6. Hantaran Diminta Kembali
Suasana riuh rendah dan sibuk terasa saat Lila memasuki tenda itu.Lila terkagum-kagum melihat dekorasi pesta yang mewah. Lampu gantung, kelambu satin dan aneka bunga artifisial ditata dengan apik menambah kemewahan dekorasi tenda pernikahan itu."Wah, ini tamu agungnya baru saja datang," seru Bi Pur dengan nada sinis.Senyum lebar tersungging di bibir merahnya.Ia berjalan pelan karena terhambat oleh lilitan jarik prada dan kebaya pas badan yang membalut tubuh padatnya."Ayo, Lila, kapan mau menyusul?" tanya Bi Pur berbasa-basi sambil tersenyum pada Lila. Senyum yang menjadi seringaian sinis saat wanita itu berpaling dari Lila."Akad nikahnya sudah selesai, ya?" tanya Bapak sambil menghampiri Paman."Belum, Kang," jawab Paman pelan. Pria itu tampak gugup."Mempelai lelaki masih berganti pakaian," lanjut paman sambil melirik ke pintu rumah.Bapak menatap ibu yang tampak mengamati ruangan pesta itu."Pengantin prianya terlambat banget,"bisik ibu pada Lila."Masa cuma beda RT saja bisa terlambat datang," sambung Ibu lagi."Hustt!" Hardik bapak menyilangkan telunjuk di bibirnya.Lila mengedarkan pandangan mencari sosok pengantin perempuan.Sari duduk di ruang tamu ditemani beberapa gadis pengiring pengantin."Ayo, kita temui Sari!"Ibu lebih dulu menarik tangan Lila sebelum gadis itu beranjak mendekati sepupunya itu.Mereka berjalan melewati sebuah meja besar di sebelah pelaminan yang masih kosong itu."Lila, lihat!" Seru Ibu pada Lila sambil melirik meja yang penuh hantaran pernikahan itu.Lila termangu menatap box-box kaca berisi barang seserahan pengantin itu. Hantaran itu sama persis dengan hantaran yang pernah diberikan Dimas untuknya. Bahkan Lila masih hafal warna dan barang apa saja yang ada di hantaran itu. Kini Lila tahu barang hantaran itu diminta kembali hanya untuk diberikan pada Sari."Berarti hantaran itu diminta lagi dan dipakai untuk melamar Sari!" Bisik Ibu sambil menggelengkan kepalanya."Lamarannya lengkap ya, Mbakyu," ucap Bibi Purwati sambil berjalan mendekat. Dengan antusias ia menunjukkan aneka hantaran itu."Dimas memang royal pada Sari," ucap Bibi bangga"Lihat! ia memberi satu set perhiasan emas," seru Bi Pur antusias."Iya, banyak sekali hantarannya, ya," seru Ibu antusias."Sama persis dengan hantaran Lila dulu, ya!" Sahut Ibu lagi.Seketika Bi Pur tersenyum kecut.Lila segera beranjak menuju ke tempat Sari berada."Aku mau menemui pengantinnya dulu, ya!"Ibu berpamitan."Sekalian mau nanya, apa ukuran sepatu dan bajunya sama dengan ukuran Lila?" Lanjut ibu sambil berjalan mengikuti Lila yang lebih dulu mendekati Sari.Seketika para gadis pengiring pengantin yang kebanyakan masih merupakan saudara dan tetangga kampung itu berbisik-bisik."Selamat, ya," ucap Lila menyalami Sari yang tersenyum pongah."Makasih udah datang," sahut Sari sambil mengelus perutnya."Makan dulu, mumpung banyak makanan itu!" imbuh Sari lagi.Lila hanya tersenyum menanggapi sindiran Sari."Tenang saja, nanti saja aku makan. Takut nggak cukup buat hidangan para tamu nanti," sahut Lila mencibir, sambil berjalan beranjak menjauh.Sari melengos kesal. Rizal melihat lagi jam yang melingkar di pergelangan tangannya.Ini semua gara-gara ibu!rutuknya kesalKalau ibu tidak berkeras menyuruh ia mengantar keluarga Pak Man kondangan, Rizal pasti tidak akan kepagian datang ke pesta pernikahan.Ia terpaksa harus duduk menunggu pengantin pria berganti baju."Gimana, sih, acara kok bisa telat satu jam?"Rizal menangkap suara seorang tamu wanita yang duduk tepat di hadapannya. Keempat tamu wanita yang duduk berjajar itu segera saja terlibat pembicaraan yang seru."Entahlah, padahal tamu lelaki masih tinggal satu kampung juga," sahut wanita bertubuh subur itu."Kelihatan banget pernikahan tanpa persiapan matang, acara telat, tadi penghulu juga telat dan para tamu yang dirugikan,"timpal wanita yang lain ikut berkomentar.Rizal menikmati saja obrolan itu untuk menghilangkan rasa jenuhnya."Kurang persiapan atau gimana, ya, Bu RT?"bisik wanita berambut pendek itu lagi."Iya, serba mendadak," timpal suara lain menambah obrolan itu semakin seru."Sari dan Dimas segera saja menikah setelah Dimas membatalkan pertunangan dengan sepupu Sari."Obrolan semakin seru hingga para ibu yang duduk berjajar itu kini memutar tubuh agar bisa bergabung mengobrol dengan orang yang duduk di deretan belakang mereka."Pasti ada apa-apa, nih. Lihat Sari kelihatan lebih gemuk dari biasanya!"bisik seorang ibu dengan riasan tebal itu."Kalau aku sih, kasihan sama si Lila,"Komentar ibu RT membuat para wanita itu manggut-manggut."Iya, Lila pendiam, kalau Sari emang dari dulu ngomongnya selangit!"sahut wanita dengan potongan rambut bob itu sengit."Kelihatan banget kalau keluarga Bu Eni nggak dianggap, ya," sahut Ibu RT itu lagi Membuat pandangan para ibu-ibu itu tertuju pada Bu Eni yang sedang berbincang dengan para saudaranya. Hanya ibu kandungnya Lila yang tidak memakai kebaya yang seragam warnanya dengan para saudaranya."Iya, cuma Bu Eni dan keluarga Pak Man yang tidak pakai seragam ya!" Ucap wanita setengah baya itu menatap dengan wajah simpati."Eh, enggak apa-apa lagi Bu RT, baju Bu Eni dan Lila malah lebih bagus, lo!"Timpal seorang ibu yang lain sambil tersenyum."Iya, sih tapi kayak enggak bagus sesama saudara begitu, kelihatan Bi Pur tidak akur dengan Bu Eni," sahut wanita setengah baya itu ikut berkementar."Eh, aku yakin, batalnya pertunangan Lila pasti karena ulah keluarga Sari, nih!" sahut wanita bertubuh gemuk itu yakin."Setuju!" Seru Rizal antusias.Sontak para ibu itu menoleh ke arah Rizal sambil menatap dengan wajah cengo.Sedetik kemudian mereka tersenyum dengan tatapan terpana melihat ada sesosok pria menawan duduk di belakang mereka dan ikut bergosip.Rizal tersenyum pelik ke arah para ibu-ibu itu."Eh, Mas main setuju aja, siap halalin dong!"Sergah wanita gempal itu sambil tersenyum genit."Saya udah halal, dong, Bu," sahut Rizal santai"Ada sertifikatnya, lo!" sambung Rizal dengan santainya.Para ibu itu tertawa riuh.Mereka semakin seru bergunjing karena mendapat anggota baru yang cukup menyegarkan mata mereka.Sejenak kejenuhan mereka menunggu acara pernikah Dimas dan Sari itu sedikit terobati."Acara dimulai, tuh!" tunjuk Rizal ke tempat diadakan akad nikah itu. Para wanita yang merupakan tetangga Bi Pir segera saja sibuk memusatkan perhatian pada pengantin yang baru saja datang.Tampak pengantin pria berjalan menuju meja yang berada di tengah tempat pesta.Sari dan Dimas duduk berdampingan menghadap seorang penghulu dan para saksi.Dimas tampak gugub sementara Sari tampak berusaha duduk nyaman dengan kebaya yang terlihat menempel ketat di tubuhnya itu."Saya terima nikahnya,"ucap Dimas yang kini justru terdiam menjeda ucapannya beberapa saat."Kita ulang ya, Mas!" Ucap Pak penghulu."Masa, nama calon istrinya lupa,"gurau Pak penghulu sambil menatap Sari yang tampak tertunduk malu. Wajahnya yang penuh make up itu makin merah. Ia menahan malu dan kesal. Bahkan ia merasa cemburu tak jelas.Suara-suara gumaman para tamu dan keluarga ikut menambah riuh suasana.Penghulu kembali menjabat tangan Dimas. Pria itu tampak tegang.Rizal mengedarkan pendangannya. Ia melihat Lila berdiri di dekat meja sambil memasukkan nasi dari sebuah mangkuk besar ke wadah prasmanan dari stainles itu.Gadis itu memakai celemek yang sama seperti para pegawai katering yang sibuk menata makanan itu.Rizal mengernyitkan dahinya heran.Bukankah sudah ada tim dari pihak katering makanan, kenapa Lila ikut-ikutan menata makanan."Dasar caper!"Rutuk Rizal melihat Lila yang tampak kesulitan membawa mangkuk besar beriisi nasi itu sementara ia memakai gaun pesta yang membatasi geraknya.Dengan baju seperti itu seharusnya Lila hanya duduk manis saja menyambut tamu. Bisa sia-sia hasil make over yang dilakukan ibunya."Lila! cepat bawa minumannya kemarin!" Seru Bi Pur dengan suara keras. Wajah wanita itu nampak geram menatap Lila. Sementara gadis itu melirik dengan wajah memerah menahan malu dan berjalan menuju ke arah Bibinya."Sah!"Tiba-tiba seruan riuh rendah terdengar."Gara-gara kamu, nih!" Seru Bi Pur kesal."Aku jadi nggak tahu proses akad nikah putriku." Omel Bi Pur pada Lila."Lah, kenapa juga Bibi ikut mengawasi saya terus?" Sahut Lila balik bertanya kesal. Akhirnya hilang juga rasa hormatnya pada Bibinya itu.Ia beranjak juga sambil membawa kardus berisi minuman kemasan itu.Ia juga tersinggung dibentak-bentak Bibinya tanpa alasan jelas itu."Seharusnya Bibi itu diam di sana, jangan mengawasi Lila terus!" sambung Lila sambil beranjak menjauh.Bi Pur hanya menatap Lila marah.Entah melihat Lila saja sudah bisa membangkitkan emosinya.Hantaran Diminta Kembali Lila melirik Bibi Purwati yang beranjak menjauh dengan langkah tergesa itu. Kakinya tidak bisa melangkah sempurna karena lilitan kain jarik yang terlalu sempit itu. Lila merasa heran kenapa bibinya berusaha membuatnya menjauh dari tempat pesta itu begitu Dimas keluar dari kamar pengantin dan menuju ke tempat pesta. Wanita itu bahkan selalu mengawasi gerak gerik Lila.Bi Pur dengan tergesa mendekatinya dan menyuruhnya melakukan berbagai pekerjaan. Pesta itu memang terkesan kurang persiapan. Minuman saja belum tertata rapi meski tamu sudah mulai berdatangan. Bahkan ada makanan yang belum selesai dimasak. Acara akad nikah juga mundur dari jadwal pernikahan. "Bu, gimana sih EO-nya kok tidak beres, ya?"tanya Lila ketika melihat ibunya datang membawa tumpukan piring itu. "Mereka itu tidak pakai jasa EO atau katering, mereka cuma mengandalkan bantuan tetangga kanan-kiri saja," ucap Paman Manto sambil membawa semangkuk besar soup merah dan menuangnya dal
Hantaran Diminta Kembali Rizal mengalihkan wajah jengah. Ia mengedarkan pandangannya. Kenapa orang harus ribut kalau ada seorang pria datang sendirian ke pesta pernikahan tanpa membawa pasangan. Apa hal itu tampak mengenaskan?Anggap saja Rizal memang terlalu sensitif."Itu dia, sebentar," seru Rizal ketika melihat seorang gadis memakai celemek dan membawa piring oval besar itu. Rizal segera meninggalkan keluarga Dimas yang merubung.Keluarga Dimas dan Sari seketika sibuk memperbaiki baju, letak sanggul dan juga mengintip rapinya riasan mereka dari kaca kecil yang selalu mereka bawa. Mereka harus tampil sempurna saat berfoto dengan Pak direktur tampan itu. "Salsa, rapikan riasanmu!" bisik Bi Pur pada putri bungsunya itu sambil menyerahkan cermin lipat itu. "Dimas! Apa direkturmu itu sudah menikah?" tanya Bi Pur pada menantunya itu. "Setahu saya belum, Bu," jawab Dimassambil menatap mertuanya yang sibuk membenahi riasan putrinya itu. "Sepertinya usianya sudah matang, ya!"u
Hantaran Diminta Kembali Lila melirik sekilas ke arah Rizal yang sedang fokus mengemudi. Hampir tiga puluh menit mereka di dalam mobil, tak ada obrolan apapun di antara mereka. "Orang aneh!"Maki Lila dalam hati. Ia tak akan mungkin mengatakan hal itu di depan Rizal. Bagaimana tidak aneh? Beberapa menit yang lalu pria itu membuat kejutan dengan bersikap manis saat di pelaminan Dimas dan Sari. Dan menit berikut, Rizal sudah bertingkah seolah Lila tidak ada di sampingnya saat ini.Yang terjadi di pesta pernikahan Dimas itu memang hanya sandiwara.Tampaknya mereka sukses membuat keluarga Sari dan Dimas tertampar melihat Lila malam itu. Apa yang Lila dapatkan? Tentu ia merasa tenang karena ada yang menemaninya saat itu. Seperti ada yang mendukungnya saat ia terlihat mengenaskan. Lila sudah hampir menangis karena kesal dengan perlakuan Bi Pur kepada keluarganya. Ia juga menebalkan telinga dengan gunjingan tetangga dan saudara mereka tentang mantan tunangan Lila yang kini tela
Hantaran Diminta Kembali Lila berjalan ragu-ragu mendekati lobby hotel. Seorang bellboy mendekati, membukakan pintu kaca itu. Pria berpakaian tapi itu bertanya pada Lila."Ada yang bisa dibantu?"Sapa Bellboy itu sopan. Sikap ramah itu malah membuat Lila sungkan."Ee, toiletnya sebelah mana, ya, Mas?" tanya Lila sambil tersenyum malu."Mbak jalan terus belok sebelah-""Kamu ngapain di sini?" tegur seseorang memotong ucapan pegawai hotel itu.Lila terkejut ketika mendengar suara berat bernada dingin itu. Gadis itu segera menoleh dan melihat Rizal sudah berdiri, menatap dengan pandangan tajam ke arahnya. "Terima kasih, ya Mas!" ucap Lila mengangguk ramah pada pegawai hotel itu sambil berjalan menuju toilet yang dimaksud. "Kamu mau kemana?"tanya Rizal menahan langkah Lila. "Saya mau ke toilet, Pak,"jawab Lila berjalan cepat menghindari Rizal. Ia sedikit takut melihat pria itu. Rizal memang melarangnya masuk hotel dan Lila kini justru berkeliaran di tempat itu. Dengan langka
Hantaran Diminta Kembali Lila berdiri di depan sebuah band lengkap. Di hadapannya terlihat meja-meja bundar yang dipenuhi tamu-tamu undangan yang berpakaian mewah. Ballroom itu juga dihias dengan dekorasi pesta yang indah dan berkilau. Lila tak pernah melihat tempat pesta pernikahan semewah itu.Tiba-tiba saja gadis itu menjadi gugup, jantungnya berdegub kencang dan tangannya mulai berkeringat dingin. Ia tidak berlatih ataupun membuat persiapan untuk tampil saat ini.Bagaimana kalau Lila pbertemu Rizal dan pria itu akan memarahinya.Ah, bodoh amat, yang penting ia bisa mendapat uang hari ini dan tak ada urusan dengan pria yang bukan sanak kadangnya itu. Jadi, kenapa harus takut? "Gaes, kita ada teman baru, nih!" Freedy berkata pada anggota band.Ketiga anggota band yang telah siap dengan alat musik yang mereka pegang masing-masing itu menoleh.Mereka melambai sambil tersenyum ramah menatap Lila.Mereka seolah menyalurkan semangat pada Lila. Freedy mengambil standing mikrophon
Hantaran Diminta Kembali"Ayo, ambil makan dan cepat pulang!" Rizal berkata serius. "Tidak, aku mau menikmati pesta ini." ucap Juan sambil memperbaiki letak kursinya agar tepat menghadap ke panggung. "Kalau kamu ada acara lagi, pulang saja duluan!"sambung Juan mantap. Rizal merasa serba salah. Ia tidak mungkin juga meninggalkan Lila sendirian di tempat itu.Bagaimana kalau Juan bisa berkenalan dengan Lila? Lila gadis kampung dan tak terlalu pintar itu pasti bisa dengan mudah "digandeng" Juan. "Apalagi gadis seperti Lila pasti menyukai pria berwajah blesteran yang tampan demi memperbaiki keturunannya,"abtin Rizal nyinyir.Gadis itu sedang patah hati dan Lila akan senang saat ada pria tampan yang mendekatinya. Juan adalah penjaja cinta ulung, Rizal yakin Lila akan jatuh dalam perangkap pria itu. Lila saja mencari lelaki agar bisa dipamerkan pada mantan tunangannya dan tidak mungkin ia akan menerima saja rayuan JuanSiapa yang tak tertarik pada Juan? Pria tampan berwajah bule den
Hantaran Diminta Kembali Rizal mengawasi Juan yang kini bergabung dengan Lila.Biar saja, toh Lila sudah besar dan bisa bertanggung jawab dengan dirinya sendiri. Lagipula Rizal bukan bodyguard penyanyi hajatan itu."Pak Rizal!" sapa suara yang familiar itu seketika membuat Rizal menoleh. Pasangan yang menyapanya itu mendekat sambil menebar senyum cerah mendekati Rizal. "Sendirian, Pak?" tanya Permana, salah seorang staf direksi di kantor tempat Rizal. "Ya, seperti yang kau lihat!" Sahut Rizal singkat. Ia mengangguk pada wanita muda yang menggamit lengan pria itu."Saya pikir bapak datang bersama seseorang." ucap Permana pelan. Tiba-tiba saja merasa telah salah bicara. Wajah pria itu seketika terlihat ketakutan. Permana melihat jelas perubahan mimik muka Rizal. Jika Rizal terlihat sedang badmood, maka hal itu akan menjadi sinyal yang berbahaya baginya. Siapapun tahu bagaimana jika atasannya itu marah."Kenapa berpikir begitu?" sahut Rizal balik bertanya. "Ee, bukankah bapak t
Hantaran Diminta Kembali Lila segera menuju ke kamar mandi. Ia melepas baju, sepatu mahal pemberian Bu Anggraini itu. Segera menggantinya dengan pakaian biasa yang biasa ia pakai. Baju rakyat jelata. Kaos oblong tanpa merk dan celana kain. Ia menatap baju, tas dan sepatu sangat mahal itu.Semua barang bagus itu tidak bisa menutupi jati dirinya yang sebenarnya. Ia tetap Lila, anak pembantu dan sopir. Kemiskinannya telah membuatnya kehilangan mimpinya untuk berumah tangga. Meski ia bisa merubah diri menjadi cinderella sehari, tapi tak ada pangeran yang datang padanya, justru sang direktur kejam itu yang selalu menghinanya.Tak apa dihina, asal Lila tidak kehilangan harga dirinya. Gegas Lila menuju kamar mandi, ia mencuci baju itu dengan hati-hati dengan tangannya. Takut ada yang rusak dari lembaran kain brokat mahal itu. Lila segera mandi dan berharap air dingin itu bisa menghilangkan penat dan rasa panas di hatinya itu. Lila memasukkan semua pakaiannya ke dalam ta