Risa sudah berpikir keras, semenjak ia tau jika Arkana berusaha dekat dengan Nadia, hatinya masih tak rela. Lain dengan Arkana, lelaki itu mengulur waktu untuk bicara dengan Devinta tentang siapa Nadia. Kepalanya sakit memikirkan hal itu, Devinta sendiri kini sibuk mengurus yayasan milik keluarganya yang membantu anak tidak mampu supaya bisa sekolah. Arkana merasa istrinya mulai sibuk dan hal itu ia sukai. "Devinta, kepala ku sakit, bisa kamu nggak pergi hari ini?" pinta Arkana yang masih merebahkan diri di ranjang. "Yah, Mas, maaf aku nggak bisa. Hari ini aku harus ketemu donatur yayasan. Penting banget, Mas. Nggak papa, ya, aku usahakan pulang cepat. Maaf, darling ... love you." Devinta mengecup kening Arkana lalu bergegas pergi meninggalkan kamar. Arkana mendengkus, ia memejamkan kedua mata. Terasa sepi walaupun televisi di kamar ia nyalakan. Jam menunjukkan pukul delapan pagi, Deva juga sudah berangkat sekolah. Rasanya ia kesepian. Napas Arkana terasa hangat, sepertinya ia mu
Arkana meminta Risa tetap tinggal, sayangnya wanita itu hanga berekspresi datar dan tetap berjalan meninggalkan kamar mewah lelaki itu. Terdengar Arkana mendengkus, Risa tak acuh, ia tetap menuju ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya.Bu Sumi bilang, jika rasanya tak mungkin jika Risa melanjutkan rencana karena Devinta jauh lebih utama untuk dihancurkan. Rahasia Nadia anak Arkana tetap disembunyikan sementara. Setidaknya, mereka sudah membuat Arkana uring-uringan jika tak berdekatan dengan Nadia.Raka sendiri semakin hari semakin kuat untuk membalaskan kematian Rama, kakak yang begitu ia sayangi namun bodoh karena terlalu mencintai Devinta.Di tempat lain, Raka duduk termenung, ia sadari apa yang dilakukan terlampau nekat, tak peduli resikonya akan ia hadapi. Kedua tangannya saling menggenggam, dengan kedua siku menempel pada lengan kursi berbahan kulit mahal warna hitam pekat.Pemandangan di hadapan menunjukkan kokohnya bangunan bertingkat menjulang, Raka berdiri dari duduknya lalu
Devinta masih terkejut setelah mendengarkan penjelasan Arkana, ditambah sosok Raka yang berpenampilan berbeda dari biasanya. Arkana hanya bisa berkata jujur, menjelaskan fakta sebenarnya karena tak ingin ada kesalahan lagi. Ia tetap dengan pendiriannya akan menikahi Risa, demi Nadia supaya bisa bersekolah ditempat yang semestinya. Bagaimana pun, ia bapaknya, dan harus adil memberikan pendidikan yang terbaik. Tiga hari berselang, Arkana masih diabaikan Devinta. Bahkan, saat akan menjenguk Deva yang mendadak drop lagi, tak diizinkan. Suasana rumah tegang, apalagi saat Risa tidak ada di rumah itu lagi. Ia pergi bersama Nadia dan Bu Sumi ke tempat Raka. Raka sendiri memberi tau kenyataan siapa dia sebenarnya kepada Risa dan hal itu membuatnya terkejut bukan kepalang. Bahkan hampir pingsan. "Bu Sumi juga tutupi hal ini?" Risa memegang kepalanya, terasa mau pecah dengan semua fakta yang ada. Nadia duduk di sebelah Bu Sumi yang hanya bisa tersenyum. "Sudah lama kami sebenarnya mencari k
Ratu berjalan anggun dengan dres mahal yang dikenakan menuju ke arah unit apartemen tempat Raka tinggal. Jemari lentik dengan cat kuku warna merah menekan tombol bel pada pintu. Tak lama pintu terbuka, muncul Bu Sumi yang langsung dipeluk erat Ratu. "Bu Sumi, kenapa rahasiakan ini dari Ratu, Bu Sumi kan tau Ratu punya banyak mata-mata." Mereka berjalan ke dalam apartemen mewah nan luas itu. Terlihat Nadia baru saja mandi, rambut panjangnya tampak basah. Baju gambar barbie hadiah dari Ratu dikenakan bocah itu, hal tersebut membuat Ratu tak tahan untuk memeluk Nadia. Ia meletakkan tas mewah di atas sofa begitu saja lalu memeluk Nadia erat. "Keponakanku sayang," lirihnya. Lalu ia ciumi wajah Nadia dengan air mata yang perlahan menetes di wajah cantiknya. "Bu Ratu, kenapa Ibu menangis?" Nadia bingung. Ratu meraih jemari Nadia, ia kecupi berkali-kali setelahnya tersenyum lebar. "Seneng aja bisa punya keponakan secantik kamu, Nadia." Ratu mengecup kening Nadia lama. Kemudian muncul R
