Hantaran Diminta Kembali Lila mendorong dada Rizal dan melepaskan diri. Tapi tangan kekar itu menahannya. Lila membeku menatap manik mata lembut yang mengintimidasi itu. Rizal kembali mengikis jarak dan mengulum bibir itu. Pelan dan kembali merangkum bingkai mungil itu. Lila mendorong pelan, menjauhkan wajahnya yang memerah. "Kau menolakku?" tanya dengan Rizal dengan suara memburu, ia telah diliputi gairah. Lila bungkam, tatapan mereka terkunci. Dengan sekali gerakan, Lila telah berada dalam gendongan Rizal dan dengan ringan Rizal melemparkan tubuh Lila ke ranjang. Lila memekik tertahan, saat dengan tiba-tiba Rizal menjatuhkan tubuhnya di atas Lila dan menarik begitu saja baju yang dikenakan Lila. Lila hanya membatu saat pria yang telah diliputi gairah itu mengajaknya tenggelam dalam pelukannya. Rizal menarik selimut dan menyelimuti tubuh Lila. Gadis itu tetap memunggunginya. Pelan Rizal mendekat dan mengecup puncak kepala itu pelan. Rizal mengecup bahu terbuka Lila d
Hantaran Diminta Kembali Rizal menatap jam di pergelangan tangannya. Suasana diluar ruang kerjanya mulai riuh, beberapa kali terdengar langkah kaki hilir mudik atau mulai terdengar gurauan diantara para pegawainya di luar. "Dimas! ditelpon bini lu! Katanya ponselmu nggak aktif!" seru Mela, sang resepsionis itu dengan suara lantangnya.Seketika suara riuh menyoraki dan mengejek Dimas. "Istrinya posesif, ya!" Suara Bram menanggapi. Pria lajang itu tampak menatap Dimas miris. "Wajar sih, istriku juga selalu menelpon atau sekedar chatting untuk mengingatkan makan siang atau shalat, gitu!" sahut Pak Edo santai. "Nih, ia sudah mengirim pesan agar aku segera makan siang!" sambung pria itu menunjukkan ponselnya ke udara. Seketika para pegawai wanita bersorak riuh."Uuh romantisnya Bu Edo, kayak pengantin baru!" Seru Astrid sang teller itu. "Tapi risih juga, telat dikit aja, telepon udah puluhan kali," sahut seorang yang lain. "Wajar, sih, mereka kan perhatian, khawatir sama kita
Hantaran Diminta Kembali Reni membuka pintu pagar sesegera mungkin. Mobil mewah itu segera saja masuk melewatinya. Mobil terparkir begitu saja di depan garasi dan sang pemilik berjalan tergesa-gesa memasuki rumah. Reni mendekat dan menutup pintu mobil itu. Rizal segera berjalan cepat menuju kamar utama.Kosong. Ia tidak melihat Lila ada di kamar itu. Rizal segera keluar kamar. "Non Lila kemana?" tanya Rizal begitu berpapasan dengan Reni di kuar kamar. "Non Lila di atas, mungkin sedang olahraga!" sahut Reni sambil menunduk. "Olahraga?"Rizal mengerutkan kening. Rizal memang mempunyai treadmill dan homegym yang ia letakkan di lantai atas.Rizal segera menaiki tangga menuju lantai atas dengan langkah lebar. Ia merasa tak sabar menemui Lila. Langkahnya kembali melambat. Ia harus stay cool dan berwibawa.Ketika hampir mencapai ujung tangga, Rizal sudah mendengar tawa cekikikan itu.Rizal bergeming. Rizal melihat Lila tertawa tergelak sambil duduk di atas matras. Sementara Putr
. Hantaran Diminta Kembali "Kenapa menelpon?" tanya Rizal dengan suara menekan. "Lah, siapa dulu yang tadi menelpon dan mengirim banyak chat?" sembur suara di seberang balik bertanya. "Maaf, aku sedang di luar bersama Lila!"jawab Rizal sambil menoleh ke tempat Lila berada. Gadis itu tampak sibuk dengan ponselnya. Mungkin ia sedang mengambil foto dari semua makanan yang ada di hadapannya itu. "Pantes saja kamu bolak balik meriject panggilanku," sahut suara itu sewot. "Begini, Hen, tulis pesan saja tentang yang kita bicarakan tadi, nanti aku baca!" ucap Rizal dengan suara setengah berbisik. "Oke, Tuan!" Terdengar suara jawaban malas dan segera saja sambungan telepon itu terputus. Rizal kembali mengantongi ponselnya dan gegas kembali ke meja Lila. "Kenapa tidak makan?"tanya Rizal ketika ia melihat Lila masih sibuk dengan ponselnya. "Aku sedang mengambil foto makananku!" sahut Lila sambil tersenyum. Rizal mengamati Lila kembali menikmati makanannya. Sementara ponzel itu masi
Hantaran Diminta Kembali"Lilaa!" Lengkingan penuh amarah itu menggema memenuhi ruangan. Dengan berang Selvi membanting ponselnya. Ponsel itu hancur berserak di lantai. "Ini ponsel ke tiga yang kau hancurkan," ucap Elsa dengan nada dingin. "Kau seharusnya sadar kemarahanmu itu merugikan!" ucap Elsa sambil menyilangkan kedua kakinya. "Percuma kau meladeni gadis kampungan itu," sambung Elsa sambil meneguk diet cokenya. "Lalu aku harus apa? menyerah?" seru Selvi marah. "Aku tidak bisa membiarkan orang lain merebut Rizal dariku!" ucap Selvi dengan nafas memburu. "Kalau begitu bermainlah yang benar, yang anggun," seru Elga kesal. "Jangan bertindak kampungan dan kasar seperti tadi," nasehat Elga sambil menatap Selvi. Selvi memicingkan mata. Ia kini menatap tajam Elsa sambil menyilangkan tangan di dada. "Dia wanita kampung, dia tidak terlalu peka dengan semua peringatan kasarmu itu. Ia hanya menganggap kamu itu wanita yang kalah!" ucap Elsa dengan nada dingin. Selvi mulai tert
Hantaran Diminta Kembali Aiza segera memasuki mobil. Tangannya sigap melajukan mobil keluar dari halaman rumah Lila. Ia melambaikan tangan sekali lagi pada Lila yang masih berdiri di halaman rumahnya. Aiza tertawa lebar. "Kenapa tertawa?" tanya Bu Anggraini sambil menutup kaca mobil. "Entah, Aiza merasa kasihan sama mbak Lila,"ucap Aiza sambil menahan senyum. "Duh, iya, ya. Gimana kalau ia minum air itu dan Rizal belum pulang, kan dia bisa tersiksa itu!" sahut Bu Anggraini miris. "Kita dosa, nggak sih?" Tanya Bu Anggraini sambil menoleh pada Aiza. "Ya, iya!"Aiza berkata sambil menahan senyum. "Rasanya kita tidak usah ikut campur lagi, Bu!" ucap Aiza sambil menahan senyum. "Lo, kenapa? Ibu bermaksud baik, kok," Sanggah Bu Anggraini heran."Tapi ibu tahu enggak vitamin yang diminum mbak Lila tadi?" tanya Aiza dengan mata tetap fokus mengemudi. "Enggak, apa itu pil KB? Tapi sepertinya bukan?" ucap Bu Anggraini ragu."Ibu sama saja dengan mbak Lila, polos!" sahut Aiza sam
Hantaran Diminta Kembali Para gadis cantik berpenampilan rapi dan menarik telah berdiri berjajar menyambut tamu. Sekuriti berbaju hitam membawa HT berkeliaran untuk mengamankan acara dan mengawal para tamu penting. Para wartawan dan reporter dari stasiun televisi juga sudah memasuki tempat acara. Selvi melihat tenda mewah itu, beberapa pejabat yang penting bahkan hadir di acara itu. Hal itu menunjukkan bahwa Rizal sosok yang cukup diperhitungkan di kota itu.Selvi dengan langkah mantap menuju tempat acara itu. Ia ikut kagum melihat karier Rizal yang semakin menanjak. Ia juga mendengar berapa rumor tentang berapa omset dan bisnis sampingan apa yang dimiliki pria itu sekarang. Hal itu yang membuat Selvi menyesal telah melepaskan pria yang ia nilai terlalu mengungkung kebebasannya. Pria posesif yang Selvi pikir akan menghambat kariernya, namun kini Rizal justru semakin cemerlang tanpanya. Selvi dengan langkah mantap mendekati meja penerima tamu itu. "Kartu undangannya, Bu?" t
Hantaran Diminta Kembali Selvi melempar bantal kursi itu. Ia begitu marah dan malu. Wanita itu terduduk di lantai dengan wajah kusut masai. Rambutnya yang telah ditata MUA profesional itu telah acak-acakan, riasannya telah terhapus airmata yang mengalir deras itu. Ia tidak menyangka hari yang ia impikan akan indah itu menjadi begitu memalukan. Asisten sok keren itu juga berlaku kurang sopan padanya. Berani-beraninya pria itu mengusir dirinya dan menjauhkannya dari Rizal. Siaran di televisi tentang konferensi pers itu juga cukup membuatnya terpuruk. Bagaimana Rizal dengan tersenyum penuh arti menyebut nama wanita kampungan itu. Wanita yang tak sebanding dengan dirinya. Ia adalah Selvi, wanita yang kaya sejak kecil, ia dari keluarga terhormat dan ia wanita karier yang sukses. Orangtuanya sangat memanjakannya dan ia tidak pernah mendapat perlakuan buruk dari siapapun. Dan wanita bernama Lila itu, hanya dari keluarga miskin dan rakyat jelata dan dengan bangga Rizal menyebut n