Dimas juga Dian, dua sahabat ini memakirkan kendaraan roda dua mereka di pelataran sebuah toko bertulis Accesories Collection yang berada di Jl. Raya Lamper no. 562 Semarang.
Keduanya turun setelah kendaraan terparkir pada tempatnya. Berbarengan beranjak masuk ke dalam toko yang terlihat biasa saja dari luar, tapi begitu masuk sudah pasti terpana melihat seisi toko yang penuh dengan warna.
Pasti banyak yang tidak menduga kalau toko Accesories Collection memiliki beberapa cabang yang tersebar di beberapa tempat di kota Lumpia ini memang sangat terlihat biasa saja dari luar. Akan tetapi saat sudah menginjakkan kaki masuk, mata ini pasti langsung dimanjakan dengan beraneka macam accesories, mainan, alat tulis, juga masih banyak pernak pernik lainnya.
"Wow, penuh warna ya Dim," ucap Dian begitu menginjakkan kaki di pintu masuk, matanya ke sana-ke mari meneliti seisi toko.
"He'em," sahut Dimas, pandangannya juga ke sana-ke mari merasa kagum. Tidak meyangka sebelumnya kalau ternyata toko yang terlihat biasa dari luar itu begitu menarik dipandang saat sudah berada di dalamnya.
"Selamat siang, ada yang bisa dibantu Mas?" sapa salah satu karyawan dengan tersenyum manis kepada keduanya.
"Eh." Dian menoleh,"he'em ya dek, eh. Mbak maksudku." Terlihat salah tingkah dengan diiringi cengiran karena sudah salah ngomong. Ia mengira yang menyapanya bukanlah karyawan toko tersebut, tapi setelah melihat perempuan di hadapannya juga memakai Id Card yang sama dengan yang lainnnya.
"Mau lihat-lihat dulu dek, eh." Buru-buru menutup mulut.'Ini mulut kenapa salah mulu ya,' batinnya."Hehehe ma-af." Mengatupkan kedua tangan.
Lagi-lagi Si karyawan yang tidak lain adalah Nayla hanya tersenyum manis.
"Ndak papa kok Mas, silakan." Merentangkan kedua tangan, mempersilakan.
Setelahnya Dian beranjak melangkahkan kaki menuju etalase paling ujung yang terdekat dari pintu masuk serta bersebelahan dengan meja kasir. Ia tertarik dengan isi etalase itu.
Sedangkan Dimas, sedari masuk tadi saat pandangannya juga meneliti seisi toko, secara tidak sengaja bertemu tatap dengan seorang gadis yang terseyum sangat manis kepadanya. Pandangannya terkunci pada senyuman itu, bibirnya sedikit terangkat membentuk seulas senyum tulus, bisa dibilang senyuman pertama yang keluar dari bibirnya yang cukup jarang tersenyum pada lawan jenis.
Pandangan Dimas tak lepas untuk beberapa saat dari senyuman manis Si gadis yang terlihat masih usia remaja itu. Untuk pertama kalinya ia melihat senyuman yang amat sangat manis dari orang yang belum dikenalnya dan tidak disangka otaknya merespon serta hatinya pun ikutan mendorong untuk membalas dengan senyuman juga.
Biasanya ia hanya bersikap biasa saja saat ada perempuan yang menebar senyum padanya, cenderung bersikap cuek. Bukannya sombong, tapi memang itulah dirinya yang tak terlalu suka tebar pesona pada perempuan. Akan tetapi tetap saja masih ada banyak yang modus ingin mendekatinya.
Pernah ada kejadian dimana ia merespon kemodusan dari teman baru dikelasnya waktu masih SMA, tapi malah yang terjadi selanjutnya disalah artikan karena teman barunya itu sudah lama ingin mendekatinya. Si teman baru sengaja pindah sekolah demi ingin mendekatinya. Dan tanpa persetujuan darinya Si teman malah mengaku-ngaku jadi teman yang sangat spesial di belakangnya. Dari kejadian itu, dirinya tidak lagi terlalu merespon setiap ada teman perempuan yang mendekatinya dengan adanya niat yang tersembunyi.
"Dim! Kok masih di situ?" panggil Dian.
"Hah, eh." Tersadar dari keterpukauannya pada Si gadis pemilik senyuman manis itu. Tersenyum kikuk pada Nana (nama panggilan Si gadis) salah satu karyawan toko Accsesories Collection yang masih dalam masa training berjarak setengah meter di hadapannya.
Nayla yang sedari tadi juga memerhatikan keterpukauan Dimas padanya ikutan senyum, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Dim, bagusan yang mana jika yang makai cewek?" tanya Dian sembari memperlihatkan dua macam jam tangan cewek padanya.
"Hah!" Lagi-lagi Dimas tidak fokus, justru keasyikkan curi-curi pandang pada Nayla yang sedang melayani pembeli lain.
"Dim, bagusan yang mana?"
"Tanya sama Mbak ... Fira aja deh, mungkin lebih tau, iya kan Mbak?" Melemparkan pertanyaan Dian pada Fira yang jaga pada bagian itu.
"Ck." Dian hanya berdecak, sudah pasti Dimas akan seperti itu jika dirinya bertanya perihal kesukaan perempuan, dan sering bilang "aku tak terlalu tau."
Dimas kembali melanjutkan aksi curi-curi pandang dengan Nayla, entah kenapa hatinya tiba-tiba menghangat setelah melihat senyuman manis Nayla.
****
Berawal dari kejadian di toko tadi siang, malam harinya saat Dimas selesai siaran dan dirinya seperti biasa tidak langsung pulang ke kost-an karena sudah dini hari. Ia merasa tidak enak kepada yang lain kalau pulang di waktu penghuni serta pemilik kost istirahat.
Dimas Nugraha adalah salah satu penyiar radio Adela. Ia juga seorang mahasiswa disalah satu Universitas Negeri di Kota Lumpia.
Di Kota Lumpia ini ia ngekost bersama Dian, teman seangkatannya serta berasal dari kota yang sama meski beda kecamatan yaitu kota Ukir Jepara.
Berkali-kali Dimas memejamkan mata, juga bolak-balik mengganti posisi tidur di sofa panjang depan ruang siaran agar bisa segera terlelap. Akan tetapi sudah lebih dari 30 menit semenjak dirinya merebahkan tubuh, tapi tidak kunjung mengantuk.
"Argh ...!" Meraup wajah dengan asal."Kenapa ndak kunjung ngantuk sih, kenapa juga tiap merem malah wajahnya yang terus teringat." Menghela nafas panjang,"hah! Ada apa denganku? Astagfirullah ... kenapa ini, kok malah terus kebayang senyum manisnya Ya Alllah." Kembali meraup wajah.
Dimas benar-benar tidak habis pikir kenapa gadis dengan senyuman manis yang ia temui tadi siang malah membuatnya terus terbayang. Biasanya selesai siaran jam 02.00 pagi ia langsung bisa tertidur hingga waktu Subuh tiba, tapi pagi ini tidak.
"Cantik juga sih, meski ndak terlalu putih, ndak pakai make up juga, tapi kenapa tetap terlihat menarik ya? Apalagi senyumnya, uh ... manis banget." Malah asyik mengagumi Si karyawan tadi siang.
"Usia berapa ya? Kok, kelihatannya masih remaja." Masih saja ia mengagumi Si karyawan yang tak lain adalah Nayla.
Dimas masih terus saja terbayang, wajah ayu serta senyuman manis Nayla yang sudah membuatnya tidak kunjung bisa terlelap.
****
Tak hanya satu malam saja, akan tetapi setelah kejadian tidak bisa tidur karena terus terbayang akan senyuman manis Nayla. Kegelisahn Dimas masih terus berlanjut hinggga hari-hari berikutnya. Meski Dimas tidak ada jadwal siaran, di tempat kost pun sama, terus saja terbayang senyuman manis serta wajah ayu Nayla saat akan tidur, serta membuatnya terus-terusan terjaga hingga dini hari.
Dan benar adanya, setelah perjumpaanya kembali dengan Si karyawan pemilik senyuman manis Dimas jadi terus ketagihan dan ingin terus jumpa sampai-sampai ia melakoninya hingga 4 bulan lamanya.
Ada rasa yang entahlah juga kepuasan tersendiri setelah nelihat si pemilik senyum manis yang masih belum ia ketahui namanya karena selama ini Dimas tidak kepikiran untuk melihat Id Cardnya.
Tanpa disadari oleh Dimas selama ini, saat melakukan aksi curi-curi pandang dengan si pemilik senyum manis di tempatnya bekerja, dengan beberapa kali dalam seminggu datang justru membuat Nayla semakin yakin kalau Dimas adalah salah satu penyiar dari radio yang sering di dengarnya, kurang lebinya selam tiga bulan terakhir.
Nayla Devina memang selalu mendengarkan radio Adela sebelum benar-benar tertidur hampir setiap malam. Berawal dari suatu malam saat ia tidak kunjung bisa memejamkan mata, sementara teman-temannya sudah terlelap, ditambah lagi Nadia yang tidur di sebelahnya mendengkur dengan posisi tidur menghadapnya. Ia yang merasa terganggu dengan suara dengkuran itu mengakalinya dengan menyalakan radio di handphonenya.
Saat tengah mencari-cari saluran yang enak didengarkan ia menemukan satu acara yang awalnya membuatnya terheran serta ingin mendengarkan lagi di hari berikutnya dan keterusan hingga sekarang.
Saking sering ia mendengarkan satu saluran yairu radio Adela membuatnya lama-lama tahu siapa saja penyiar pada jam siar malam, serta mulai hafal dengan suara beberapa penyiar yang sering siaran acara malam di radio itu.
Dan seringnya Dimas datang ke toko tempatnya bekerja meski tidak setiap datang selalu berinteraksi dengannya, tapi karena ia sudah mengenali suara Dimas yang sangat mirip dengan si penyiar radio Adela. Saking yakinnya suatu malam saat hari libur ia memberanikan diri melakukan panggilan suara ke radio Adela yang kebetulan malam itu Dimaslah yang sedang siaran."Masa sudah sering lihat tidak tahu namaku sih Kak," ucapnya saat Dimas menanyakan siapa namanya.
Sekali lagi Dimas melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya. Jarum jam sudah menunjuk diangka 20.40 wib, waktunya untuk bergegas dan segera mengunjungi pacar manisnya di tempat kerja. Ya, Dimas berencana mengunjungi Nayla malam ini, ada sesuatu yang ingin ia berikan untuk pacar manisnya. Setelah melepas headseat dan memasukkan ke dalam tas, Dimas beranjak dari sofa panjang yang menjadi tempat favorit semua penyiar Radio Adela (bukan nama aslinya ya), saking favoritnya sampai-sampai memudar warnanya serta sudah menipis ketebalannya. "Mau kemana lo Dim?" Sapaan Devi yang baru kembali dari toilet menghentikan langkaah Dimas. Dimas menoleh ke arah asal suara, "keluar bentar." Masih dengan melanjutkan langkah. "Bukannya loe nanti ada jadwal lagi?" "Bentar doang, siaran juga masih satu jam lagi." Tidak lagi menoleh, terus melanjutkan langkah. "T**i...." Tidak jadi berucap saat melihat Dimas sud
Dimas melihat arloji yang melingkar ditangan kirinya yang sudah menunjuk diangka 21.45 wib."Yuk balik!" Ajaknya pada Nayla. Nayla mengangguk lalu ikut berdiri. "Yaah ... kok buru-buru sih Kak? Aku belum kebagian perform lho," ucap salah satu dari anak-anak pengamen yang sedari tadi selalu keduluan temannya dengan mengerucutkan bibir. "Maaf ya, Kakak sebentar lagi ada jadwal siaran, lain kali Kakak ikutan kumpul lagi," ucap Dimas. Merasa tak enak hati pada anak yang tadi. "Oh." Itu yang keluar dari mulut semua. "Sekali lagi maaf ya? Udah mepet banget waktunya, lain kali Kakak bakal ngajak kalian kumpul, tapi entah kapannya ditunggu aja." Anak yang tadi nambah mengerucutkan bibir, membuat Dimas dan Nayla tersenyum geli serta kasihan. Seandainya hari ini ia tidak ada jadwal siaran serta bertepatan dengan hari libur Nayla pasti tidak akan kemalaman saat mengajak Nayla berbagi dengan mereka. Setelah Dimas selesai menyany
Pagi menjelang siang ini rumah Pak Supri orang tua Nayla kedatangan tamu, Pak Yanto dan istrinya Bu Ni'mah orang tua dari pemuda yang pernah menabrak Pak Supri waktu itu kembali berkunjung. Awalnya sepasang suami istri itu hanya bertanggung jawab atas kesalahan tidak sengaja putranya, yang saat itu mengalami rem blong waktu pulang dari tempat wisata perbukitan di desa tempat tinggal keluarga Nayla. Akan tetapi semakin kesini hubungan antar orang tua dari pemuda itu dengan keluarga Pak Supri makin terlihat akrab dan semakin dekat. Mungkin kedekatan antar pasangan suami istri itu karena sering berkunjung untuk melihat perkembangan kesembuhan Pak Supri, maka dari itu, makin ke sini hubungan mereka semakin terlihat seperti saudara. "Sudah beberapa kali kesini cah ayu kok ndak pernah kelihatan kemana ya Dik?" "Cah ayu?" ulang bu Hartatik. "Emm ... maksud Mbakyu Nayla? Ia kerja Mbakyu," terang ibu Nayla. "Kerja? Wes nda
Tepat pukul 05.10 pagi, Dimas tiba di halaman luar toko Accesories Collection, pagi ini ia akan mengantar pacar manisnya pulang. Semalam, ia ada jadwal siaran dan seperti biasa dirinya tidak pulang ke kost, jadi lebih cepat sampai di toko tempat pacar manisnya kerja. Kesempatan mengantar jemput pacar manisnya pulang yang hanya sebulan sekali selalu Dimas manfaatkan dengan baik karena apa? Ya, karena selama menjalin hubungan dengan Nayla yang sudah setahun ini, dirinya jarang pergi berdua apalagi kencan seperti orang-orang. Selain karena keduanya memang sengaja menyembunyikan hubungannya dengan orang sekitar juga dirinya yang selalu sibuk. Kesibukan Dimas banyak. Mulai dari pagi sampai siang kadang pula sampai sore kuliah, pulangnya istirahat sebentar lalu saat hari sudah mulai petang ia ada pekerjaan lain, jualan nasi goreng bersama Dian di kedai nasi goreng milik Pak Wawan, pemilik kost. Dan masih ada lagi yaitu dirinya yang sudah dua sete
Jam weker di meja belajar Novi sudah menunjuk di angka 22.45 wib, dari ketiga anak Bu Hartatik hanya Nayla yang masih terjaga. Ia tidak dapat tidur, sudah mendengarkan radio favorit seperti biasa juga sama, tak kunjung bisa tidur, apa karena bukan pacar penyiarnya ya yang siaran? Entahlah. Bolak-balik mengubah posisi tidur juga sama, berkali-kali memejamkan mata sembari melantunkan sholawat juga tidak ngefek yang ada justru tambah gelisah karena percakapan tadi siang terus mengganggu pikirannya. Percakapan antara orang tuanya dengan Pak Yanto dan istrinya. Dalam percakapan tadi siang, ada satu permintaan yang sangat mengejutkan dari pasangan suami istri itu. Dan kejadian itu terus saja berputar-putar dalam ingatannya, serta kesanggupannya yang spontan menyetujui permintaan dari pasutri itu sangat membuatnya gelisah. Sudah hampir satu jam Nayla memikirkan apa keputusannya siang tadi sudah benar ataukah justru sebuah kecerobohan belaka. Kini dirinya
Seperti biasa, sebagai pacar yang baik setiap pacar manisnya libur dan kembalinya ke tempat kerja pasti Dimas selalu menjemputnya. Cinta, kesetiaan, dan kasih sayangnya pada Nayla, gadis remaja pertama yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, telah mengubah hidupnya. Dulu kesehariannya biasa saja, tapi sekarang semakin berwarna semenjak keadiran Nayla dalam hidupnya. Keluarnya Nayla dari dalam bus melegakan hatinya. Seulas senyum menyambut pujaan hati yang melangkahkan kaki menuju tempatnya menunggu. Namun, perlahan senyum sambutan itu memudar saat mendapati wajah ditekuk yang tidak bersahabat semakin mendekat. "Kok jelek gitu, wajah ayu serta senyum manis Nayangku dikemanain?" tanya Dimas, masih setia duduk di atas motornya. "Tak tinggal di bus, buat Pak supir juga Mas kernetnya. Habisnya tadi ngantuk banget," jawabnya ngasal. Tidak mungkin 'kan, kalau bilang 'pikiranku lagi kacau.' Dia belum siap jujur sekarang, akan dipikirkan lagi b
Tidak hanya kamar sebelah kiri, kamar kanan tempatnya para karyawan laki-laki toko Accesories Collection sudah sepi. Namun, ternyata masih ada seseorang yang belum sama sekali terlelap, sedari tadi memang memejamkan mata, tapi bum bisa tidur. Malam ini pun sama seperti sebelumnya, setiap teman-temannya sudah mengalami indahnya mimpi dia hanya bisa melihat hingga puluhan menit lamanya karena hati dan fikiran yang tidak tenang. [Bagaimana? Apa sudah kamu pikirkan dan putuskan? Mereka sudah memberi kabar kalau hari Ahad besok akan datang lagi] Pesan itu sedari siang terus terngiang, semakin bingung dan gelisah. Haruskah dia melanjutkan keputusannya ataukah berhenti saja dan kembali menjalani hari-harinya dengan Dimas? Dirinya dilanda kebimbangan antara melanjutkan keputusan ataukah berhenti tidak jadi menuruti keinginan pasutri itu, tapi secepatnya ia harus mengambil keputusan. Hubungannya dengan Dimas masih seperti biasanya, han
Begitu masuk, Nayla langsung menuju kamar mandi, tak mungkin 'kan dirinya masuk kamar dengan wajah yang sangat kacau. Setelah cuci muka dan hatinya sedikit lebih tenang dia pun kembali ke kamar. Namun, teman-temanya pada heran melihatnya masuk sendirian. "Lho, Heni sama Nadia mana Na? Kok nggak bareng masuknya?" tanya sebagian temannya yang ada di dalam. "Hah! Mbak Heni sama Mbak Nadia?" "Kok malah melongo? Tadi mereka ke luar cari kamu," jawab Fira. "Cari aku?" Mengulang ucapan Fira. "Aku udah masuk dari 10 menit yang lalu Mbak, tapi langsung ke belakang, mereka cari aku, mau apa?" "Nih, bocahnya sudah ada disini, pantesan....." Terdengar orang ngomong di luar kamar. "Kamu kemana aja sama Mas Ganteng?" tanya Nadia."Eh, kok matamu merah Na? Kamu habis nangis kok sembab gitu?" lanjut Nadia sembari meneliti wajah Nayla. "Tadi ... Kak Dimas ngerjai aku, sampai nangis," jawabnya beralasan.