Beranda / Romansa / Hamil Muda / BAB 2 (Ketemu Bang El)

Share

BAB 2 (Ketemu Bang El)

Penulis: Choco Almond
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-21 20:01:22

SMA BIMA SAKTI

Begitulah yang tertulis di depan sekolah tempat Alia menuntut ilmu, sekolah swasta yang bertaraf internasional, sudah ribuah siswa yang lulus dari sekolah ini dan rata-rata berhasil masuk ke perguruan tinggi di luar negeri. Dengan alasan itu Alia masuk ke sekolah ini berharap ia bisa berkuliah di tanah kelahiran kakeknya. Alia tidak memiliki banyak sahabat, namun dia tetap terkenal dengan keramahannya dan sifatnya yang mudah bergaul. Sejak kecil hingga usianya 17 tahun ini Alia hanya memiliki dua sahabat Sheza dan Alham, mereka bertiga di pertemukan saat berada di taman kanak-kanak, dan bersahabat sampai sekarang. Bahkan orang tua merekapun menjalin persabatan juga, walau terbungkus dengan kata mitra bisnis.

Sheza Shafryya Ardani, putri bungsu dari keluarga Ardani. Dia memiliki satu abang yang saat ini sedang menjalin bisnis di Amerika. Menjadi putri orang kaya adalah impian banyak orang namun semua itu tidak berlaku oleh pikiran Sheza. Jika boleh meminta kepada tuhan, dia ingin terlahir di keluarga yang sederhana yang selalu ada waktu untu keluarga dan tentu saja penuh cinta.

Yang kedua Alham Khairan Azmi, Putra tunggal dari keluarga Azmi ini sejak kecil selalu di limpahi oleh kasih sayang dan harta yang berlimpah. Ayahnya memiliki usaha pariwisata sedangkan bundanya ibu rumah tangga yang memiliki bisnis online yang tersebar di seluruh dunia. Bahkan kami berdua suka di maja oleh bunda Kanaya, kami sudah di anggap anak sendiri saat berada di istana Alham.

Back to school.

“Za, entar pulang sekolah berenang yuk” ucap Alia memecah keheningan di antara mereka bertiga. Saat ini mereka bertiga sudah berada di kantin dengan semangkuk bakso di depan mereka.

“Entar gue di jemput”

“Tumben?” Alia memincingkan mata seolah tidak percaya. Walaupun mereka orang kaya, mereka tidak pernah membawa kendaraan pribadi ke sekolah. Mereka memilik naik angkutan umum kalau tidak taxsi.

“Abang gue pulang.”

“Serius. Bang El pulang?”

“Biasa aja kali.” Ucap Sheza dan Alman bersamaan saat melihat Alia begitu antusias.

Bukan menjadi rahasia umum lagi, Alia sudah menyukai bang El sejak dia berada di bangku SMP. Ia kira itu semua hanyalah cinta monyet saja, namun seiring berjalannya waktu rasa itu semakin lama semakin nyata. Puncaknya saat Alia berada di bangku kelas 8 dan bang El saat itu kelas 12.

“Sirik aja lu pada,”

“Sadar Al, bang El sudah ada yang punya.” Ucap Sheza membuyarkan lamunan Alia tentang bang El.

Wajah Alia yang ceria seketika berubah menjadi sedih, ia teringat tragedi enam bulan yang lalu saat dia berkunjung ke rumah Sheza. Waktu itu sore hari yang begitu cera, Sheza, Alia dan Alham di kejutkan dengan kedatangan mama Sasa ke kamar Sheza. Dan yang lebih mengejutkannya lagi mama Sasa sedang melakukan video call dengan bang El, dan mengenalkan tunangannya kepada mereka. Alia yang begit syok lalu pergi pulang tanpa berpamitan.

“Kenapa lu ingetin lagi sih.” Omel Alia dengan wajah yang tidak bersemangat. Bahkan bakso yang tinggal sedikit di mangkuknya ia tinggalkan begitu saja.

“Abang gue brengsek Al, gue nggak mau lu di kecewain sama dia.” Ucap Sheza begitu tulus.

“Tenang, Sebelum janur kuning melengkung, gue pasti dukung lu Al.” Alham menepuk pelan punggung Alia dan tersenyum lebar.

“Kompor-kompor.” Cibir Sheza menanggapi ucapan Alham

“Jangan dengarkan dia Al, dia adik ipar lucnut.” Alham nenuncuk Sheza dan menjulurkan lidah.

“Terus gue harus percaya siapa?”

“Percayalah kepada Tuhan, karena tanpa Tuhan lu kagak bakal ada di sini.” Ucap Alham dengan lantang dan penuh percaya diri. Dan semua itu membuat Alham mendapat timpukan tisyu dari Alia dan Sheza.

Waktu berlalu begit cepat, tinggal beberapa menit lagi bel pulang sekolah berbunyi. Sheza sudah sejak tadi mengemsi semua bukunya, sedangkan Alham, sejak di mulainya pelajaran ia sudah pergi ke alam mimpi. Bukan hanya Alham saja, hampir sebagian dari seisi kelas juga pergi ke alam mimpi. Sedangkan pak Krisna dengan santainya menjelaskan materi di depan tanpa memperhatikan murid-muridnya.

“Pak !” ucap Alia keras yang mengagetkan seisi kelas, merek yang tidur dengan sigap lalu menegak kan tubuhnya.

Alia yang kembali menjadi pusat perhatian hanya senyum-senyum tidak jelas dan melambaikan tangannya seolah tidak terjadi apa-apa.

“Ada apa Alia ?” tanya pak Krisna, dan melepas kacamata bacanya.

“Pulang pak, saya sudah lapar.” Jawab Alia polos dan tersenyum lebar. Sedangkan yang lain hanya menggelengkan kepala termasuk pak Krisna.

“Masih ada 5 menit Alia.”

“Kan kita perlu beres-beres pak.”

“Yasudah, kalian boleh beres-beres.” Putus pak Krisna, beliau tidak ingin berdebat dengan anak ajaib seperti Alia. Dengan semangat 45 mereka lalu membereskan buku-buku mereka dan bersiap untuk pulang.

“Ham, bangun kebo, lu mau pulang kagak?” Alia lebih keras menggoyangkan tubuh Alham agar cepat bangun. Namun dasarnya Alham ini seperti kebo, susah sekali di bangunkan.

Alham baru bangun saat kelas sudah sepi, ia kira tinggal dia sendiri di kelas, namu ternyata masih ada Alia dan Sheza yang menungguinya.

“Udah tidurnya, Lu tidur apa mati suri sih.” Sheza menatap sinis Alham yang baru saja bangun. Alham yang di tatap seperti itu hanya tersenyum bodoh dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Udah yuk pulang, laper gue.” Lerai Alia sebelum Sheza dan Alham bertengkar.

Denga wajah cemberut Sheza terlebih dahulu keluar dari kelas, dan di ikuti Alia dan Alham di belakangnya. Di luar masih terlihat ramai, rata-rata mereka menunggu jemputan dan mengikuti kelas tambahan. Alham berjalan dengan cool di samping Alia.

Sheza tiba-tiba berhenti saat melihat segrombolan laki-laki sedang berkumpul di pinggir tangga untuk turun. “Gue deg degan guys.” Ucap Sheza dengan memengang dadanya.

“Gaya lu nyet.” Tangan Alham begitu lancar menoyor kepala Sheza.

“Sirik aja lu anak unta, dasar jomblo”

“Pepet aja Za, lagian si Bima juga masih jomblo.”

“Lu gila Al, malu lah gue. Masak iya cewek yang gejar-ngejar cwok.”

“Emang lu punya malu ?”

“Lu kira, gue itu lu, yang suka malu-maluin” jawab Sheza sinis dan menendang kaki kiri Alham karena emosi dan kembali berjalan meninggalkan Alia dan Alham.

“Lah si ogeb, katanya malu eh tahunya ninggalin.”

“Ribut aja, ayok buruan, sebelum nenek sihir ngamuk lagi.” Alia lalu menarik tangan Alham agar segera ikut berjalan.

Bima dan gengnya sedikit menyingkir saat Sheza, Alia dan Alham lewat, mereka tidak igin mencari gara-gara dengan 3 orang itu jika masih ingin bersekolah dengan damai di sini.

Di luar gerbang seoramg pemuda tampan sudah berdiri gagah di depan mobil mewahnya. Siapa lagi kalau bukan Taqi Shakel Arandani, yang sering di sebut bang El. Laki-laki itu telah mencuri perhatian banyak sisawa yang keluar dari sekolah, tampangnya yang menawan dengan wajah yang terlihat seperti bule membuat banyak orang salah fokus. Mereka bertiga berlari kecil ke arah bang El yang sudah menunggu dengan wajah garangnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hamil Muda   MEMELUK ERAT

    El lalu menghampiri tubuh Alia yang berada di dalam pelukan umi Maria, mengambilnya lalu menggendongnya begitu saja. Dia tidak ingin gadis yang dalam gendongannya ini kenapa-napa apalagi saat melihat perut buncitnya. “Ambil mobil, Dam!” printah El sambil terus berjalan. Suaranya sedikit bergetar, bahkan air matanyanya kini sudah mengumpul di ujung mata. Damar berlari keluar dan ingin mengambil mobil mereka, namun saat sampai di depan pintu, dia melihat Adam yang sudah berada di dalam mobil. Damar membukakan pintu untuk El dan Alia yang berada di dalam gendongannya. Hujan sedikit reda dan terganti dengan grimis yang masih membasahi bumi. Mereka semua pergi ke rumah sakit terdekat, meninggalkan Zahra sendirian dirumah. Umi yang duduk berada di samping kemudi, terus menengok kebelakang dengan air mata yang semakin deras. Sedangakn El memeluk tubuh tak sadarkan diri Alia yang berada dalam panguannya. Kemejanya telah berubah memerah karena Darah yang terus

  • Hamil Muda   Ketakutan Terbesar

    “Mas ini kelapanya.” Aku menengkok ke sana kemari mencari wanita yang berada di depanku tadi, tapi kemana perginya. “Mas.” Aku sedikit tersentak dengan tepukan di lenganku, “Terima kasih.” Ucapku lalu mengambil kelapa muda yang di sodorkan ke arahku. “Cari siapa mas ?” “Wanita yang di sini tadi.” Tunjukku ke arah kursi yang di duduki wanita tadi. “Oh, neng Sev mah udah pulang.” “Sev ?” “Iya, mas kenal ?” “Tidak ! Berapa kelapannya ?” setelah membayar semuanya aku langsung pergi meninggalkan pantai tersebut. aku kini kembali melangkah ke arah proyek, entah mengapa wajah wanita itu tidak mau hilang dari fikiranku. Wajahnya benar-benar mirip Alia, bukan mirip lagi mereka seperti pinang di belah dua. “Lu kenapa sih ?” tanya damar yang melihatku seperti orang bodoh. “Gue nggak papa, kita mulai rapat.” Titahku dah pergi begitu saja. Tidak ada kantor,

  • Hamil Muda   BAB 20 (Seperti pelangi yang datang setelah badai)

    “Ada apa ?” raut bingung di wajah umi masih terlihat jelas melihat kami berdua.Dengan bangga aku memberikan selembar kertas itu kepada umi “SURAT IZIN USAHA” tulisa yang tertera di sana. Setelah berbulan-bulan mengajukan, dan harus bolak-balik mengurus karena orang yang kami percaya menghiyanati kami dan membawa semua uang kami.“Selamat sayang.” Umi lalu memeluk kami.Setelah mendengar kabar gembira itu, suasana rumah terlihat begitu lebih ceria. Berita itu sudah menyebar ke telinga abi dan mas Adam.***Dan pagi itu aku dan mas Adam mulai mengecek bangunan yang akan menjadi toko kami. Bangunan berlantai dua itu terletak tidak jauh dari pesantren, dan tempatnya cukup staregis. Apalagi jika dari lantai dua kita bisa melihat luasnya lautan biru, tempay yang begit adem, karena di apit perbukitan juga.“Mau kemana ?” tanya mas Adam saat melihatku turun dari lantai atas.

  • Hamil Muda   BAB 19 (Lembaran Baru)

    Senyumku mengembang saat melangkah ke arah dapur, di sana umi dan abi saling membantu utuk menyiapkan makan siang. Aku jadi teringat dengan mami sama papi, apa kabar mereka, apa mereka sudah tahu jika aku tidak ada di rumah.“Umi.” Kedatanganku mencuri perhatian dari mereka berdua. Sepertinya rumah ini tidak ada seorang pembantu, aku tidak melihat orang lain selain keluarga ini.“Ada apa nak, umi kira kamu sedang tidur siang.” Umi menghapiriku dan menuntunku untuk duduk di salah satu kursi yang ada di meja makan.“Biar aku bantu memasak umi.” Aku mengambil alih pisau di tangan umi untuk mengupas bawang.“Sudah berapa bulan kandunganmu nak ?” tanya abi yang sedang membersihkan beberapa sayur yang akan di masak.Aku menundukkan kepalaku, malu sekali rasanya saat di tanya seputar kandungan, “Baru satu bulan, bi.” Elusan di lenganmu membuatku mendongakan kepal.Senyum umi yang meneduhka

  • Hamil Muda   BAB 18 (I'am not Zhafira)

    Umi hanya tersenyum melihat putranya yang sunggu tidak percaya dengan wanita yang ada di depannya saat ini. “Sevim, kenalin dia Adam putra sulung umi.” Aku tersenyum dan mengangguk kepada bang Adam yang ada di depanku. “Maaf.” Ucap Adam lirih dan membuang mukannya. Dia mengusap cepat air mata yang jatuh di pipinya. Umi yang melihat putranya menangis langsung memeluknya dan menyemangatinya kembali, “Zafira sudah bahagia di atas sana mas, mas jangan nangis lagi.” “Mas kangen sama Afi, Umi” ucapnya lirih di dalam pelukan umi. Dengan lembut umi mengelus surai milik Adam, “Kita semua juga kangen sama Afi mas, namun kita nggak boleh lemah seperti ini.” Adam sedikit menjauhkan tubuhnya dari umi, dan tersenyum begitu manis. Setelah itu kami melanjutkan makan yang sempat tertunda, sebenernya buka kami, karena aku hanya minum teh hangat yang tadi di bawa umi. Melihat mas Adam yang begitu menikmati makanannya, membuat aku menelan liur den

  • Hamil Muda   BAB 17 (Jogja)

    ALIA POV Aku sampai di Jogja pagi buta, udara di sini terasa begitu sejuk walau berada di tengah kota. Semalam aku tidak jadi terbang dengan pesawat, saat aku sedang duduk menunggu, aku melihat sepasang kakek dan nenek yang telah kehabisa tiket. Mereka di paksa harus pisah penerbangan, karena aku tidak tega, aku memberikan tiket yang aku beli kepada mereka. Dan saat aku ingin mengantri tiket untuk penerbangan berikutnya, aku melihat El masuk ke dalam bandara. Aku berjalan santai berpapasan dengannya dan kabur dari bandara, bodoh sekali laki-laki itu. Aku langsung menghentikan taksi yang lewat di depanku, membiarkan mobilku berada di bandara, jika aku pergi dengan mobil pasti akan segera ketahuan jika aku pergi. “Mau kemana non ?” tanya supir taxsi dengan ramah. “Kesetasiun ya pak.” Dia tersenyum samar dan menganggukan kepala. Dan setelah itu tidak ada percakapan lagi di antara kami, sampai taxsi berhenti di depan stasiun. Kuberikan lim

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status