Home / Rumah Tangga / Hanya Istri Figuran / Layani Aku Setiap Aku Menginginkanmu!

Share

Layani Aku Setiap Aku Menginginkanmu!

Author: Nhaya_97
last update Last Updated: 2023-11-29 15:14:39

Mata penuh dengan bulir air mata dari Thania memicing tajam menatap lelaki yang sialnya telah menjadi suami gila yang ia miliki. Impian dan ekspetasi yang ia bayangkan rupanya jauh berbanding terbalik dengan kenyataan yang harus ia jalani kini.

“Mas. Setidaknya aku tahu, alasan kenapa dia pergi meninggalkan kamu. Sampai membuat kamu tidak bisa melupakan dia,” ucap Thania berharap William mau memberikan alasan mengapa perempuan itu pergi darinya.

Matanya melirik Thania kemudian menarik napasnya dalam-dalam. “Dia mengalami kecelakaan, kemudian amnesia dan dibawa oleh kedua orang tuanya ke luar negeri untuk menyembuhkan kondisinya. Itu saja yang perlu kamu ketahui. Jangan pernah bertanya mengenai hal itu lagi! Aku ingin membatasi privasiku darimu!”

William menyelesaikan acara mandinya dan pergi begitu saja meninggalkan Thania. Perempuan itu tersenyum getir kemudian menghela napasnya dengan panjang.

“Baiklah. Jika itu yang kamu inginkan. Kamu pikir, aku akan mengalah begitu saja. Tentu tidak! Mungkin kamu, yang akan menyesal karena telah meninggalkanku setelah aku memberimu seorang anak.”

Thania tak ingin kalah. Perempuan itu juga akan melakukan apa yang telah William lakukan padanya.

Waktu telah menunjuk angka sepuluh pagi. William dan Thania pergi ke rumah kedua orang tuanya di mana keluarga besar lelaki itu datang ingin melihat pengantin wanita.

“Halo, Oma. Apa kabar?” sapa William kemudian memeluk sang nenek. “Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk datang ke Indonesia.”

“No problem, Darling. Oma ingin melihat cucu menantu Oma. Selamat atas pernikahanmu, Sayang.” Sang nenek mengusapi sisian wajah cucunya itu.

“Sayang. Sapalah Oma. Dia sudah datang jauh-jauh dari Belgia karena ingin melihatmu,” ucap William dengan suara lembutnya.

Thania tersenyum kecut. Ingin rasanya ia menjambak rambut William. Ia kemudian menerbitkan senyum lembut dan memeluk sang nenek.

“Apa kabar, Oma. Aku Thania, istrinya Mas Willy,” ucapnya dengan lembut.

“Oh, Thania. Cantik sekali cucu menantu Oma. Semoga bahagia selalu menyertai kalian.”

Thania tersenyum lirih. ‘Aku harap juga begitu, Oma. Namun, William sudah mematahkan semua pengharapan yang telah aku susun dengan baik,’ ucapnya dalam hati.

Ia kemudian menghela napasnya dengan panjang dan menganggukkan kepalanya. “Aamiin. Doakan selalu, Oma.”

Acara makan-makan dan mini party di rumah megah kedua orang William berjalan dengan lancar. Keduanya tampak serasi seolah tidak ada yang mereka sembunyikan.

“Kerja yang baik, Thania. Pertahankan acting yang baik ini,” ucap William kemudian tersenyum miring.

Thania menatap datar wajah suaminya itu. “Kamu pikir aku senang, membantumu seperti ini? Jika bukan karena kamu mengancam dengan membawa-bawa orang tuaku, mana mau aku melakukan hal gila seperti ini,” ucapnya dengan mata menatap nyalang wajah sang suami.

William tersenyum menyeringai. “Aku tak peduli. Yang penting kamu telah melakukan hal yang aku perintahkan tadi!” ucapnya lalu melingkarkan tangannya lagi di pinggang Thania kala melihat saudaranya menghampiri mereka.

“Hi, Thania. Ini, ada hadiah untukmu. Semoga kamu suka,” ucap Daisy—keponakan William memberikan hadiah kepada Thania.

“Terima kasih, Daisy. Sudah repot-repot membawakan hadiah untuk kami.”

“Tak apa. Aku senang, mendengar kabar Kak Willy menikah. Dan ternyata istrinya begitu cantik juga baik hati,” ucapnya kemudian pamit kembali. Ia datang ke sana hanya untuk memberikan hadiah saja kepada Thania.

