Se connecterSebagai laki-laki, aku tidak mau munafik, aku bukan tipe laki-laki yang akan melewatkan hubungan suami istri karena tidak cinta, karena itu aku akan meminta hak aku sebagai suami," ucap Rain, ia pikir harus memperjelas semuanya. Dania tau di dalam agama, hukum menolak suami adalah dosa besar, tapi dia benar-benar belum siap secara mental. Baginya berhubungan badan itu musibah karena kehidupan dan masa depannya hancur karena hal itu. "Apa aku boleh menolak? Kalau pak Rain tidak tahan, maka nikahi saja Bu Monika, aku akan membantu menutupinya untukmu." ucap Dania dengan hati-hati. Ia asal bicara saja agar Rain bisa menahan diri. Ia sengaja menyebut nama Monika agar Rain teralihkan. "Sekalipun aku mau menikahinya itu masih membutuhkan proses dan waktu yang lama, kenapa tidak memanfaatkan yang sudah di depan mata saja dan sudah halal tentunya." Rain tidak mau mengalah begitu saja, ia bangkit dari tempat tidur lalu mendekati Dania. "Aku benar-benar tidak siap, Pak." ucapnya dengan suara bergetar bahkan sudah mulai menangis. "Aku mengerti ketakutanmu tapi kamu harus menghadapinya." Rain tahu caranya menghadapi wanita seperti Dania, cukup berikan kenyamanan saja. Ia mengangkat dagu Dania, menatapnya sebentar walaupun Dania berusaha menggeleng untuk menolak. "Dania, coba lihat aku, apakah wajah tampanku ini terlihat mengintimidasi? Apa aku terlihat seperti laki-laki yang akan menodaimu?" Dania melemah, ia menatap Rain dengan mata basahnya, ia merasa sedikit aman dan nafas yang tadinya terasa berat dan tidak beraturan menjadi lebih ringan. Rain menghapuskan air matanya lalu perlahan mencondongkan tubuh untuk menciumnya.
Voir plusDania tidak pernah menyangka akan bertemu hari yang akan membuat hidupnya hancur, bahagianya hilang dan harapannya untuk tetap terjaga hingga bertemu pasangan hidupnya terasa sia-sia.
"Siapa ayahnya, Nia?" Bu Tari terdengar sangat putus asa setelah mendengar pengakuan putrinya. "Nia tidak tau, Bu." Dania menangis tersedu-sedu di hadapan orang tua dan kakaknya. "Bagaimana bisa begitu?" tanya Bu Tari lagi. "Setelah sholat magrib... aku dan teman-teman makan malam... Setelah itu... Aku tidak ingat apa-apa lagi Bu... Tau-tau sudah pagi dan aku sendirian di kamar vila, ada bercak darah di seprei, tapi Nia pikir mungkin itu milik teman yang sedang datang bulan." Dania menjelaskan di tengah isak tangisnya. "Sudah jelas itu jebakan, kenapa kamu begitu bodoh, makanya kakak tidak setuju kamu merayakan apapun setelah wisuda waktu itu," sahut Indra, Kakak Nia. "Maafkan, Nia Kak." Dania begitu menyesal. "Nasi sudah menjadi bubur, Nia." ucap Andre dengan kecewa. Ia tidak ingin melihat adiknya lagi, ia pun pergi ke kamarnya. "Dania, sebagai hukuman dari Ayah, pergi dari rumah, tinggalkan kampung ini." Tidak ada yang menyangka Fadli Gunawan yang dari tadi hanya diam mengatakan hal itu. Meski nadanya datar, tapi pandangannya terhadap Dania begitu membara. Ia merasa begitu dikhianati oleh putrinya sendiri. "Ayah..!" Bentak Bu Tari. "Mau bagaimana lagi, kamu akan mencoreng nama baik keluarga kita, pergi sejauh mungkin dan bawa aib yang telah kamu lakukan itu," lanjut Pak Fadli lagi. "Ayah..." Dania tidak bisa lagi melanjutkan ucapannya, ia hanya bisa menangis. "Pastikan aku tidak melihatmu lagi malam ini," Pak Fadli berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan ruangan itu. Bu Tari memeluk Dania yang begitu putus asa, hancur dan kecewa. "Maafkan ibu karena tidak bisa membelamu, kamu tahu siapa ayahmu dia seorang tokoh masyarakat dan kakakmu adalah penceramah, kalau masyarakat tau kamu hamil di luar nikah, ayahmu dan keluarga kita bisa hancur," "Ibu..." Dania kembali tidak bisa bicara, ia hanya melanjutkan dengan Isak tangis. Bu Tari memperbaiki jilbab putrinya lalu berkata, "Pergilah ke kota, Nak. Ibu akan memberimu alamat teman dekat ibu, kamu ke sana saja untuk sementara sampai amarah ayahmu mereda." Dania menunduk pasrah. Bu Tari mengambil handphone untuk mengetikkan sesuatu dan mengirimkannya kepada temannya. Beberapa saat kemudian ia menerima balasan dan meneruskannya kepada Dania. Isinya adalah alamat rumah temannya itu. Bu Tari membantu Dania mengepak barang dan juga mengantar Dania ke depan rumah, Pak Fadli sama sekali tidak keluar. "Dania mau ke mana, Bu?" Seorang tetangga yang lewat bertanya. "Mau kerja di kota, Bu," balas Bu Tari berbohong. Setelah melihat interaksi ibunya dengan tetangga barusan membuatnya berpikir sepertinya pergi memang keputusan yang benar. Jika orang-orang tahu keadaannya bagaimana ibunya menyapa mereka. *** Saat tiba di kota, Dania tidak pergi ke tempat teman ibunya, saat ia sedang beristirahat di sebuah kursi panjang, ia iseng membuka sosial media dan menemukan brosur yang sedikit nyeleneh. Tapi ia tetap mencoba menghubungi nomor yang tertera. Entah ia mendapat keberuntungan atau bagaimana, orang yang diteleponnya langsung menerimanya dan menyuruhnya datang ke alamat yang tertera di brosur. Ternyata brosur itu bukan hoax, akhirnya ia mendapat pekerjaan di hari itu juga. Ia bekerja sebagai pelayan di rumah orang kaya, walaupun hanya pelayan ia sudah sangat bersyukur, setidaknya ia memiliki tempat tinggal, majikannya juga sangat baik dan tugasnya hanya satu, yaitu mengurus wanita tua bernama Dewi Anggraeni. Pekerjaannya tidak banyak, hanya memastikan Bu Dewi makan tepat waktu dan mengingatkan minum obat tepat waktu karena itu upah yang didapatkan juga tidak banyak. Semua sudah tertulis di brosur yang tidak sengaja ia lihat di beranda sosial media waktu itu, makanya brosur itu terkesan nyeleneh dan ia mau mengambil pekerjaan itu karena merasa cocok dengan kondisinya saat ini yang sedang tidak bisa melakukan pekerjaan berat karena sedang hamil. Sebelum mulai bekerja ia sudah menjelaskan semua kondisinya kepada calon majikannya, berikut alasan kenapa ia harus mendapatkan pekerjaan itu, syukurnya Bu Dewi setuju bahkan memperlakukannya dengan baik dan mengizinkannya tetap tinggal di rumahnya saat melahirkan dan sampai anaknya kelak sudah bisa diajak kemana-mana. Saat hari persalinan tiba, bayi yang dikandung Dania tidak selamat karena terjadi solusio plasenta menjelang kelahiran. Tentu Dania sedih dan terpukul walaupun awalnya ia tidak menginginkan janin itu berada di rahimnya. "Tidak apa-apa, mungkin ini jalan terbaik dari tuhan agar kamu bisa menata kembali kehidupanmu kedepannya." Nasehat Bu Dewi saat mengunjungi Dania yang tampak kehilangan harapan. "Terimakasih Bu Dewi," ucap Dania dengan suara lirih, berkat Bu Dewi, ia tidak sendirian saat melahirkan. Bu Dewi meminta dua orang pelayannya untuk menemaninya selama melahirkan. karena itu ia bertekad akan tetap bekerja melayani Bu Dewi tanpa memikirkan takdir kedepannya akan seperti apa.Rain menarik diri setelah melakukannya dan suasana menjadi sangat sepi bahkan suara nafas pun tidak terdengar. Rain memainkan jari-jarinya untuk menahan gejolak yang menyerang. Tapi setelah ia berpikir, untuk apa menahannya, Dania adalah istrinya. Ia tiba-tiba menoleh pada Dania dan berkata, "Aku sangat sadar, ucapanku tentang kamu bukan tipeku salah besar, setiap kali kamu berada di dekatku aku selalu tidak bisa menahan diri, Dania. Karena itu..." Rain merasa tidak perlu menjelaskan lebih banyak, ia mendekatkan wajahnya untuk mencium Dania kemudian berhenti sebentar lalu berkata lagi, "Aku mengunci pintu dulu, jangan menjawab jika ada yang memanggil." Rain berdiri menuju pintu lalu menguncinya, setelah itu ia menarik Dania berdiri lalu membawanya ke pangkuan. Dania hanya bisa terbengong-bengong dengan kelakuan Rain tapi ia tidak bisa menolak entah kenapa. Dari lubuk hati yang terdalam malah menyukainya. Dania mengikuti permainan Rain, ia bahkan inisiatif membuka kancing keme
Rain memotong kue coklat berbentuk persegi panjang itu dengan pisau kue plastik, ia lalu mengambil untuk dirinya sendiri lalu memakannya. "Ini enak," ucapnya. "Juan pernah bilang, aku pasti sudah kenyang memakan kue buatan istriku, faktanya aku bahkan tidak tau kalau istriku bisa membuat kue. Saat itu aku merasa kesal pada diriku sendiri, kenapa aku harus tau dari orang lain, padahal aku tinggal dengannya setiap hari." "Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan, Mas?" "Sepertinya ini adalah tempat dan waktu yang tepat untuk membahas bagaimana hubungan kita setelah Erlangga tidak membutuhkanmu," Dania diam, ia merasa takut mendengarnya, tapi ia juga penasaran dan butuh kepastian. "Erlangga mungkin tidak membutuhkanmu, tapi aku butuh," ucap Rain sambil menatap Dania, ia kemudian melanjutkan, "Aku membutuhkan alarm hidupku yang setiap hari mengingatkanku sholat, aku butuh peranmu di pagi hari untuk menyiapkan sarapan untukku, tanpa aku sadari kehadiranmu itu penting di rum
"Ini buat, Mas." Dania menyerahkan gable box berisi kue pada Rain. "Apa ini?" Rain menerima dengan penasaran. "Hadiah yang aku janjikan waktu itu," "Oh iya, aku kira kamu sudah melupakannya," ucap Rain sambil meletakkan kue itu di atas console box mobil. Tingkahnya begitu canggung. "Terimakasih," lanjutnya, kemudian ia menyalakan mesin mobil lalu melesat pergi meninggalkan halaman toko. "Aku mendengar pembicaraanmu dengan Pak Juan, Mas," ucap Dania tiba-tiba, membuat fokus Rain terpecah. "Aku hanya_" Ucapan Rain menggantung karena Dania memotong dengan tegas, "Karena aku sudah jujur, aku ingin membahasnya, Mas. Aku ingin tau bagaimana hubungan kita setelah Erlangga tidak membutuhkan aku lagi? Aku sudah siap apapun jawabanmu," ucap Dania begitu tegas. Sampai Rain bingung harus menjawab apa, pada akhirnya ia hanya bisa berkata, "Nanti kita bicarakan di waktu dan tempat yang lebih baik." Rain mencengkram setir mobil dengan kuat, ia menyesal telah berbicara sembara
