Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 5**
"Jangan banyak bicara, cepat jalankan mobilnya atau aku akan menghancurkan kaca mobil ini," ancamku seraya mengacungkan high hillsku ke kaca depan mobilnya.
Mau tak mau Mas Bayu menuruti permintaanku, Ibu tampak menangis dengan memanggil namaku. Namun, tak secuil pun rasa ingin kembali ke rumah itu untuk mendengarkan penjelasan Linda.
Sepanjang perjalanan aku hanya diam membisu, memandang ke arah jendela luar. Sedangkan Mas Bayu sama sekali tak berani bertanya satu patah kata pun. Rasanya jika di jelaskan di mobil tak akan cukup waktunya, aku ingin meluapkan semuanya ketika telah di rumah.
Pintu gerbang di buka oleh Pak Abdul, orang yang kupercaya menjaga rumah. Mobil Fortuner Mas Bayu masuk ke dalam garasi lalu aku turun dengan tergesa. Melepas hills sembarang lalu mendudukkan tubuhku di atas sofa ruang tamu.
"Dek, kamu kenapa, sih?" tanya Mas Bayu.
Aku menatapnya nyalang, tak sedikitpun terbersit dalam fikiranku bahwa Mas Bayu akan melakukan hal sehina itu. Membongkar aib rumah tangga kepada iparnya sendiri. Sebenarnya apa sih maunya?
"Dek, jawab, dong. Jangan buat aku penasaran kaya gini. Sebenarnya kamu kenapa? Aku salah apa lagi?"
"Kamu yang kenapa, Mas. Kenapa kamu menceritakan semua aib keluarga kita pada Linda? Apa untungnya buat kamu? Kamu bilang aku malas masak, rumah nggak selalu bersih. Maksud kamu apa?"
Untuk sekian detik Mas Bayu terdiam dengan mengerutkan kening. Lalu duduk mendekat denganku yang ada di sofa panjang.
"Apa maksud kamu? Aku nggak paham,"
"Jangan pura-pura bodoh, Mas. Ingat, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga," kataku dengan masih menatap kedua matanya tajam, "apa benar, kalau kamu curhat ke Linda tentang masalah keluarga kita? Kamu bilang aku malas masak, rumah kotor. Lalu ... Kamu juga bilang kalau sudah bosan hidup denganku. Benar? Kalau memang benar, baiklah. Tinggalkan aku sendiri kalau memang kamu sudah bosan hidup sama aku!" cecarku tak henti. Tapi entah kenapa air mataku enggan untuk keluar, padahal hatiku telah sakit dan terbakar.
Bukan tanpa alasan aku tak melabrak Linda saat itu juga, bagaimanapun aku masih punya adab. Tak enak kalau aku melabraknya tanpa mengumpulkan bukti terlebih dahulu. Lagipula aku tak ingin terlihat buruk di mata mertuaku, meskipun Linda sudah memporak-porandakan citra baikku di depan kedua mertuaku.
"Astaghfirullah ... Demi Allah, Dek. Aku nggak kaya gitu,"
"Bohong! Katakan jika memang iya!" teriakku.
Kulihat hari ekor mataku Mbok Nah mengawasi pertengkaranku dan Mas Bayu, beliau adalah orang yang selalu datang ke rumah ini sebanyak tiga kali seminggu. Jika waktu senggang aku masih bisa mengurus rumah sendiri, itulah alasanku tak mempekerjakan beliau setiap hari.
"Enggak, aku nggak kaya gitu. Cuma kemaren pas Linda chat pinjem uang, aku sempet bilang kalau kamu lagi tidur soalnya capek kerja seharian terus nggak sempet masak. Tapi aku nggak bilang kaya yang kamu bilang tadi, serius,"
"Mana ada maling yang mau ngaku," ucapku mencibir.
Aku berdiri menjauh dari Mas Bayu yang sedang memohon agar aku tak marah lagi kepadanya. Lebih baik aku istirahat di kamar dari pada harus berdebat dengannya. Tapi belum sampai aku masuk ke dalam kamar, suara deru mobil memasuki pekarangan rumahku.
Aku menghentikan langkah sejenak, lalu menengok siapa yang berkunjung ke rumah. Tak kusangka, ternyata itu adalah kedua mertuaku. Mungkin Ibu merasa ingin menjelaskan perihal masalah tadi.