Perempuan itu menghela napasnya. “Semua anggota keluargamu sangat baik. Hanya kamu, yang memiliki hati bejad!” sarkasnya kemudian menatap datar William.

Lelaki itu tersenyum tipis. “Terserah kamu saja! Aku sama sekali lagi tak peduli dengan ucapanmu. Mau kamu mencaciku seperti apa, aku tidak peduli. Asalkan jadi istri yang baik dan acting yang baik di depan keluargaku.”

Thania geleng-geleng seraya menatap nanar wajah suaminya itu.

“Tidak perlu naif begitu, Thania. Kamu mencintaiku, kan? Jangan menyesali apa yang telah kamu putuskan. Mencintaiku, kemudian kumanfaatkan perasaanmu untuk kujadikan sebagai istri agar aku bisa bebas menunggu kedatangannya.”

Thania tersenyum getir. Ingin rasanya ia menyeret William lalu membawanya ke dasar jurang. Jiwa psikopatnya kian membara karena ucapan menyakitkan dari William. Hingga saat ini, ia masih belum tahu siapa nama kekasih dari suaminya itu. Di mana ia berada.

Waktu sudah menunjuk angka lima sore. Keluarga besar William sudah kembali ke hotel dan kini hanya ada William, Thania dan juga kedua orang tua William.

Namun, tak lama kemudian ada Edward datang menghampiri mereka. “Sorry, Aunty. Aku ketiduran dan akhirnya harus menunggu tiket pesawat keberangkatan ke Indonesia.”

Rani geleng-geleng kepala. “Selalu saja seperti itu. Beri selamat kepada kakakmu.”

Edward menoleh ke arah William dan juga Thania. “Cantik sekali istrimu, Kak. Halo, Thania. Benar kan, namamu Thania?”

Perempuan itu menganggukkan kepalanya. “Ya. Halo, Edward. Apa kabar?”

“Baik,” ucapnya lalu menerbitkan senyumnya. “Oh, aku lupa. Aku membawakan sesuatu untuk kalian. Tunggu sebentar, aku lupa membawanya di dalam mobil.” Ia kemudian bergegas keluar dari rumah itu untuk mengambilkan hadiah di dalam mobil.

“Ini, untuk kalian. Semoga suka. Hadiah dari London, jangan ditolak.” Edward kemudian menerbitkan senyumnya.

“Terima kasih, Edward. Tentu saja kami menerimanya.” Thania berucap sembari menaruh hadiah itu di sampingnya.

Rani menghela napasnya dengan pelan. “Mami sangat bahagia dan lega, melihat William akhirnya menikah. Karena Mami sangat khawatir, kalau dia benar-benar mencintai pria.”

“Oh, Mami. Jangan bicara seperti itu lagi. Aku tidak menyimpang.” William mengeluh lesu.

Rani terkekeh pelan. “Jika melihat kamu sudah menikah, Mami tidak akan mengira itu lagi. Kalau boleh tahu, sejak kapan kalian menjalin hubungan?”

William menelan saliva dengan pelan. “Kenapa Mami bertanya hal itu?” tanyanya pelan.

“Mami hanya ingin tahu, William. Karena Mami masih trauma dengan berita itu.”

William menghela napas pelan. Sementara Thania hanya diam, tidak mau menjawab apa pun. Sebab tidak tahu jawaban apa yang akan dilontarkan oleh William kepadanya.

“Mami jangan terlalu memikirkan gossip miring itu. Karena semuanya tidak benar. Aku dan Thania cukup lama menjalin hubungan dan maafkan aku karena menyembunyikan status hubungan kami dari kalian semua,” ucap William mencari jawaban yang cukup logis agar maminya percaya padanya.

Rani kemudian menoleh kepada Thania. “Betul begitu, Sayang?” tanyanya memastikan jika penjelasan William benar adanya.

“Iya, Mami. Apa yang dikatakan oleh Mas Willy memang benar. Kami sudah cukup lama menjalin hubungan. Hanya saja, karena statusku seorang sekretaris dari Mas Willy, kami memutuskan untuk menutupi hubungan ini.”

Thania menjawabnya dengan sangat elegan dan disukai oleh William. Sebab lelaki itu menerbitkan senyum kepada Thania sembari mengusapi tangannya.

Thania tersenyum kecut. Malas rasanya menatap William yang bermuka dua itu. Selalu itu yang dia inginkan darinya. Berakting, berbohong di depan kedua orang tuanya. Padahal Thania sudah gatal ingin memberi tahu semuanya kepada mertuanya itu apa yang sebenarnya terjadi.

Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam.

Thania dan William kembali ke rumah setelah mini party di rumah Rani dan Abraham selesai. Kini, perempuan itu tengah menyiapkan dokumen untuk besok pagi. Dua hari setelah menikah dengan William, kini statusnya sudah kembali menjadi sekretaris pribadi laki-laki itu.

“Sudah tiga tahun lamanya dan kalian masih saja belum mendapatkan informasi di mana Mhika berada!” pekik William tampk marah yang kini tengah menghubungi seseorang yang dia perintahkan mencari keberadaan sang kekasih.

Thania menoleh pelan ke arah William yang tengah berkacak pinggang sembari menahan emosinya. “Jadi, perempuan itu bernama Mhika. Dan dia masih belum mendapatkan alamat di mana Mhika berada.”

Thania tersenyum miris. “Dan jika dia berhasil menemukan perempuan itu, aku akan dibuang dan diceraikan olehnya. Sangat licik sekali hatimu, Mas.” Thania bergumam kemudian menghela napasnya dengan panjang.

“Pokoknya aku tidak mau tahu! Dalam tiga bulan ini kalian harus berhasil menemukannya! Jika tidak, jangan harap kalian masih bisa menikmati fasilitas yang telah kuberikan pada kalian!” ucapnya lalu menutup panggilan tersebut.

Thania segera keluar dari ruangan itu. Ia tidak ingin mendengar apa pun sebab hanya akan membuatnya semakin sakit jika mendengar keluhan William yang masih belum bisa menemukan keberadaan Mhika ada di mana.

“Mau pergi ke mana kamu?” cegah William sembari menarik tangan perempuan itu.

Thania menoleh ke belakang dan mencoba menarik tangannya dari genggaman tangan William. “Tidur. Sudah malam. Besok pagi ada meeting jam sepuluh.”

William tersenyum miring. “Aku tahu itu. Dan kamu pun tahu jika aku sering tidur di atas jam dua belas.”

Thania menatap datar wajah William. “Lalu, aku harus menemani kamu sampai jam dua belas itu? Tidak bisa! Aku tidak terbiasa tidur di atas jam dua belas. Aku mau tidur di kamarku.”

“Ini juga kamarmu!” pekik William emosi. Ia lantas menarik paksa tangan Thania hingga perempuan itu terjatuh di atas tempat tidur.

“Kamu sudah menjadi istriku. Layani aku setiap aku menginginkanmu!” ucapnya sembari membuka baju tidur yang dikenakan oleh Thania.

“Kemarin malam sudah, tadi pagi sudah. Kamu mau memintanya lagi, huh?” ucap Thania kesal.

“Terserah aku! Siapa kamu, melarangku menyentuhmu?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hanya Istri Figuran   TAMAT

    Hans kemudian mengecup kening perempuan itu lalu mengusapinya dengan lembut. Menatap wajah Thania penuh dengan cinta."Jauh dari kamu itu aku gak bisa. Apalagi di saat-saat seperti ini. Aku akan selalu ada di samping kamu, Sayang. I'm promise."Thania menganggukkan kepalanya. "Iya, Hans.""Kalian ini. Udah mau punya anak dua pun masih saja romantis-romantisan. Bener-bener pasangan romantis," celetuk Maria menggoda anak dan menantunya itu yang menebar keromantisan di depan mereka tanpa ada rasa malu sedikit pun.Hans menerbitkan senyumnya. "Anak itu pelengkap rumah tangga. Untuk romantis pada pasangan itu wajib. Supaya tetap harmonis dan langgeng.""Amin. Memang kamu ini dari dulu pun sangat peduli pada Thania. Apalagi sekarang, sudah jadi istrinya.""Itu Mami tahu. Masih aja komentar kalau lihat aku memperlihatkan kepedulian aku pada Thania."Maria terkekeh pelan. "Nggak nyangka aja. Kamu akan tetap seperti ini kepada Thania. Tidak pernah malu memperlihatkan keromantisan di mana pun d

  • Hanya Istri Figuran   I Trust You!

    Hans mengangguk dan mengulas senyumnya. "Pasti! Terima kasih, sudah mempercayakan aset ini kepada Devan, Kak Thomas. Aku akan menjaga rumah sakit ini dengan baik sampai Devan dewasa dan berhak tahu akan hal ini." "Terima kasih, Hans. Jaga Thania dan Devan dengan baik, sayangi mereka. Jangan pernah mengecewakan mereka. Kamu sudah Tuhan takdirkan untuk menjaga keponakan kami." Hans kembali tersenyum dan mengangguk. "Iya, Kak. Aku akan memegang teguh janjiku pada Tuhan bahwa aku akan selalu menjaga dan melindungi mereka. Aku pastikan, mereka selalu bahagia." Thomas menganggukkan kepalanya. "Jangan pernah lupakan kami, Thania. Kami akan selalu menyayangi kamu juga menganggap kamu sebagai keluarga kami. Jangan pernah lupakan itu." "Iya, Kak. Kakak jaga diri, ya. Semoga keluarga Kakak selalu dalam lindungan Tuhan. Dan sekali lagi terima kasih untuk aset yang diwariskan kepada Devan. Seharusnya kalian tidak usah repot-repot memberikan ini." "No problem. Sudah seharusnya Devan mendapatka

  • Hanya Istri Figuran   Tolong Jaga Aset ini

    Pukul 07.00 Pagi.Thania mengikuti saran dari Hans untuk memeriksa kehamilannya menggunakan alat tes kehamilan. Ia pun masuk ke dalam kamar mandi dan menunggu hasil tersebut.Tampak perempuan itu menghela napasnya dengan panjang sembari menunggu hasilnya keluar. Setelah lima menit, Thania mengambil alat tersebut dan melihat hasilnya.Thania tersenyum kala melihatnya. Ia pun keluar dari kamar mandi dan menghampiri Hans yang tengah mengenakan kemeja kerjanya."Hans?" panggil Thania dengan suara lembutnya."Hows, Honey?" tanya Hans yang sudah tidak sabar ingin tahu hasilnya.Thania menerbitkan senyum kepada suaminya itu. "Seperti yang kamu duga. Dua garis.""Serius?" tanya Hans begitu antusias.Thania mengangguk. "Ya! You're gonna be a father."Spontan lelaki itu memeluk sang istri. Betapa senang ia rasakan karena hasil yang memang sangat ia harapkan."Kita ke rumah sakit sekarang, ya," ucap Hans dengan lembut.Thania mengangguk. "

  • Hanya Istri Figuran   Seperti Anaknya Sendiri

    Ia lalu duduk kembali dan menatap sang anak yang tengah menatap paman yang tidak ia ketahui itu."Baik. Kamu apa kabar? Ini, anak kamu?"Thania mengangguk. "Aku baik. Dan ya, dia Devan. Zayden Devandra. Anakku."Thomas tersenyum lirih kemudian menatap sayu wajah keponakannya itu. "Kamu tampan sekali, Nak. Matamu, mirip sekali dengan ayahmu."Thania tersenyum tipis. Memang, mata Devan sangat mirip sekali dengan William. Dan itu tidak bisa dia pungkiri."Maafkan kami, karena tidak pernah mengunjungi kamu. Semenjak ditinggal Mami, kondisi Papi semakin drop. Sakit-sakitan."Thania menutup mulutnya. "Kak. Kakak serius?"Thomas mengangguk. "Iya. Bukannya kami tidak ingin menjenguk kamu dan melihat anak kamu. Tapi, aku tidak punya waktu, Papi sakit dan Andrew sedang ada masalah dengan istrinya."Kami hancur, Thania. Perusahaan yang dipegang oleh William ditutup karena banyak kasus di dalamnya termasuk kematian Erald, kakaknya Hans. Me

  • Hanya Istri Figuran   Harapan Thania

    Hans lalu menarik wajah perempuan itu dan kembali meraup bibirnya dengan lembut. Menyesapnya penuh dengan nafsu dengan tangan bergelirya di atas gundukan kenyal nan padat itu hingga membuat Thania membusung spontann merasakan tangan kekar itu menyentuhnya.Tubuhnya kini dibawa di atas tempat tidur. Merebahkan tubuh perempuan itu kemudian menurunkan kepalanya dan kini tengah berada di depan kedua gundukan itu dan menyesapnya satu persatu dengan lembut.“Euumpphh!” lenguhnya seraya mencengkeram erat sprei yang ada di sampingnya.Isapan yang penuh itu membuat gairah Hans semakin bangkit. Telinganya yang sedari tadi mendengar desahan dari mulut Thania semakin membuatnya tak karuan.Ia lantas menyelesaikan permainan di atas gundukan kenyal itu. Hendak membawa masuk miliknya ke dalam goa yang pernah terbawa mimpi karena ingin merasakannya lagi.Hans menyatukan dirinya di bawah sana dengan mata menatap wajah Thania yang sudah bersiap merasakan gempuran