Setelah pertemuan itu, Risa dan Nadia dibawa kembali ke rumah Arkana. Raka dan Bu Sumi ikut serta. Untuk apa harus menyembunyikan lagi siapa mereka, kini justru saatnya sedikit mulai membuka rahasia yang tersimpan. Arkana sudah duduk di ruang tamu bersama Devinta juga Deva, pun kedua orang tua lelaki itu juga kedua mertuanya. Risa berjalan sambil menggandeng tangan Nadia yang tersenyum menyapa Deva, tapi bocah lelaki itu justru memalingkan wajah. Nadia diam. Deva seperti marah kepadanya. Kedua orang tua Devinta menatap dingin, walau ia tau kejadian Arkana sebelum mereka menikahkan dengan Devinta tapi rasanya tetap saja kesal. “Bu Sumi,” sapa nyonya Bagas. Bu Sumi bersalaman sambil membungkukkan tubuh. “Sudah, Bu,” kata nyonya Bagas. Bu Sumi merasa tidak enak hati karena menyimpan rahasia tentang kejadian Arkana dan Risa kala itu. “Mari, kita duduk bersama,” ajak tuan Bagas yang begitu humble. Tidak sombong sebagai seorang majikan. Raka menyapa satu persatu dengan tatapan dan anggu
Semua sudah siap, Nadia kini sudah bisa bersekolah di tempat semestinya. Ia dan Risa berjalan menuruni anak tangga dengan perlahan. Tatapan Devinta serta Deva begitu dingin saat melihat ke arah dua perempuan yang kini statusnya bagian hidup Arkana. Lelaki itu tersenyum menyambut, tapi Risa dan Nadia segera pamit berangkat, tidak ikut sarapan bersama karena mereka tau diri posisinya di rumah itu. Arkana hanya bisa menghela napas sambil menatap Devinta yang tak acuh sambil menyendok nasi dan lauk ke mulutnya. Di depan gerbang rumah besar itu, mobil sedan mewah berhenti, Raka turun lalu berlari memutar bagasi mobil untuk menghampiri Nadia juga Risa. “Kenapa kamu?” Risa masih kesal dengan Raka, padahal sudah satu minggu lalu sejak pernikahannya dilangsungkan, ia tak bertemu Raka. “Memang kenapa? Ayo Nadia, Om Raka antar sekolah.” Raka membuka pintu belakang, Nadia tampak ragu tetapi tetap masuk ke dalam mobil dengan perlahan sambil menatap bundanya.“Jangan kasih kesedihan ke Nadia lag
Harap bijak membaca part ini. Erangan erotis wanita diatas tubuh lelaki itu menggema di dalam kamar hotel yang tempati keduanya. Devinta mabuk, ia kehilangan kewarasan hingga kini sedang mendapati pelepasan keduanya dengan Raka. Laki-laki itu memburunya, hingga bertemu di klub tempat Devinta menyendiri. Ia bohong kepada Arkana, bilang jika akan pulang ke rumah orang tuanya sejenak, dan lelaki bodoh itu percaya. Rayuan maut Raka ditambah alkohol membuat Devinta kembali hilang akal. Raka tak menyiakan kesempatan, langsung ia membawa Devinta ke tempat itu. Raka akui, Devinta cantik dengan tubuh sempurna. Pantas kakaknya, begitu menggilai wanita yang masih terus bergerak di atas tubuhnya. Raka puas biasa membuat Devinta hilang akal dan adab. Ia istri seorang laki-laki sukses, dan kini sedang bercinta dengan seorang laki-laki yang merupakan adik dari laki-laki yang begitu Devinta cintai dulu. Devinta mendesah nikmat, Raka kembali menyemburkan cairan miliknya di dalam rahim Devinta. “Ras
Risa menuruti kemauan Arkana, ia memasak. Malam itu Risa memasak iga bakar dan puding buah-buahan. Dua masakan sederhana tanpa banyak macam yang biasanya jika ada Devinta, satu meja makan penuh dengan makanan yang ujung-ujungnya tidak habis dimakan. Deva turun dari lantai dua, menghampiri Risa yang sedang menata meja makan. “Kalian mau pergi dari sini, kan.” tanya Deva dengan nada ketus. Risa menoleh, tersenyum seraya mengangguk. Arkana baru tiba, ia berjalan masuk ke dalam rumah, Deva menoleh menatap papanya dengan tatapan kesal. “Mereka besok pergi dari sini, ‘kan, Pa?” tanyanya dengan penuh penekanan. “Kenapa kamu tanyanya begitu, Deva?” Arkana tak percaya putranya bisa bicara seperti itu. “Deva nggak suka! Mama pergi karena mereka!” teriak bocah laki-laki itu lalu kembali ke kamarnya. Arkana menghela napas panjang, ia mengendurkan dasi yang masih melingkar di kerah bajunya. Risa tersenyum masam. “Deva jadi salah sangka dan benci aku sama Nadia. Apa kamu tau, perlakuan Deva