Hari-hari berlalu begitu saja, semua orang memilih kesibukannya masing-masing, Dania dengan pekerjaannya sebagai baker, Rain dengan perusahaannya, Fahri dengan bisnisnya, Monika dengan dunia permodelannya, Erlangga yang juga terus bertumbuh semakin pintar lucu dan menggemaskan. Sudah satu pekan Dania dan Fahri bekerja di tempat yang sama, Dania seperti menutup diri tapi masih sopan sebagai karyawan, sedang Fahri tampaknya mengerti sehingga ia juga menempatkan diri sebagai atasan, tidak ada interaksi yang akrab, hanya berbicara seperlunya saja. Justru yang mengherankan adalah Rain, ia selalu datang menjemput Dania bahkan sebelum waktunya Dania pulang dengan alasan ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan Juan sebelum Juan meninggalkan kota, padahal masih ada waktu satu bulan lagi. "Hai, Bro." Sapa Juan ketika melihat Rain datang, ia sedang sibuk dengan laptopnya, ia sedang merancang ruangan untuk cafe di toko itu, kebetulan pekarangan masih sangat luas, jadi terbesit ide unt
Dania menurut saja saat ditarik oleh Rain, ia masih pusing memikirkan semuanya. Ia tidak bisa percaya, ternyata keponakan yang dimaksud Juan adalah Fahri. Berarti pemilik toko roti dan cake itu juga Fahri. Kenapa semua tempat terasa menjadi milik Fahri, sebelumnya mereka bertemu di restoran milik Fahri juga dan sekarang di toko kue. Ia tiba-tiba teringat nama toko kue, apa Mufah itu singkatan dari Muhammad Fahri? "Kamu senang bekerja di tempat itu?" Tanya Rain ketika mereka sudah berada di dalam mobil. "Awalnya aku senang tapi sekarang kurasa tidak lagi, entah kenapa semua orang bisa saling berhubungan," "Dulu Juan teman kuliah kami," ucap Rain. "Kami?" Dania bertanya. "Teman Monika dan Aku," jelas Rain membuat Dania manggut-manggut. "Kamu benar-benar tidak tau kalau toko itu milik Fahri?" Tanya Rain terdengar menyelidik. "Aku tidak tau," jawab Dania dengan mata menerawang. "Dia tau kalau kamu bekerja di sana?" tanya Rain lagi, hanya disambut gelengan oleh Dania.
Siang akan segera berganti, artinya sebentar lagi Dania pulang, mengingat ia akan dijemput Rain membuat suasana hatinya senang, tapi ketika sadar tentang Monika ia menjadi diam. Di tengah sibuknya mengurus hati, ia kaget melihat Juan dan menjadi penasaran saat Juan tiba-tiba bersemangat dan tersenyum sumringah sambil melepas celemek dan perlengkapan lainnya. "Akhirnya! Sudah lama aku menunggumu, tau nggak?" suara Juan masih terdengar oleh Dania. "Kamu sih, kenapa tidak langsung memberi kabar?" Sambut seorang wanita cantik dan elegan. Dania terdiam mendengar suara itu, ia pergi mengintip untuk memastikan, ternyata memang Monika. Ia menjadi gelisah tanpa sebab. "Tau dari mana aku ada di sini?" tanya Juan. "Dari Rain, dia mengirim pesan padaku sekaligus alamat toko ini. Dania terdiam, rasa gelisahnya hilang begitu mendengar nama Rain disebut oleh Monika. Ia memilih kembali ke dapur dan menutup telinga dari percakapan mereka. "Ternyata memang benar, kalian masih ber
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires