Share

Bab 7 Satu Ranjang

"Tolong ambilkan aku handuk, dan siapkan gantinya," pinta Shaka setengah berbisik. Rasanya jantung Tsabi seperti berhenti berdetak dan mau lompat dari tempatnya, bulu kuduknya merinding semua saat sapuan hangat napas suaminya menyerbu pipi. Tsabi bahkan hanya mampu mengangguk tanpa kata.

Pria itu menarik diri memberi jarak, beranjak tanpa dosa. Masuk ke kamar mandi begitu saja.

"Huh ... astaghfirullah ...," ucap Tsabi langsung beristighfar begitu punggung suaminya menghilang dibalik pintu. Merasa begitu lega sejenak.

"Handuk? Di mana handuk?" Tsabi masuk ke ruang ganti. Mencari-cari kain yang diminta suami misteriusnya itu. Jelas kesulitan mengingat dia belum tahu betul letak barang-barang di rumah ini. Ia pun membuka satu persatu lemari yang memungkinkan kain itu ada di sana.

"Di mana sih!" Tsabi menggerutu kesal terus mencari. Ia menemukan setumpukan handuk bersih yang tertata rapih. Langsung menarik satu dari lipatan. Membawanya keluar, dan setelahnya bingung cara memberikan pada suaminya yang masih di dalam.

"Aku taruh sini aja kali ya," gumam perempuan itu bingung hendak mengetuk pintunya. Namun, dari mana pria itu tahu kalau Tsabi hanya diam tanpa mengabarkan. Baru saja kepikiran, pintu itu sudah terbuka dengan wajah Shaka menyembul dibaliknya.

"Handukku mana?" pinta Shaka mengulurkan tangannya. Langsung melilitkan di pinggangnya. Keluar begitu saja dengan tubuh bertelanjang dada. Pemandangan yang begitu awam untuk seorang Tsabi sebenarnya. Dia yang malu langsung menolehkan wajahnya.

"Pakaian gantiku mana? Bukankah tadi aku sudah meminta tolong padamu untuk menyiapkan?" kata pria itu tidak menemukan di atas ranjang. Biasanya ada seseorang yang bertugas mengurusi semua keperluan Shaka, tetapi mulai detik ini, dia memberhentikannya sebab sudah ada istrinya di sana.

"Belum Mas, akan aku siapkan," jawab Tsabi melesat ke ruang ganti.

"Jangan berlarian Tsabi, kamu sedang hamil," tegur Shaka membuat Tsabi kembali tersadar sebab musabab dirinya terjebak dalam pernikahan misterius ini. Dia bahkan sampai lupa kalau dirinya hamil. Tsabi juga masih begitu penasaran dan akan menanyakan semua ini pada pria yang kini menjadi suaminya.

Shaka sampai mengekor ke ruang ganti karena istrinya lama sekali. Pria itu langsung masuk tanpa permisi.

"Mas!" Tsabi menjerit saat Shaka melepas handuknya hendak memakai celana. Perempuan itu segera berbalik dengan grogi.

Shaka nampaknya tidak begitu peduli, dia tetap tenang memakai pakaiannya begitu saja.

"Biasakan dirimu mulai saat ini Tsabi, bukankah kita suami istri?" kata pria itu lalu keluar dari ruang ganti. Tsabi baru berani membalikkan tubuhnya.

"Ya Allah ... Ya Rabb ... kenapa aku kagetan sekali. Tenang Tsabi, tenang, dia suamimu," gumam Tsabi mensugesti dirinya dengan pikiran yang baik.

Perempuan itu keluar dengan pakaian semula dengan hijabnya. Menatap kebingungan saat melihat Shaka sudah menguasai ranjang.

"Apa kamu ingin tidur dengan pakaian seperti itu?" tanya Shaka tanpa mengalihkan tatapannya dari layar macbook di tangannya.

"Ya," jawab Tsabi lebih baik. Rasanya dia tidak nyaman sekali di ruangan itu, lebih kepada takut setelah melihat tatapannya yang dingin.

"Ganti!" titah pria itu menatap dari ujung kepala sampai kaki.

"Tapi—" Tsabi bimbang. Antara perintah suami dan naluri hati. Apakah pria itu akan meminta haknya di malam pertamanya.

"Oh tidak, tidak! Aku sedang hamil, pria itu tidak bisa menyentuhku sampai benar-benar ketahuan kalau ini benar-benar anaknya," batin Tsabi menggeleng resah.

"Haruskah aku yang menggantikan pakaianmu?" kata pria itu memindai tatapannya dari layar macbook. Menepikannya di nakas lalu turun dari ranjang.

"Aku bisa sendiri," jawab Tsabi hampir berjalan cepat. Sebelum ultimatum suaminya cukup nyaring terdengar.

"Jalan yang benar!" tegur Shaka langsung menormalkan langkah Tsabi. Pria itu tidak berniat melakukan seperti yang dikatakan. Beranjak karena butuh mengambil ponselnya di meja sofa.

Begitu sampai di ruang ganti, Tsabi kembali bingung saat tidak menemukan koper miliknya yang dia bawa tadi. Mungkin sudah disinggahi pelayan di sini. Tsabi kembali keluar mencari-cari koper miliknya.

"Mau ke mana?" tanya Shaka yang kini sudah pindah di sofa. Duduk mendominasi.

"Koperku sepertinya masih ketinggalan di luar. Biar aku lihat dulu," ujar Tsabi dengan perasaan kurang nyaman.

"Semua pakaianmu sudah tertata rapih di lemari paling ujung. Termasuk yang ada di dalamnya, setiap hari kamu harus memakai dengan pakaian dan warna yang berbeda. Berlaku saat hendak tidur," ucap Shaka tak ada kompromi.

Tsabi tidak membawa pakaian banyak. Dia akan mengambilnya nanti pikirnya gampang. Namun, sepertinya keluar dari rumah ini tidak cukup mudah baginya. Ada banyak orang-orang yang terlihat berjaga di luar.

Perempuan itu kembali ke ruang ganti untuk yang kesekian kalinya. Menuju lemari paling ujung seperti petunjuk suaminya. Matanya hampir melompat tak percaya melihat sederetan gaun malam yang berjejer dengan model sexy, semacam lingerie yang sering digunakan para istri untuk menjamu suaminya di atas ranjang impian.

"Hah! Nggak ada yang lain apa? Yang benar saja," gumam Tsabi menggerutu sambil memilih yang paling pas. Karena semuanya sexy, Tsabi memilih piyama yang dibawa sendiri. Terserah apa tanggapan suaminya nanti, yang jelas dia tidak mau memakai pakaian yang berjejer rapi di sana yang sudah pasti mengundang syahwat kaum lelaki.

Perempuan itu keluar tanpa melepas hijabnya. Shaka yang melihat Tsabi dengan pakaian tertutup, hanya menatap sekilas lalu membiarkan saja tanpa protes.

"Ada yang ingin kamu katakan sebelum tidur?" tanya Shaka memberikan ruang untuk istrinya bertanya.

"Ya ... kenapa aku bisa hamil. Dan kenapa Anda mau bertanggung jawab, bukankah kita tidak kenal?" tanya Tsabi masih sangat penasaran.

"Karena kamu mengandung anakku. Sudah sangat jelas, bukan. Sekarang giliran aku yang mengatakan banyak hal padamu."

Jawaban macam apa ini, sangat tidak memuaskan. Bukan penjelasan seperti itu yang Tsabi minta. Namun, sebab dirinya hamil. Tsabi benar-benar masih belum paham dengan apa yang terjadi.

"Hamil itu karena suatu proses bertemunya embrio dengan sel sperma pria, sangat tidak mungkin aku hamil bila tanpa sebab," tandas Tsabi jelas ingin mengerti.

"Kamu sudah menjawabnya, akan ada hari di mana kamu tahu semuanya. Sekarang biarkan aku sekarang yang mengatakan untukmu."

"Aku punya banyak aturan di rumah ini, dan kamu harus menjalankannya. Mulai sekarang kamu harus terbiasa dengan semua keperluanku di rumah ini. Termasuk menyiapkan pakaian setelah mandi. Tidak boleh keluar rumah tanpa seizinku, dan jangan menyentuh barang apa pun milikku yang tidak perlu tanpa perintah dariku. Ini adalah kamar kita, tidak boleh ada orang yang masuk selain hanya untuk membersihkannya."

"Tapi aku punya pekerjaan di pesantren Mas, bolehkah aku tetap mengajar anak-anak di Madrasah?" pinta Tsabi yang serasa berat meninggalkan tempat untuk menimba ilmu anak-anak.

"Jam berapa? Kamu harus di rumah sebelum aku pulang kerja?" tanya Shaka menatap serius.

"Pagi sampai siang, terus sore juga. Nanti aku akan pulang ke rumah setelah sore selesai mengajar."

"Aku hanya mengizinkan pagi sampai siang aja. Itu pun untuk saat ini. Tugasmu tidak lebih utama selain mengurusi suamimu dan juga menjaga kehamilanmu," jelas Shaka langsung membuat keputusannya sendiri.

Tsabi tidak bisa menyela, memang seharusnya dia mematuhi itu baik menikah dengan Shaka atau pria mana pun. Selama suaminya dalam kebaikan, Tsabi wajib mematuhinya.

"Pembahasan kali ini cukup, tempati ranjangmu ini sudah malam!" kata pria itu beranjak.

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Ida Nur
aduuuh kok kaku ya Shaka dengan segala aturannya, siapa sebenarnya kamu Shaka
goodnovel comment avatar
Duma Candrakasi Harahap
sabar sabar sabar,,aku baca ny gedeg,,lihat si shaka,,,gmn dg tsabi ya
goodnovel comment avatar
Siti fatimah Sifa
massih penasaran sama sebab kehamilannya Tsabi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status