Tidak hanya kamar sebelah kiri, kamar kanan tempatnya para karyawan laki-laki toko Accesories Collection sudah sepi. Namun, ternyata masih ada seseorang yang belum sama sekali terlelap, sedari tadi memang memejamkan mata, tapi bum bisa tidur. Malam ini pun sama seperti sebelumnya, setiap teman-temannya sudah mengalami indahnya mimpi dia hanya bisa melihat hingga puluhan menit lamanya karena hati dan fikiran yang tidak tenang.
[Bagaimana? Apa sudah kamu pikirkan dan putuskan? Mereka sudah memberi kabar kalau hari Ahad besok akan datang lagi] Pesan itu sedari siang terus terngiang, semakin bingung dan gelisah.
Haruskah dia melanjutkan keputusannya ataukah berhenti saja dan kembali menjalani hari-harinya dengan Dimas? Dirinya dilanda kebimbangan antara melanjutkan keputusan ataukah berhenti tidak jadi menuruti keinginan pasutri itu, tapi secepatnya ia harus mengambil keputusan.
Hubungannya dengan Dimas masih seperti biasanya, han
Begitu masuk, Nayla langsung menuju kamar mandi, tak mungkin 'kan dirinya masuk kamar dengan wajah yang sangat kacau. Setelah cuci muka dan hatinya sedikit lebih tenang dia pun kembali ke kamar. Namun, teman-temanya pada heran melihatnya masuk sendirian. "Lho, Heni sama Nadia mana Na? Kok nggak bareng masuknya?" tanya sebagian temannya yang ada di dalam. "Hah! Mbak Heni sama Mbak Nadia?" "Kok malah melongo? Tadi mereka ke luar cari kamu," jawab Fira. "Cari aku?" Mengulang ucapan Fira. "Aku udah masuk dari 10 menit yang lalu Mbak, tapi langsung ke belakang, mereka cari aku, mau apa?" "Nih, bocahnya sudah ada disini, pantesan....." Terdengar orang ngomong di luar kamar. "Kamu kemana aja sama Mas Ganteng?" tanya Nadia."Eh, kok matamu merah Na? Kamu habis nangis kok sembab gitu?" lanjut Nadia sembari meneliti wajah Nayla. "Tadi ... Kak Dimas ngerjai aku, sampai nangis," jawabnya beralasan.
Disaat Nayla tengah melamunkan kisah cintanya yang sudah berakhir dengan menyendiri di belakang, tiba-tiba terdengar langkah kaki mendekat. Buru-buru dia menghapus air mata yang sedari tadi membanjiri kedua pipi. Tidak ingin ketahuan kalau tengah malam menangis. Namun, belum sampai itu air mata di pipi mengering sebuah suara yang dikenalnya menya. "Na, ngapain di situ?" tanya Faiz sembari terus melangkah ke kamar mandi. "Ndak ngapa-ngapain sih, Sampean kok belum tidur?" balik tanya. "Pen pipis Na." Buru-buru membuka pintu kamar mandi, mungkin sudah kebelet. Nayla berdiri, lalu beranjak ke wastafel untuk mencuci gelas bekas minum serta membasuh muka. Tidak ingin Faiz menaruh curiga. "Kamu habis ngapin Na?" Tiba-tiba sudah berdiri di belakang Nayla. "Eh! A-anu. E-em tadi kepalaku agak pusing lagi, trus minum obat," elaknya,. Dadanya berdebar, sedikit was-was khawatir Faiz curiga. "Oh, kam
Sabtu pagi ini seisi toko Accesories Collection gempar. Setelah semua karyawan selesai sarapan, pernyataan mengejutkan dari Nayla mengagetkan semuanya. Nayla tadi pergi tanpa pamit kepada yang lain hingga satu jam baru kembali. Disaat sudah kembali tiba-tiba mengungkapkan suatu hal yang sangat mengejutkan, membuat semua temannya tidak percaya serta sedih dibuatnya. "Mbak dan Mas semuanya. Maaf aku ganggu waktunya sebentar," ucap Nayla saat semua temannya sudah berkumpul. "Nana mau ngucapin terima kasih kepada semu. Smpean semua telah memberi banyak pengertian, selalu sabar mengajari aku yang awalnya belum mengerti sama sekali." "Banyak hal yang aku dapatkan selama 2 tahun kerja sama Sampean semua di toko ini, susah-senang kita lalui bersama, satu kena koplen imbasnya kesemua, yang ini kena teguran yang lain pun ikutan kena." Menjeda ucapannya, matanya mulai berkaca-kaca. Teman-temanya pada tidak mengerti maksud Nayla, sebagian saling berbisik-
Satu jam lima belas menit lama perjalanan dari terminal Kota Lumpia sampai terminal Kota Kretek ini. Selama perjalan Nayla terus-terusan banjir air mata, pundak kiri Dimas ikut basah karena kelakuannya. Tanpa ada jeda Nayla menangis selama perjalanan. Tidak hanya sedih karena berpisah dengan temannya dan Dimas nantinya, sedih melihat pemuda yang telah diberinya luka tak nampak berpura-pura tegar di hari perpisahan ini. Hatinya sakit serta ada keinginan menjerit mendapati Dimas diam dengan menyembunyikan luka yang sangat dalam. Ketulusan, kasih sayang serta cinta yang telah didapat selama mengenal Dimas justru dibalasnya dengan luka tak nampak, tapi sangat menyakitkan. . "Udah ya Yank, manisnya ilang lho, kalau diajak nangis terus," ucap Dimas pelan saat bus yang keduanya naiki sudah hampir sampai tujuan. Nayla mengangkat kepalanya yang semenjak duduk di bangku penumpang langsung bersandar pada pundak Dimas. Tampilannya benar-benar sangat
Ada notif masuk dari nomor baru saat Nayla membuka aplikasi pesan pagi ini. Setelah menekan ternyata sebah vidio, tapi entah berisi tentang apa. Belum selesai dia mengunduh vidio itu ada satu chat masuk dari nomor yang sama bertulis, [lihatlah karenamu Kakakku jadi seperti ini] Belum sampai Nayla memnuka vidio yang sudah berhasil diunduhnya ada chat masuk lagi. [Temui aku nanti jam 09.30 di alun-alun kotamu] [Harus datang! Kalau nggak, aku datangi rumahmu] pesan berikutnya. [Kutunggu!] satu lagi dari nomor yang sama. Setelah membaca rentetan pesan itu, Nayla bingung, 'dari siapa pesan ini? Trus apa isi vidio itu?' Nayla menerka-nerka setelah membaca ulang chat tadi, lalu menekan vidio itu dan betapa terkejutnya setelah vidio terputar. ** Nayla benar-benar datang menemui seseorang yang mengirim vidio singkat pagi tadi. Ya, walau belum mengenal, dia tetap datang karena isi vidio itu semakin membuat
"Hah! Apa?" Dimas melotot kaget mende ngar ucapan Aldi. "Di mana kamu menemuinya!" "Di rumahnyalah, di mana lagi?" Masih asyik mengunyah, kelihatannya tidak berniat merespon pertanyaan Dimas. "Aku nanya serius bocah?" "Aku jawabnya juga serius Kang (kak)." "Untuk apa kamu mememuinya?" Masih saja bertanya, merasa jawaban Aldi bukan yang sebenarnya. "Ingin kenalan aja," jawabnya santai dengan mengusap-usap layar handphonenya. "Untuk apa menemuinya." Mengulang pertanyaan serta merebut handphone milik Aldi. "Ingin memarahinya!" Berdiri dari duduknya. Beranjak menghampiri kulkas, lalu membuka dan mengambil air minum, setelah membuka tutup botol segera meneguk isi hingga habis separuh. Dimas masih menatap Aldi penuh selidik. Samar menggeleng mendapati adiknya yang justru bertingkah masa bodo dengan ucapannya tadi. "Kutunggu di kamar!" kata Dimas lalu beranjak dari dapur.
"Em ... apa ya?" Pura-pura brrfikir."Buat Nayla hamidun, pasti dapat restu, ha ha ha," ucap Aldi sambil bangun dari posisi tiduran, lalu langsung loncat dari tempat tidur dan buru-buru lari ke luar kamar. Dimas terbengong mendengar ucapan Aldi barusan. Dia sedikit bingung dengan kata "hamidun" otaknya mendadak ngeblank mendengar kata itu. "Hei Al! Ngomong apa barusan! Jangan lari!" Teriak Dimas setelah mengerti maksud ucapan Aldi. Buru-buru ia turun dan berlari menyusul. "Hei bocah! Kenapa pintunya dikunci? Buka woi!" Teriak Dimas dari dalam kamar. Mendengar teriakan dari dalam, Aldi justru semakin tersenyum puas. Ucapannya yang asal barusan, tanpa sengaja sudah membuat Dimas seperrtinya marah, tapi menurutnya tidak masalah karena niatnya ingin menghibur, walupun caranya salah. Pikirnya yang penting kakaknya bisa sedikit lupa dengan masalah yang sedang dialami. "Buka Al! Awas kamu ya!" Berkacak pinggang sembari menginga
"Lha, malah masih di sini, ditungguin dari tadi ndak keluar-keluar," ucap Aldi dengan menyembulkan kepala di pintu kamar Dimas. Dimas menoleh, tapi tidak berniat menyahuti perkataan adiknya. Kembali terdiam, melanjutkan kegiatannya yang sempat terjeda yaitu termenung. "Sebentar lagi mau pukul satu lho Kak, jadi ke rumah camer nggak?" tanya Aldi sembari berjalan masuk. "Mau ngapain Al?" balik tanya. "Ciee ... pasti sudah pernah berharap jadi anak mantu ya?" Goda Aldi,"Tadi kan disuruh sama Mas yang nemenin Nay ke sana Kak." Ikut duduk di dekat Dimas. Dimas diam, hatinya semakin entahlah saat mendengar perkataan Aldi. Ia menghembuskan nafas pelan, ini memang berat untuk dijalani, apalagi dirinya memang masih sangat mencintai Nayla. Meski hatinya ingin menolak, berontak, belum rela, tapi niat dihatinya yang akan tetap mencoba untuk ikhlas serta berusaha merelakan gadis yang masih dicintai untuk melanjutkan keputusan