Hantaran Diminta Kembali Lila menajamkan pandangannya saat ia melihat sosok berbaju putih dengan rok lilit batik berwarna hitam itu, terlihat sibuk di antara meja prasmanan. "Yulia!" seru Lila tak percaya. Gadis yang dipanggil segera menoleh dengan cepat dan tampak terkejut. "Lila! Oh ... maaf, Nyonya!" Yulia menyapa dengan gelagapan. Lila tampak terkejut, ia mendekati Yulia dan menggamit lengan Yulia untuk ke pinggir ruangan. "Ngapain manggil Nyonya?" Lila bertanya sambil mendongakkan dagu. Yulia tersenyum kikuk. "Eh, Nyonya-" Yulia menyebut lagi panggilan resmi itu dengan kaku. "Kenapa harus bersikap formal begitu, kalau teman, ya, sapa saja seperti biasa, Mbak," sela Rizal sambil mendekat. "Maaf, Pak, kan para tamu tamu di sini semua orang terhormat," Sahut Yulia malu-malu sambil membenahi celemek kecil yang melingkari pinggangnya. "Saya kok malah sok akrab sama ...." Yulia tidak melanjutkan ucapannya. "Ya ampun! bisa-bisanya, ya kepikiran begitu?"sergah Lila kes
Hantaran Diminta Kembali"Yud, cepat, ya!" seru Rizal dengan gusar. Ia menatap Lila yang nampak duduk dengan gelisah sambil beberapa kali menghembuskan nafas dengan cepat. "Ambil nafas, sayang!" ucap Rizal sambil mengusap keringat di dahi Lila. "Ambil nafas mulu, sudah ngos-ngosan ini!" seru Lila marah sambil melirik dengan tatapan tajam. Rizal bungkam seketika. "Iya, sabar, ya!" ucap Rizal tetap bersikap tenang sambil mengelus pinggang Lila. Dengan cepat Lila melesakkan dirinya dalam pelukan Rizal. Mencoba tenang dan menikmati sensari nyeri dan mulas yang semakin terasa. "Tenang, ya!" kata Rizal kembali sambil melirik ke depan. Jalanan di depan terlihat padat dan gelap. Banyak lampu terlihat di depan mereka, menandakan kondisi jalan yang sedang ramai. Lila diam, merasakan dada suaminya yang berdegub keras tak beraturan. Menandakan pria itu juga panik dan merasakan ketegangan yang sama. "Macet, pak!" keluh Yuda sambil membuang nafas kasar. Ia melirik Lila di jok belakang den
"Saya ke sini hanya untuk menyampaikan pesan Dimas,"Ucap sang calon mertua itu seketika membuat Lila penasaran. Tak sabar Lila mendengar kabar dari calon suami yang sudah hampir dua minggu tak berkabar padanya. "Pesan apa, ya, Bu?"Tanya ibu dari Lila itu dengan mata berbinar saat mendengar nama calon mantunya disebut. "Begini, jadi tidak enak ngomongnya, tapi saya minta maaf sekali dan semua harap memaklumi, ya!" Ucap ibu Dimas dengan membingungkan. Lila dan ibu berpandangan. Tiba-tiba hatinya merasa gelisah tanpa sebab. "Begini, kami mau menyampaikan pesan anak kami, Dimas, ia ingin membatalkan lamaran pada Lila,"Ucap ibu Dimas dengan mantap.Lila terhenyak, sama halnya dengan ibu yang wajahnya seketika berubah tegang. Lila termangu, bayangan acara lamaran yang meriah karena semua saudara berkumpul. Mereka memuji ketampanan calon suaminya dan mereka kagum pada seserahan yang mewah dan ditata sangat cantik itu. "Wah, seserahannya mewah, lengkap dan bagus. Beruntung kamu puny
"Kenapa itu muka ditekuk, mending martabak manis, meski ditekuk masih ada rasanya, kalau yang ini, asem banget ngeliatnya,"tegur Yulia pada Lila yang hanya melamun sambil mengaduk makanannya. "Lupakan aja lelaki kayak gitu! dia nggak pantas buat kamu."Kata Yulia lagi sambil menatap sahabatnya itu. "Bagaimana bisa lupa? Pria itu sebentar lagi jadi suami adik sepupuku."sahut Lila sewot. "Ha! beneran?"Seru Yulia dengan mata dan bibir membulat tak percaya. "Masak aku bohong, sih?"sahut Lila menatap Yulia kesal. "Bagaimana bisa? Jangan-jangan, Dimas memutuskan pertunangan kalian karena ada sangkut pautnya dengan sepupumu!"Gumam Yulia sambil menatap Lila serius, seketika pikirannya terpengaruh dengan ucapan sahabatnya itu. "Entahlah, mungkin bukan jodoh." tepis Lila kemudian. "Ya kalau udah begitu kamu move on, dong. Tunjukkan kamu bisa dapat pengganti yang lebih baik dari Dimas."Ucap Yulia sambil tersenyum, berusaha menguatkan meski dia sendiri gemas luar biasa melihat sahaba
Lila berjalan menyusuri jalanan dengan wajah lesu. Ia menyipitkan mata saat sinar matahari itu seolah menembus kelopak matanya. Lila menghapus peluh yang menitik di dahinya. Ia merasa gerah, marah, lelah sekaligus kecewa. Ia mempercepat langkah ketika melewati rumah berlantai dua itu. Jika saja ada jalan lain menuju rumahnya selain melewati depan rumah itu, maka ia akan lebih memilih jalan itu. Dan sayangnya Lila harus melewati rumah besar milik keluarga Dimas itu. Lila terkejut ketika ada cipratan air yang mengenai celana dan sepatunya hingga basah.Lila segera menoleh ke rumah itu. Bu Mela tampak sedang menyirami tanaman koleksinya dengan selang air. Wanita itu tak menyapa atau minta maaf pada Lila karena telah membuat Lila terkena cipratan airnya. Dengan ragu Lila menganggukkan kepala sambil tersenyum. Tapi Bu Mela ternyata hanya melengoskan wajah, mengacuhkan Lila. Lila hanya bersikap sopan, setidaknya mereka pernah punya hubungan baik hingga terjadi pertunangan itu
Lila berusaha untuk memejamkan mata. Ia menguap beberapa kali tapi ia tak bisa memejamkan mata. Lila mendengkus kesal. Kepalanya makin pusing, apalagi suara dari sound system itu makin keras terdengar. Mereka meletakkan sound-sound ukuran besar itu di halaman rumah Lila. Bi Pur bahkan tidak ijin pada empunya rumah saat meletakkan empat buah sound besar itu di sana. Bagaimana bisingnya suasana rumah Lila saat itu. Pesta Pernikahan mewah di gedung saja tidak memakai sound besar yang berisik seperti itu. Lagu-lagu dangdut patah hati terdengar seperti konser sejak pagi, padahal pernikahan baru akan dilaksanakan keesokan harinya. Lila semakin geram saja melihat ulah keluarga Bibinya itu. Tapi bapak dan Ibu tidak pernah berusaha membalas atau memarahi keluarga Bi Pur. Mereka masih menghormati Bibi Purwati sebagai keluarga meski adik kandung ibu itu tidak pernah memperlakukan hal yang sama mereka. "Ayo, kamu ikut saja tidur di rumah Bu Anggraini!" Titah Ibu begitu menyibak pint
5. Hantaran Diminta Kembali"Zal, kamu bareng saja sama Lila berangkat kondangan,"Usul bu Anggraini ketika melihat putranya itu duduk di taman sambil menyesap teh pekat. Lila yang sedang menyiram tanaman itu seketika menoleh, gadis itu terkejut luar biasa. Ia tak menyangka Bu Anggraini malah menyuruh anaknya menemani Lila ke acara kondangan itu. Dada Lila rasanya sudah bergemuruh menahan kesal sekaligus malu. "Aku nggak bisa, Bu-" Suara pria itu terdengar sangat kesal."Jadi, selesai kondangan ke tempat pegawaimu, kalian langsung ke acara pernikahan sepupu Lila!" Potong Bu Anggraini cepat. "Kenapa harus aku, sih? Dia bisa berangkat sendiri, kan?"Balas Rizal kesal sambil menatap ibunya. Lila seketika meremas jari resah, malu luar biasa. Bu Anggraini keukeh merayu anaknya yang jelas menolak berangkat ke acara kondangan bersama Lila. Pergi ke acara kondangan saja dia tidak mau apalagi diajak ke pelaminan. Lila rasanya ingin menghilang saja saat itu karena malu yang luar biasa.
6. Hantaran Diminta Kembali Suasana riuh rendah dan sibuk terasa saat Lila memasuki tenda itu. Lila terkagum-kagum melihat dekorasi pesta yang mewah. Lampu gantung, kelambu satin dan aneka bunga artifisial ditata dengan apik menambah kemewahan dekorasi tenda pernikahan itu. "Wah, ini tamu agungnya baru saja datang," seru Bi Pur dengan nada sinis. Senyum lebar tersungging di bibir merahnya. Ia berjalan pelan karena terhambat oleh lilitan jarik prada dan kebaya pas badan yang membalut tubuh padatnya. "Ayo, Lila, kapan mau menyusul?" tanya Bi Pur berbasa-basi sambil tersenyum pada Lila. Senyum yang menjadi seringaian sinis saat wanita itu berpaling dari Lila. "Akad nikahnya sudah selesai, ya?" tanya Bapak sambil menghampiri Paman. "Belum, Kang," jawab Paman pelan. Pria itu tampak gugup."Mempelai lelaki masih berganti pakaian," lanjut paman sambil melirik ke pintu rumah. Bapak menatap ibu yang tampak mengamati ruangan pesta itu. "Pengantin prianya terlambat banget,"bisik i