Dengan langkah tergesa Ibu masuk ke dalam rumah. Aku yang masih berdiri di depan pintu kamar terhenti melangkah ketika melihat Ibu dengan linangan air matanya.
"Nurma, maafkan Ibu, huhuhu." Isak tangis Ibu menggema di penjuru rumahku.
Aku tak menyangka, bahwa reaksi Ibu akan seperti ini. Kupikir beliau akan terhasut oleh perkataan Linda, tapi nyatanya tidak. Buktinya beliau sampai rela mengejarku hingga ke rumah.
"Bu, jangan menangis," ucapku ketika aku berhasil membawa Ibu ke sofa ruang tamu tempatku bersitengang dengan Mas Bayu beberapa saat yanh lalu.
"Nur, sungguh, Ibu tidak bermaksud menyakiti hatimu." Ibu menggenggam kedua tanganku.
Meskipun kadang beliau menyakiti hatiku perihal keturunan, tapi tak kupungkiri bahwa Ibu sangat sayang padaku dan juga Mas Bayu. Tapi entah kenapa, mungkin dengan seringnya Linda mengotori pikiran Ibu, beliau jadi sedikit jauh denganku. Hanya kali ini saja, mungkin beliau tidak enak hati karena sudah kepergok olehku ketika sedang berbincang dengan Linda.
"Sudah, Bu. Jangan menangis, Nurma tidak apa-apa. Nurma hanya sedih," kataku dengan merenggangkan pegangan tangan Ibu, "Jika memang apa yang Linda tuduhkan itu benar adanya, Mas Bayu mengatakan hal itu pada Linda. Maka Nurma siap untuk ditinggalkan oleh Mas Bayu, lagipula untuk apa Nurma di sini? Tidak bisa apa-apa, bahkan memberikan keturunan untuk Mas Bayu saja tidak bisa."
"Diam, Nurma. Jangan bicara seperti itu," bentak Bapak, beliau adalah satu-satunya orang yang paling bijaksana di keluarga Pradipta.
"Demi Allah Bayi tidak mengatakan hal itu, Pak, Bu,"
"Tapi bagaimana dengan transferan tersembunyimu itu pada Linda kemarin?"
Mas Bayu mengacak rambut kasar, lalu bersimpuh di hadapanku.
"Dek, aku mengaku salah. Aku minta maaf, tolong, beri aku maaf, beri aku kesempatan," ungkap Mas Bayu dengan memohon kepadaku.
"Transferan? Transferan apa?" tanya Bapak ingin tahu.
Dengan berat hati, aku mengatakan hal yang sebenarnya pada kedua orang tua Mas Bayu. Karena aku ingin mereka juga tahu bagaimana tindakan anak sulungnya itu.
"Astaghfirullah," ucap kedua mertuaku serentak.
Mas Bayi menunduk semakin dalam, gurat penyesalan jelas terlihat dari mimik mukanya.
"Dek, Pak, Bu. Aku menyesal. Tolong maafkan aku," pinta Mas Bayu lagi.
Dengan segala bujuk rayu, akhirnya aku mau memaafkan Mas Bayu. Tak lain hanya aku tak ingin hubungan rumah tanggaku hancur karena ipar tak tahu diri seperti Linda. Semoga saja, ungkapan penyesalannya kali ini benar-benar ia ucapkan tulus dari dalam hatinya.
***
Satu minggu kemudian ....
Tringg
Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Mas Bayu, kebetulan ia bersedia membelikanku obat sakit perut ke apotek. Tamu bulananku datang sore tadi, dan memang sudah menjadi kebiasaan bahwa aku tak akan bisa bertahan jika tanpa obat pereda nyeri. Kebetulan juga ponselnya tertinggal ketika ia pergi ke apotek.
Demi Tuhan rasanya tubuhku hampir saja tumbang, ketika kudapati pesan yang sama seperti pertama kali pertengakaranku dengan Mas Bayu berawal seminggu yang lalu.
[Trx Rek.15801032xxxxxx : Transfer NBMP BAYU PRADIPTA TO NURLIDA Rp. 800.000,00 06/05/2021 18.49.25]
Apa lagi ini? Lelaki macam apa? Benar-benar bermuka dua!
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu