Home / Romansa / Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak / 2. Paru-paruku menumbuhkan bunga!

Share

2. Paru-paruku menumbuhkan bunga!

Author: Lemonia
last update Huling Na-update: 2025-10-21 16:32:19

Tama menatap Erwin dengan tatapan tak percaya. "Ha?" Dia menggeleng, berusaha mencerna informasi itu.

"Hanahaki," Aldo mengulangi, mencondongkan tubuhnya ke depan. "Bunga yang kau keluarkan bersama batuk, itu adalah gejala Hanahaki."

Mata Tama terbelalak. Dia mengeluarkan bunga? Sekilas bayangan sebelum pingsan mengingatkannya. Dia juga ingat akan sakitnya ketika bunga yang entah darimana itu mencekik tenggorokannya.

Hanahaki. Dia tahu legenda itu, penyakit di mana seseorang batuk kelopak bunga karena cinta yang tak terbalas. Tapi...

"Itu takhayul, sialan." Tama menepis penjelasan Aldo dengan gerakan tangannya yang ingin memukulnya, namun Aldo mundur sedikit, menghindar dengan cekatan.

"Tadinya kami pikir juga begitu." Aldo mendesah, melirik Erwin untuk mencari dukungan. "Namun ternyata ada 0,05 persen dari populasi manusia yang benar-benar mengidap penyakit tersebut," lanjutnya yang segera di-iya-kan oleh Erwin.

Ruangan menjadi hening. Tama menatap kedua temannya dengan ekspresi tak percaya. Dia kesulitan mencerna kata-kata Aldo, karena rasanya seperti mendengar sesuatu yang mustahil. Dia perlahan-lahan duduk lebih tegak, berusaha mengabaikan rasa lelah yang menyelimuti tubuhnya.

Erwin berdeham lalu berkata, "Penyakit ini hanya muncul ketika seseorang menyimpan cinta yang tak terbalas begitu lama hingga tumbuh menjadi sesuatu yang nyata di dalam tubuh. Jika kau mengatakan siapa orangnya, aku dan Aldo sepakat untuk membantumu membuatnya membalas perasaanmu."

Tama masih terdiam, kepalanya berdenyut karena kebingungan. Dia mengusap wajahnya. "Kalau begitu, itu lebih tidak masuk akal lagi." Suaranya mulai terdengar frustrasi.

"Karena aku tidak sedang menyukai siapa pun," ujarnya.

Aldo dan Erwin saling bertukar pandang, raut wajah mereka sama-sama bingung.

“Itu aneh,” gumam Aldo.

Erwin kembali menatap Tama lekat-lekat. “Hanahaki tidak pernah salah. Itu hanya tumbuh dari perasaan yang murni dan dalam, yang dimiliki inangnya.”

"Tama sayang!" Felisha muncul dari balik pintu dan melangkah dengan tergesa-gesa. "Bagaimana keadaanmu?"

Erwin memutar bola matanya. "Dia sekarat karena cinta bertepuk sebelah tangan."

Sekarang giliran Tama yang memutar bola mata.

"Apa maksudnya?" tanya Felisha seraya menyingkirkan Aldo dari kursi yang disediakan di samping ranjang rumah sakit.

"Maksudnya, paru-paruku berubah fungsi menjadi ladang dan menumbuhkan bunga! Betapa indahnya hidupku" Tama mengatakannya dengan sarkas.

"Aku tidak ingin mendengar lelucon sekarang! Dan tidak ada bunga di ladang!" Balas Felisha dengan cemberut.

"Dia menderita hanahaki." Aldo duduk di tempat kaki Tama berada. "Dia mengeluarkan bunga dari mulutnya."

"Hanahaki? Aku pernah membacanya di cerita roman." Felisha bergumam, lalu kembali menghadap Tama. Matanya berkaca-kaca dan lengkungan bibirnya turun ke bawah. "Oh sayang, kasihan sekali kau akan mati muda."

"Apa maksudmu aku akan mati muda? Aku masih sehat dan kuat." Tama memprotes, tidak terima dengan perkataan teman kecilnya yang dangkal.

"Tapi di novel—"

"Felisha itu hanya novel!" Tama memotong dengan kesal.

"Benar juga." Gadis itu menyedot kembali ingusnya. "Jadi apakah kau bisa sembuh?"

"Dokter bilang, Tama akan sembuh kalau cintanya terbalas. Masalahnya kita tidak tau siapa orang yang tidak beruntung itu, dan si brengsek ini, sama sekali tidak membantu dan terus menyangkal dengan mengatakan dia tidak sedang menyukai siapapun." Aldo menjelaskan dengan senyum namun matanya menatap Tama dengan tajam.

"Oh, itu bodoh sekali." Perkataan Felisha disetujui oleh dua kepala di ruangan itu.

Tama menggeram, "Aku tidak! Kalau kalian lupa, aku benci cinta!"

Erwin tampak ragu sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Kalau memang benar begitu... bagaimana dengan Raisa?"

Pertanyaan itu membuat Tama menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa dengan Raisa? Oh iya," dia menatap sekeliling, seolah baru menyadari seseorang hilang. "Di mana anak itu?"

"Dia harus pulang," jawab Erwin sambil melirik ke arah pintu. "Tidak lama sebelum kau bangun. Dia sudah menunggumu cukup lama."

Tama mendesah, melemparkan pandangan kosong ke arah pintu. "Dia harus kerja. Tapi tunggu, kenapa kalian malah membahas Raisa?"

"Karena kau jelas menyukainya!" Aldo menatapnya dengan penuh keyakinan. "Kau selalu ada untuk dia, kau menyelamatkannya dari Brian, kau bahkan lebih perhatian padanya dibanding orang lain!"

"Dibanding aku, sahabatmu dari kecil!" Felisha menimpali.

Tama mengabaikan Felisha, untuk menatap Aldo seperti dia baru saja menumbuhkan kepala keduanya. "Apa?! Tidak, tentu saja tidak. Aku tidak punya perasaan seperti itu terhadap Raisa."

Tama memijit keningnya.

Erwin mengerutkan kening, tidak yakin. "Tapi kau selalu memperhatikannya. Semua orang bisa melihatnya. Kau bahkan marah ketika Raisa berada dalam masalah."

Tama mendesah, kini benar-benar lelah dengan pembicaraan ini. "Ya, karena kami berteman. Teman saling peduli satu sama lain, itu wajar. Aku menyelamatkan Raisa dari Brian karena aku tidak suka melihat orang diperlakukan tidak adil, bukan karena aku punya perasaan padanya. Itu yang seharusnya dilakukan oleh siapa saja."

Dia menatap semua orang, berharap mereka bisa memahami sudut pandangnya. "Sudah sewajarnya sebagai manusia untuk saling menolong, kan?"

Felisha menyentuh bahunya, menambahkan sedikit tekanan pada pernyataannya. "Tidak. Kau jelas bukan tipe manusia yang seperti itu. Jangan berujar omong kosong tentang hubungan pertemanan, karena kau bahkan tidak pernah memperlakukan kami dengan cara yang sama seperti kau memperlakukan Raisa."

Tama merasakan detak jantungnya semakin cepat, dia memilih untuk diam sebentar sebelum mendengus geli. "Itu tidak mungkin."

"Mengaku saja, kau memang menyukainya!"

"Aku tidak menyukainya!" Tama hampir berteriak, suara seraknya menggema di ruang rawatnya.

Aldo mengerang, “Sialan! Ini terlalu membuat frustrasi,” umpatnya, sambil mengacak rambutnya sendiri dengan gerakan putus asa. Dia merasa seperti berhadapan dengan dinding tebal yang tak bisa ditembus, dan rasanya semakin menyebalkan.

Setelahnya, Aldo menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. "Kalau begitu... ini mustahil. Hanahaki hanya terjadi karena cinta tak terbalas, tapi kau tidak menyukai siapa pun? Bagaimana mungkin kau bisa mengidap penyakit ini?"

"Itu dia masalahnya." Tama tiba-tiba terbatuk lagi, dan rasa sakit menjalar di tenggorokannya.

Terkejut, dia merasakan satu kelopak bunga yang tersangkut di langit-langit mulutnya. Dengan cepat, dia mengeluarkan kelopak bunga tersebut untuk di bungkus tisu yang diulurkan Felisha.

Kelopak bunga berwarna merah muda.

"Aku benar-benar tidak tahu. Aku bahkan tidak punya perasaan pada siapa pun saat ini. Jadi kenapa aku mengeluarkan bunga?" Tama menatap kosong kelopak bunga tersebut sebelum membuangnya ke tempat sampah.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 28. Bertengkar lagi

    Tama mengerutkan kening ketika menyadari betapa gugupnya gadis di depannya. Dinda menggosok-gosok tangannya pada rok seragamnya dengan cemas. Hal itu membuat Tama penasaran tentang apa yang membuat Dinda begitu khawatir untuk dibicarakan dengannya. Kalau tidak siap untuk bicara, untuk apa gadis itu meminta pertemuan dengannya?“Aku yakin ada sesuatu yang membuatmu mengundangku ke sini.”“Tapi aku tidak akan membuang waktuku hanya untuk menunggumu bicara. Mungkin lain kali.”“Tidak! Aku, aku harus mengatakan sekarang.”Tama diam, menunggunya melanjutkan.“Aku, sebenarnya aku ingin mengatakan ini sejak lama. Beberapa kali ingin memendam sendiri, namun kau mengajakku mengobrol waktu itu, bersama teman-temanmu. Aku meresa sangat senang. Aku memberanikan diri untuk mengatakan padamu,” Dinda berhenti. Terdiam sangat lama.“Jadi?!” tanya Tama agak tidak sabar. Penantian ini membuatnya cemas, tetapi dia merasa sedikit bersalah ketika Dinda tersentak dan meremas kedua tangannya sendiri tampak

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 27. Dinda

    Udara pagi ini hangat. Sepertinya ramalan cuaca yang mengatakan akan ada badai hujan itu salah. Syukurlah, Raisa tidak akan kesulitan untuk berangkat ke tempat kerja kalau begitu. Apalagi hari ini ada perayaan ulang tahun di tempat kerjanya. Dia diharuskan datang lebih awal. Semoga saja kelas terakhir tidak mendadak menambah jam di luar jadwal.Langkah Raisa melambat ketika melihat seseorang mondar-mandir di depan kelasnya. Dia sepertinya sedang gugup, terlihat dari raut wajahnya.“Hai!” Raisa menghampirinya. “Kau mau menemui siapa? Aku bisa bantu panggilkan.”Orang yang Raisa tahu bernama Dinda, tersentak seolah tertangkap basah. Wajahnya yang sudah pucat kini memerah karena Malu. "Emm..." dia bimbang. Pandangannya langsung jatuh ke lantai. Kemudian, dia berusaha mencuri pandang ke dalam kelas, mencari seseorang.“Kau Dinda kan? Mau aku panggilkan seseorang di dalam kelas?” tawar Raisa. Dia sebenarnya ingin langsung masuk, tetapi meninggalkan Dinda begitu saja terasa tidak enak.Dind

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 26. Jurnal

    Setelah Tama mengantar Raisa, dia langsung menuju toko buku bekas yang diberitahu Felisha. Toko itu lumayan jauh dari tempat Raisa bekerja, dia harus memutar untuk sampai di sana. Tama langsung masuk ke dalam toko, dan disapa senang oleh seorang kakak yang berdiri dari balik meja kasir. "Hari ini pasti keberuntunganku. Senang mendapat lebih banyak pelanggan daripada kemarin," ujarnya sebelum mempersilahkan Tama masuk. Toko buku yang sepi ini membuat Tama langsung menemukan keberadaan Felisha dan Erwin. Tampaknya Aldo belum sampai. "Apa yang kalian temukan?" "Oh, akhirnya kau datang. Cepat, duduk sini." Felisha bersorak sambil menepuk kursi di sebelahnya. "Erwin menemukan ini. Lihat," dia mendorong buku itu, "buku analogi puisi, tapi yang paling menarik adalah tulisan tangan ini. Hampir setiap halaman kosong penuh dengan coretan yang bukan sekadar catatan." "Tulisan itu seperti jurnal kehidupan seseorang, lengkap dengan tanggal dan tahun," tambahnya "Ini di buat tahun 2015, sepu

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 25. Jangan tinggalkan teman kencanmu

    Suara tawa anak-anak memenuhi halaman panti asuhan. Bau matahari bercampur aroma tanah basah dari taman kecil di pojok halaman, memberi Tama kenangan ketika dia mengunjungi panti ini dulu. Sekelebat ingatan bermain bersama anak-anak panti sebayanya. Tapi dia tidak ingat bertemu Raisa kecil. Dia duduk di bangku kayu dibawah pohon yang rindang, menatap Raisa yang sedang membantu anak-anak membuat gelembung sabun. Mereka berlarian, menjerit kegirangan setiap kali gelembung pecah di udara.Raisa menoleh padanya. Melambai sambil tersenyum, pipinya merah karena panas.Tama tidak bisa mengalihkan pandangannya sejenak, sedikit terpukau. Raisa terlihat lebih cantik ketika tersenyum lebar seperti itu.Rasa geletik di tenggorokannya benar-benar mengganggu, Tama berdeham dan satu kelopak tersangkut di langit-langit mulutnya. Tama terkejut betapa mudahnya itu, biasanya dia harus menggunakan tenaga untuk mengeluarkannya.Dia mengambil kelopak itu dari mulutnya. Menatap kelopak warna merah muda itu

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   24. Apa benar begitu?

    Keduanya kemudian memeriksa buku yang dibawa kakek tadi. Felisha membaca judul buku pertama, “Bahasa Rahasia Bunga.” Sampulnya merah marun dengan gambar berbagai bunga yang disatukan. Melewati kata pengantar dan daftar isi, yang dibahas pertama adalah bunga anggrek (orchid) dan makna simbolik bunga tersebut. Bunga anggrek bulan; Kemurnian, Keindahan, Keanggunan. Anggrek Bulan dikenal dengan bunga yang besar dan indah, biasanya berwarna putih atau ungu muda. Dalam budaya Asia, bunga ini melambangkan kemurnian dan keanggunan yang mendalam. 'Hm? Hanya begitu saja? Tidak dijelaskan secara personifikasi bunganya.' Sedangkan Erwin mengambil yang kedua, “Herbarium.” Berisi gambar-gambar bunga yang sudah diawetkan. Merasa tidak membutuhkan ini, dia meraih buku terakhir dari sang kakek. Yang terakhir berjudul “Mitos dan Legenda dari Timur.” Erwin mengerjap pelan, 'Mitos dan legenda, ya? Mungkin saja Hanahaki juga termasuk di dalamny

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   23. Mencari informasi penting

    Felisha menatap sekeliling. Di dalam toko yang nyaris runtuh ini, terdapat rak-rak menjulang hingga hampir menyentuh langit-langit. Sebagian tampak miring, menandakan sudah terlalu lama bertahan mengemban beban. Erwin mendekat ke salah satu rak dan mengusap punggung buku yang warnanya sudah pudar. Debu menempel di ujung jarinya. Sang kakek terkekeh kecil. “Toko ini sudah berdiri sangat lama. Lebih tua dari umur kalian. Dulu tempat ini hanyalah gudang buku yang tak terpakai. Kupikir, daripada menumpuk dan dilupakan, lebih baik dijual saja,” ujarnya dengan bangga. Felisha menatap langit-langit kayu yang retak. "Ya, tapi apakah tempat ini tidak pernah direnovasi? Bisa berbahaya kalau sampai rubuh kek." Erwin berdeham untuk memperingatkan Felisha untuk menjaga kata-matanya. "Aku minta maaf," kata Felisha sembari membungkuk. Sang kakek malah tertawa, bahunya sedikit bergetar. “Tidak apa-apa, Nak. Ak

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status