Share

Bab 8 Suami Misterius

Kenapa perintah Shaka terdengar cukup menakutkan, bukankah suami istri hal yang wajar tidur satu ranjang. Tsabi menatap tempat tidur dengan perasaan bimbang. Sementara Shaka sudah menempati tempat itu lebih dulu. Menatap datar setengah berbaring menyenderkan punggungnya di papan headboard.

"Kamu mau berdiri di situ sampai kapan?" tanya pria itu sembari menyambar macbook di nakas. Sibuk dengan sendirinya.

Tsabi tidak menjawab, tetapi berjalan mendekat dengan perasaan deg degan. Berharap malam ini tidak ada adegan yang menyebabkan guncangan ranjang. Pikirannya sudah nethink duluan mengingat ini malam pertama mereka. Bukan tidak mungkin pria yang tengah serius dengan gawainya itu tiba-tiba meminta haknya sebagai pasangan halalnya.

Pelan gadis itu duduk, mengangkat kedua kakinya menempati ranjang, lalu menarik selimut dengan tubuh mulai merebah. Sekelebat bayangan manis tentang mantan calon imam yang gagal di meja akad. Seharusnya dia kini tengah berbahagia andai saja menikah dengan mantan ta'arufnya. Tiba-tiba hatinya merasa sesak mendapati kenyataan kalau kini pria itu bukanlah jodohnya, melainkan jodoh adiknya. Takdir seperti tengah mempermainkan dirinya. Dan kini Tsabi malah terdampar di kamar pengantin dengan pria asing, dingin, dan sangat misterius. Bagaimana cara memulai hubungan baik itu saja Tsabi ragu.

"Astaghfirullah ... ampuni aku ya Rabb ... kenapa aku harus memikirkan pria lain di atas ranjang pengantin. Bukankah saat ini pasti mereka tengah berbahagia. Setidaknya melewati malam manis tanpa ketakutan begini," batin Tsabi sendu. Dibuat kecewa dengan keadaan yang ia pun kini tak tahu ada di pijakan yang tepat atau akan terhempas dengan kenyataan.

"Ubah posisi tidurmu, aku tidak suka," kata Shaka tiba-tiba, terdengar cukup jelas jadi sangat tidak memungkinkan Tsabi pura-pura tertidur.

Tsabi pikir pria itu sudah lelap karena tak ada suaranya dari tadi. Ternyata malah belum dan kini memintanya untuk merubah posisi. Apakah posisi tidur juga ada aturannya.

Tsabi menghela napas kasar, berbalik dan cukup kaget mendapati Shaka tepat di depannya. Susah payah perempuan itu menelan salivanya, tercekat sejenak mendapati Shaka begitu dekat.

"Besok jantung kamu harus diperiksa, sudah berapa kali hari ini menjerit," kata pria itu serius.

Tsabi bangkit dari pembaringan karena tiba-tiba merasa mual. Efek kaget membuatnya sangat tidak nyaman. Shaka yang belum tidur ikut bangkit dari ranjang.

"Kenapa?" tanya pria itu melihat istrinya hendak beranjak.

Tsabi tidak menjawab, langsung melesat ke kamar mandi. Perutnya mendadak eneg, perasaannya tak nyaman sama sekali.

"Besok aku antar ke rumah sakit. Aku harus memastikan calon anak kita sehat," kata Shaka di ujung pintu. Menyusulnya mendengar istrinya mual-mual.

Tsabi membasuh bibirnya lalu beranjak dari kamar mandi, kembali ke ranjang dengan kepala agak kliyengan. Berusaha terlihat baik-baik saja karena mendadak tidak suka dikhawatirkan pria di depannya. Lebih tepatnya didekte sedemikian banyak aturan tanpa melibatkan perasaannya suka atau tidak.

"Perut kamu mual?" tanya Shaka tak bisa abai. Apalagi itu mengenai buah hatinya yang sudah lama pria itu inginkan.

Tsabi hanya menganggukkan kepalanya, berharap cepat terlelap agar segera melewati malam ini tanpa banyak drama. Melihat mata Tsabi yang terpejam, Shaka tak lagi banyak bicara, menarik selimut untuk menutupi tubuh Tsabi hingga terasa nyaman. Perbuatan kecil tetapi mampu membuat si penghuni kamar sejenak merasa nyaman. Hingga bertemu pagi, netra itu terbuka merasa asing. Baru teringat kalau itu bukan kamarnya, melainkan kamar suami yang baru saja ditempati sejak semalam.

Perempuan itu mengedarkan pandangan sembari bangkit dari pembaringan. Jam di dinding kamar baru menunjuk di angka tiga lebih dini hari. Ranjang bagian Shaka sudah kosong, pria itu sudah bangun sedari tadi kah? Ke mana sepagi ini.

Penasaran, membuat Tsabi keluar kamar, mencari sosok misterius yang kini telah menjadi suaminya. Perempuan itu clingukan hendak mengambil jalan yang mana. Rumah ini terasa begitu luas, sedang Tsabi belum paham benar tatanan setiap ruangan.

Langkah perempuan itu mengikuti instingnya ke kanan, sialnya Tsabi benar-benar tersesat karena kini tidak tahu ke mana arah keluar. Semua ruangan mendadak buntu dan sekilas terlihat sama.

"Ya Tuhan ... jalan ke kamar mana sih? Rumah kok gede banget," gumam perempuan itu menggerutu di sepanjang jalan. Hanya ada lampu dari ruangan lain yang menyebabkan jalan tengah dengan pencahayaan meremang.

"Aaa!" Tsabi kaget berbalik menabrak seseorang yang sudah berdiri di belakangnya tanpa aba-aba.

"Mau ke mana malam-malam berkeliaran di sini?" tanya Shaka dingin. Suara beratnya hampir membuat perempuan itu jantungan.

"Eh, astaghfirullah ...," ucap perempuan itu beristighfar banyak-banyak. Menetralkan detak jantungnya yang hampir melompat dari tempatnya.

"M-mau ke dapur, ambil minum. Aku haus," ucap Tsabi beralasan.

Seketika Shaka menautkan kedua alisnya, bukankah di kamar ada air putih. Kenapa istrinya sampai keluar kamar.

"Bukankah di kamar ada air putih," jelas pria itu penuh selidik.

"Mmm ... aku sepertinya lupa," kata Tsabi beranjak.

"Mau ke mana?" Sura berat Shaka kembali menghentikan langkah Tsabi.

"Balik ke kamar, ada kan katanya. Aku tidak harus capek ke dapur. Rumahmu sungguh terlalu besar." Tsabi hampir kembali melangkah dengan percaya diri menyamarkan kegugupannya saat mulut pria itu kembali berseru.

"Kamu salah jalan," ucap pria itu dengan tenang.

"Hah!" ujarnya kembali berbalik lalu mengekor suaminya yang berjalan menuju kamarnya.

Tsabi kembali berjalan dengan batin menggerutu. Sepertinya kata Shaka benar, dia besok harus periksa jantung karena mendadak kagetan.

Sampai di kamarnya Tsabi tak lantas membuat perempuan itu kembali ke ranjang. Sebentar lagi subuh jadi ia hendak mengambil wudhu. Namun, pergerakan perempuan itu terhenti saat menatap siluet pundak suaminya seperti berdarah. Tidak begitu jelas tetapi cukup membuat Tsabi penasaran.

"Aku tidak salah lihat kan? Apa pundak pria itu terluka?" batin Tsabi bertanya-tanya. Mendadak ia gelisah menantinya dari kamar mandi.

"Mas!" tanya Tsabi tak beranjak dari tempat semula. Ia merasa perlu tahu sebenarnya suaminya dari mana.

"Kenapa?" jawab pria itu tenang. Menatap istrinya yang seperti tengah memperhatikan dirinya dengan begitu intens.

Tsabi hanya penasaran, benarkah pundak suaminya terluka? Tadi benar-benar nampak seperti darah.

"Dari mana?" tanya Tsabi merasakan ada yang tidak beres pada suaminya.

"Apa perlu aku jawab. Rambutku basah, tubuhku segar, tentu saja habis mandi. Haruskah aku membuat laporan dalam setiap kegiatanku."

Tsabi melongo mendengar jawaban tendensius dari pria berstatus suaminya itu. Bisakah orang di depannya menjawab sesuai pertanyaan yang benar.

"Tadi kulihat pundakmu ada darahnya? Kamu terluka?" tanya perempuan itu benar-benar penasaran. Dia tidak mungkin salah lihat.

"Aku baik-baik saja, jangan terlalu banyak berprasangka. Sebaiknya kamu kembali tidur masih terlalu pagi," ucap Shaka dingin. Berjalan ke ranjangnya langsung merebah begitu saja.

Tsabi yang memang tidak berniat untuk tidur lagi langsung ke kamar mandi. Ia berniat memeriksa pakaian kotor suaminya.

Komen (27)
goodnovel comment avatar
Ida Nur
kak kok pakai poin...bingung says
goodnovel comment avatar
Ida Nur
misterus banget si Shaka ya ...menakutkan sekali
goodnovel comment avatar
salina90
seru seru... mohon maaf thor br bs loncat kesini...meski tertinggal jejakmu yg terlampau jauh,tp tak mengapa yg penting tau kalo karyamu yg satu ini...super duper menegangkan tp bikin penasaran dgn sosoknya shaka yg sungguh misterius...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status