangkan sampai membuat anda tersenyum lebar," pinta seorang wartawan menyodorkan mic. 

"Bagaimana saya tidak senang? Sejak awal saya sudah yakin putri kesayangan saya tidak bersalah, putri saya adalah orang yang baik dan berhati lembut." 

Keysa memaksakan senyumnya, tangannya meremas tangan Kayvi lagi merasakan ciuman pada puncak kepalanya dari sang papa. 

"Terima kasih sudah menunggu berita menyenangkan ini tapi putri kesayangan saya sedang sakit, tolong pengertiannya." 

Mereka menunduk sopan pada wartawan dan para pengawal langsung mencari jalan. Keysa masuk ke dalam mobil yang dibukakan Tuan Jennifer, sementara di sampingnya Kayvi sudah bersiap di kemudi. 

"Kayvi, tolong jaga putri kesayangan saya. Dia nyawa dan harta karun saya."

Kayvi mengangguk saja dan mulai menyalakan mesin. "Kita ke rumah sakit lagi?"

"Pulang, aku ingin istirahat di rumah."

Kayvi menatap Keysa yang sudah memasang wajah memohon. Pada akhirnya, ia mengangguk pasrah melihat Keysa yang memohon, memberikan bantal leher pada Keysa dan melajukan mobil. 

Albi dan yang lain hanya menatap kepergian mobil itu. 

"Gimana selanjutnya?" 

"Pulang." 

Albi dan Aletta berdecak melihat Anetta yang sangat santai masuk ke dalam mobil. 

"Kakak lo tuh." Aletta mencebik dan berjalan menuju sebrang. 

"Saudara kandung lo!" Albi tak mau kalah mencibir dan masuk ke mobil. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status