Angin berhembus semakin kencang, langit mulai mengeluarkan aura mencekam seakan ingin mengeluarkan semua keluh kesahnya. Walau begitu hujan tidak kunjung turun membuat galau semua orang yang telah menanti.
Sevim Azalia Risqy, gadis cantik yang masih memiliki darah keturunan Jerman yang di turunkan dari kakeknya, ia mampu membuat siapa saja terpesona pada pandangan pertama. Alia kembali melirik jam yang berada di pergelangan tangannya, dia semakin memepercepat langkahnya ke kelas yang berada di lantai dua.
Gara-gara drakor pagi ini ia terlambat bangun dan membuatnya terlambat masuk sekolah. Menurutnya ini hal biasa karena dia sudah terbiasa terlambat seperti ini. Rambutnya yang berwarna pirang dia ikat menjadi satu seperti ekor kuda. Alia tidak terlalu suka rambut tergerai, yang akan membuatnya mudah berkeringat.
Alia tiba-tiba memelankan langkahnya dan akan berbelok arah saat rentena matanya tidak sengaja menangkap sosol laki-laki paruh baya yang memiliki tubuh gempal berjalan ke arah yang ia lewati. Alia berhasil menaiki tanga menuju kelasnya yang berada di lantai dua tanpa ketahuan Pak Bambang, guru tua yang selalu memberikan hukuman yang tidak kira-kira itu. Dengan mengendap-endap Alia masuk kedalam kelas yang terlihat begitu sunyi.
Tidak ada yang benar-benar fokus ke pelajaran, mereka semua hanya memilih diam daripada hari yang sudah suram ini akan berubah benar-benar suram. Di depan sana seorang guru muda yang begitu cantik namun memiliki hati seperti iblis sedang menulis materi yang akan di sampaikan di papan tulis.
“Al”
“Ssstt” Alia memberikan isyarak kepada Sheza dengan jarinya. Sebelum ketempat duduk Alia terlebih dahulu ke banguku guru yang berada di depan, masih dengan cara mengendap-endap Alia menarus tikus mainan yang baru dia beli dari toko online ke dalam tas guru tersebut.
“Cari mati lu” ucap Alham dengan bahasa isyarat, yang di tanggapi kekehan kecil dari Alia. Bukan Alia namanya jika tidak melakuka hal konyol yag bisa menyesatkan teman-temannya. Namun begitu tidak ada yang berani melawan Alia, jika hal itu terjadi habis sudah nyawa mereka di sekolah ini.
Alia berhasil duduk di bangku kesayangannya yang berada di pojok. Setelah merasa nyaman dalam duduknya, Alia memberika cengiran bodoh. Membuat semua orang yang menatapnya tidak habis fikir dengan tingkahnya.
“Oke, hari ini kita akan membahas ......” semua orang terdiam termasuk Alia, namun Alia bukan diam karena memperhatikan, melainkan dia sedang asik membaca cerita yang berada di aplikasi kesayangannya.
Dua jam berlalu, saat guru cantik itu ingin mengambil ponsel dari tasnya, ia begitu terkejut saat tangannya menyentuh sesuatu di dalam tasnya. Ia menjerit ketakutan saat mengetahui ada tikus di dalam tasnya. Semua orang yang berada di dalam kelas mencoba menahan tawa meliahta reaksi guru itu. Bahkan Alia hampir menangis menahan tawa.
Karena begitu terkejut, bu Siska sampai naik ke atas kursi setelah melempar tikus itu sembarangan.Dia begitu geram dengan tikah anak didiknya ini, dia menatap tajam seluruh kelas. Semua murid yang awalnya menahan tawa kini merubah espresinya seolah tidak tahu apa-apa.
“Kerjaan siapa ini.” Bentak bu Siska dengan mata yang seakan ingin keluar. semua orang terdiam saat mendengar bentakan bu siska.
Melihat teman-temannya yang hannya diam saja, Alia membuka suara, “Lah, mana kita tahu bu, itu kan tas ibu.” Diam merubah ekspresinya sepolos mungkin, agar guru itu tidak curiga.
“Ini pasti kerjaan kamu!” tuduh bu Siska menunjuk Alia.
“Apa salah saya bu, hingga ibu menuduh saya begitu.” Jawab Alia dengan wajah yang dia buat sesedih mungkin dan memegang dadanya.
“Siapa lagi yang suka iseng kalau bukan kamu.”
“Lah si Ucup kan juga suka iseng bu.” Mendengar jawaban Alia yang menuduh orang yang tidak ada di kelasnya membuat seisi kelas tertawa.
“Diam kalian !” bentak Bu Siska, saat kelas terdengar riuh oleh tawa.
“Ibu kog emosi, PMS ya ?” wajah bu Siska semakin memerah saat Alia meggodanya.
“Akan saya laporkan kamu ke BK”
“Yahhhh ..... bu, ibu kog baperan sih.” Teriak Alia saat bu Siska meninggalkan kelas.
Setelah bu Siska benar-benar pergi, suasana kelas menjadi ramai dengan gelak tawa. Mereka semua melepaskan tawa yang mereka tahan saat berhadapan macan pms.
“Mampus lu Al.” Ucap Alham dan kembali menertawakan ke tidak beruntungan Alia.
“Oyy diem dulu dah lu pada, dengerin gue,” Alia menyuruh mereka semua untuk diam. “Entar kalau si Bambang ke mari, kita pura-pura kagak tahu aja. Awas aja lu pada ember.” Lanjut Alia dengan nada ancaman hasnya.
Benar saja tidak lama setelah itu, bu Siska datang bersama pak Bambang ke kelas. Bu Siska mengadukan apa yang terjadi di dalam kelas ke pak Bambang, bahkan dia menuduh Alia sebagai tersangka utamannya. Alia yang dituduh seperti itu hanya bisa terdiam dan berekting sesedih mungkin.
“Benar ini kerjaan kamu Alia.” Tanya pak Bambang dengan nada tegas. Tangannya tidak berhenti memlitir kumisnya.
“Masak anak sebaik dan semanis Alia berani melakukan itu pak,” jawab Alia dengan mengeluarkan pupil eyes nya.
“Jujur saja Alia, nggak mempan kamu seperti itu ke bapak.”
“Lagian pak, mana buktinya kalau itu kerjaan Alia, itu kan tas bu Siska sendiri, siapa tahu keponakan atau nggak adik bu Siska yang tidak sengaja memasukan mainan itu ke dalam tasnya,” Omel Alia kepada pak Bambang. “Ibu dan bapak bisa saja saya laporin ke komnas ham, dengan tuduhan pencemaran nama baik anak di bawah umur.” Lanjutnya dengan wajah yang begitu sedih, bahkan ada air mata yang turun membasai pipi chubby nya.
“Benar kata Alia, bapak sama ibu nggak bisa menuduh Alia begitu saja tanpa bukti, kalian kan guru panutan kami.” Imbuh Alham dan memeluk Alia. Dan semua itu mendapat agukan setuju dari semua orang yang berada di dalam kelas.
Merasa kalah suara akhirnya pak Bambang dan bu Siska meminta maaf kepada Alia dan kelas berakhir begitu saja, padahal masih ada satu jam lagi mata pelajaran bu siska.
“Dasar ratu drama.” Komentar Sheza saat bu Siska dan pak Bambang pergi dari kelas mereka.
“Dosa nggak sih kita ngerjain guru kaya gitu.” Ucap seorang siswa yang duduk di pojok depan dekat pintu.
“Alah mereka berdua itu sesekali harus di kerjain seperti itu, Ya nggak Al.” Jawab Brian sang ketua kelas.
“Yoi, hampur mati gue rasanya, jantung gue berdetak,”
“Kalau kagak berdetak lu mati tulul.” Sheza menoyor kepala Alia, berharap otak dia kembali ke tempat semula. Dan mereka kembali tertawa melihat tingkah Alia.
El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus
“Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,
“Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.
Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka
Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den
ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim