Share

6. Dilanda Keraguan

Seperti biasa, sebagai pacar yang baik setiap pacar manisnya libur dan kembalinya ke tempat kerja pasti Dimas selalu menjemputnya. Cinta, kesetiaan, dan kasih sayangnya pada Nayla, gadis remaja pertama yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, telah mengubah hidupnya. Dulu kesehariannya biasa saja, tapi sekarang semakin berwarna semenjak keadiran Nayla dalam hidupnya.

Keluarnya Nayla dari dalam bus melegakan hatinya. Seulas senyum menyambut pujaan hati yang melangkahkan kaki menuju tempatnya menunggu. Namun, perlahan senyum sambutan itu memudar saat mendapati wajah ditekuk yang tidak bersahabat semakin mendekat.

"Kok jelek gitu, wajah ayu serta senyum manis Nayangku dikemanain?" tanya Dimas, masih setia duduk di atas motornya. 

"Tak tinggal di bus, buat Pak supir juga Mas kernetnya. Habisnya tadi ngantuk banget," jawabnya ngasal. Tidak mungkin 'kan, kalau bilang 'pikiranku lagi kacau.' Dia belum siap jujur sekarang, akan dipikirkan lagi bagaimana cara yang baik serta waktu yang tepat untuk  menyampaikan permasalahanan yang terjadi, nanti.

"Asyik ngapain semalam? Senyum napa, masa dijemput sama pacar gantengmu mukanya jelek gitu."

Dengan segera Nayla tersenyum sangat manis supaya Dimas tidak menaruh curiga dan banyak nanya, seketika mendapat cubitan gemas pada kedua pipi. 

"Uh ... manisnya, bikin nambah sayang deh em ... muach." Dimas memoyongkan bibir seperti hendak mencium dengan tangan masih setia mencubit gemas pipi Nayla. 

"Iih! Kak ... banyak orang, malulah," rengeknya. 

"Biarin nggak kenal," sahut Dimas terlihat cuek.

"Kalau ada yang mengenali Sampean (kamu)."

"Tak ada." Melepas kedua tangannya dari pipi.

"Iih ... pedenya."

"Harus! Kenapa nggak, dah ah, buruan yuk!" Menarik tangan Nayla lalu mengambil helm lalu memakaikan di kepala pacar manisnya, setelahnya dia menstater motor kesayangannya dan langsung tancap gas.

***

Selama perjalanan menuju toko Accesories Collection keduanya larut dengan pikiran masing-masing. Dimas teringat dengan mimpi yang sama kembali terulang di waktu Fajar. Mimpi yang telah membuatnya terus gelisah hingga semalaman begadang hingga menjelang pagi.

Sedangkan Nayla kembali dilanda keraguan dengan keputusannya kemarin, serta tidak hanya itu, semua kenangan selama dirinya berteman hingga menjalin hubungan dengan Dimas tambah membuatnya ragu dengan apa yang telah diputuskan. 

***

"Masih ngantuk?" tanya Dimas saat sudah sampai. 

Hanya anggukan pelan yang Nayla tunjukkan diiringi sedikit senyuman. 

"Tadi di jalan ndak jadi tidur?"

"Ya, ndaklah Kak, kalau aku beneran tidur yang ada malah jatuh."

"Ya udah masuk gih! Kalau masih ngantuk. Tadinya sih ingin ngajak sarapan bareng, tapi yowes, ndak pa-pa."

"Maaf ya Kak," lirihnya pelan,"Bentar, tadi Ibuk bawain bekal karena aku ndak jadi sarapan." Mengeluarkan kotak bekal yang dimaksud lalu memberikannya pada Dimas. 

"Apa ini, pasti enak  apalagi yang masakan calon mertua," kata Dimas dengan semangat sembari menerima kotak bekal dari Nayla.

Nayla tersenyum getir mendengar ucapan Dimas, dengan tiba-tiba hatinya terasa sangat perih. Dia tahu ucapan Dimas hanya candaan tapi terdengar sangat serius.  

"Makan bareng ya? Aku ingin menikmati masakan Ibuk bareng."

'Aargh ....' jerit Nayla dalam hati mendengar dan melihat senyum tulus Dimas yang dengan antusias membuka lalu mencium bau masakan Ibunya itu sangat membuatnya semakin merasa bersalah.

"Kok tiba-tiba perutku mules banget ya Kak, makan sendiri aja ya?" tolaknya halus. 

"Tak tungguin sampai selesai. Kita makan bareng ya?" Terlihat memelas. 

"Kak ... Kakak lupa ya? Kalau aku udah masuk yang di dalam pasti pada nanyain oleh-oleh, terus nanti aku balik keluar lagi pasti ada yang curiga."

"Eh, iya ya? Yaudah deh kalu gitu biar aku nikmati sendiri masakan Ibuk mertua."

"Iya, Kakakku sayang...mules banget ini perutku, masuk duluan ya?" pura-pura meringis seperti menahan mules. 

'Maafkan aku Kak, maaf karna telah berbohong padamu,' batinnya sembari menoleh saat membuka pagar. 

Nayla sangat menyesal karena telah berbohong, tapi mungkin hanya kebohonganlah yang bisa menolongnya untuk saat ini. Hatinya sangat sakit saat melihat betapa tulusnya cinta Dimas padanya.Tapi mau bagaimana lagi, ungkapan iya sudah terlanjur terucap apakah harus ditarik lagi? Andaikan hanya candaan tidak masalah, tapi ini sebuah persetujuan kepada orang tua.

Kemarin dirinya sangat yakin tapi semenjak panggilan telefon terakhir dari Dimas semalam hati dan pikirannya benar-benar gundah. Entah hanya ingin tahu aktivitas pacar ataukah ada hal lain yang membuat Dimas seharian mengkhawatirkan dirinya dengan berulang kali menelfonnya. Saat bicara  pun seolah-olah ingin mengucapkan sesuatu, tapi selalu diurungkan. Mungkin hanya perasaannya saja, tapi itu terlihat nyata seperti ada sesuatu yang membuat Dimas merasa sangat cemas padanya.

.

Sudah pukul 22.30 malam, pintu kamar anak-anak cewek sudah tutup pertanda seisi kamar sudah pada terlelap, tapi ternyata tidak, masih ada satu anak yang masih terjaga.

Malam ini Nayla kembali tak bisa tidur, semua temannya sudah terlelap dari 10 menit yang lalu, tinggal dirinya. Agar secepatnya tidur Nayla mencoba menyalakan radio di handphonenya debgan sangat berharap bisa secepatnya mengantuk lalu ertidur, tapi tetap tidak mengantuk sama sekali. 

Seharian ini dia tidak bersemangat sama sekali. Masih bisa tersenyum manis pada teman juga pelanggan, tapi hati dan pikirannya sungguh sangat kacau. Rasa bersalahnya pada Dimas dan kebohongannya serta nasehat Pakleknya tadi pagi terus saja berputar-putar dalam ingatannya.

Sudah empat lagu yang diputar dari radio kesukaannya, tapi tetap saja tidak membuatnya mengantuk. Merasa sia-sia serta tambah membuat kepalanya makin terasa pusing, Nayla putuskan bangun, lalu beranjak ke belakang entah untuk mengambil minum atau hanya cuci muka. 

Cuci muka sudah, minum segelas air hangat juga sudah, tapi pusing di kepalanya tak kunjung reda, Nayla putuskan tidak langsung kembali ke kamar karena pasti akan sama seperti tadi. Kembali lagi hatinya dan pikirannya dilanda keraguan serta bingung harus ngomong kejujuran pada Dimas yang seperti apa dan bagaimana.

'Apa aku pergi gitu aja ya, ninggalain Kak Dimas? Tapi kasihan dia dan pasti sangat sedih terus bertanya-tanya. Apalagi kalau suatu hari dia tahu yang sebenarnya pasti akan sangat terluka dan kecewa. Kalau aku jujur? Dia marah dan kecewa ndak ya? Ya Allah kenapa aku Engkau hadapkan dengan masalah serumit ini? Kemarin aku sudah mencoba untuk iklas menerima kenyataan untuk tidak jadi melanjukan saat Bapak mengalami kecelakaan dan aku tak ingin menambah beban,' batinnya.

'Sudah aku putuskan untuk tidak melanjutkan keinginanku dan disaat ada seseorang yang hadir menghibur serta memberikan cinta tulus serta kasih sayangnya, secepat inikah harus  kutinggalkan Ya Allah,' keluhnya dalam hati. 

'Ya Allah, tolong bantu aku dari kebingungan dan keraguan  yang sedang meland ...."

"Lho Na! Kok disini? Lum tidur? Ngapain?" Tiba-tiba Faiz muncul dengan banyak pertanyaan. 

"Eh, Mas Faiz. Ngambil minun sih tadinya," sahutnya. Dengan cepat tangannya menghapus air mata di pipi. 

Faiz berjalan ke arah Nayla dengan satu bungkus mie instan dalam gengaman. Matanya awas melihat apa yang Nayla lakukan. Hatinya sedikit ragu dengan jawaban Nayla. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan entah apa. Sejak pagi dirinya telah memperhatikan teman yang diam-diam disukai seharian ini tidak fokus saat bekerja. 

"Kamu lapar? Kok lum tidur jam segini." Ikut duduk di kursi tunggal sebelah Nayla.

Gelengan pelan dari Nayla sebagai jawaban.

"Lha, terus kenapa? Matamu kok merah, kamu habis nangis?" tebak Faiz. 

"Ndak Mas, tadi kepalaku rasanya pusing, nyut...nyut gitu. Kalau di rumah pasti Ibuk perhatiin aku. Lha disini tak ada ya aku jadi keingat Ibuk," ucapnya diiringi senyuman agar Faiz tidak menaruh curiga.

"Oh, aku mau buat mie kamu mau?" tawarnya. 

"Buat mie malam-malam? Apa eng-nggak begah nanti perut Sampean? Bentar deh Mas, nggak usah buat mie. Aku masih ada makanan." Langsung berdiri dan segera berlalu ke kamar. 

.

"Makan ini aja Mas, jangan terlalu keseringan makam mie malam-malam, ndak baik buat perut." Menyodorkan jajanan yang dia bawa sebagai oleh-oleh. 

Faiz menerima jajanan yang disodorkan Nayla, lalu keduanya makan bersama. 

Dapat perhatian kecil seperti itu sudah membuat hati Faiz berbunga. Sama seperti Dimas, dirinya juga merasa jatuh cinta pada pandangan pertama pada Nayla kala itu, tapi bedanya sejak awal hingga sekarang tidak kunjung berani mengungkapkan, hanya dipendam sendiri. Belum ada keberanian serta tidak ingin jadi bahan omongan sesama teman kerja kalau ketahuan dirinya menyukai Nayla. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status