  • Hanya Istri Figuran   Amunisi Sebelum Pergi

    Satu tahun kemudian ....Hari ini adalah hari ulang tahu Devan yang kesatu. Perayaan yang begitu mewah dan megah di sebuah hotel yang ada di kota tersebut.Para tamu undangan sudah hadir memberikan selamat kepada Devan yang kini sudah menginjak satu tahun."Selamat ulang tahun untuk anaknya, Pak Hans," ucap salah satu tamu memberikan selamat kepada Hans untuk Devan."Terima kasih, Pak. Terima kasih juga sudah hadir di acara ulang tahun anak kami," ucapnya sembari tersenyum kepada lelaki itu.Sebuah lagu dinyanyikan dalam acara yang sudah dimulai itu. Thania tampak bahagia menyanbut hari ulang tahun anaknya tersebut."Nggak kerasa ya, udah satu tahun aja usia Devan. Perasaan baru kemarin, masih merangkak. Sekarang udah mulai bisa jalan," ucap Maria kepada anaknya itu.Hans menganggukkan kepalanya. "Iya, Mi. Dan bentar lagi Cyntia mau punya anak. Nanti disusul Thania satu tahun lagi.""Mau kasih adek buat Devan ceritanya?" tanya Maria kemudian.

  • Hanya Istri Figuran   Hans Sedang ingin

    Makan malam pun sudah tidak berselera lagi. Hans pun beranjak dari duduknya dan menghampiri Thania yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar.Tampak perempuan itu tengah melipat pakaian milik Devan sembari duduk di sofa dekat lemari anaknya itu.Hans lalu menghampirinya. Duduk di samping perempuan itu sembari menghela napasnya dengan panjang."Maaf, karena sudah buat kamu jadi emosi dan marah padaku. Tapi, sumpah demi Tuhan aku tidak punya pikiran seperti itu. Jangan marah lagi. Kita cari solusi sama-sama, ya."Thania hanya menelan salivanya. Masih belum mau mengeluarkan satu kata pun kepada suaminya itu."Thania. Berapa pun biaya yang mesti kita keluarkan, aku akan menyanggupinya. Jangan marah lagi, yaa. Apalagi berpikir seperti ini. Aku mohon, Thania."Hans menggenggam tangan Thania agar dia mau bicara dengannya. Menaruh baju Devan di depan lalu menatap perempuan itu dengan lekat."Please!" ucapnya dengan pelan.Thania menelan salivanya dengan pelan. "Aku bingung, Hans. Aku takut.

  • Hanya Istri Figuran   Bukan Karena itu

    Tiga hari kemudian, ada panggilan telepon dari dr. Fahmi di ponsel Hans. Ia lalu segera menerima panggilan tersebut sebab sudah tahu, bila lelaki itu akan memberi kabar tentang diagnosa Devan."Selamat siang, Dok.""Selamat siang, Pak Hans. Maaf, mengganggu waktunya. Saya ingin memberi tahu kalau hasil scan Nak Devan sudah keluar. Apakah bisa bertemu sekarang?""Bisa, Dok. Bisa. Saya akan segera ke rumah sakit sekarang juga.""Baiklah kalau begitu. Saya tunggu kedatangannya, Pak Hans. Terima kasih."Hans kemudian menutup panggilan tersebut hendak menghubungi Thania memberi tahu hal ini."Halo, Sayang. Kamu lagi apa?" tanyanya setelah Thania menerima panggilan tersebut."Lagi menyusui Devan. Kenapa, Hans?"Lelaki itu menghela napasnya dengan panjang. "Hasil scan Devan sudah ada, Than. Hari ini, dr. Fahmi mengajak kita untuk bertemu di sana."Thania menelan salivanya dengan pelan. "Ya sudah. Kamu sibuk nggak, hari ini? Kalau sibuk, biar aku saja yang ke sana.""Nggak. Aku jemput kamu se

  • Hanya Istri Figuran   Tidak Melupakan Kewajiban

    Usai pulang dari rumah sakit, meski belum mendapatkan hasilnya, tetap saja membuat hati Thania tidak tenang karena ucapan dr. Fahmi tadi.Thania kemudian menghela napasnya dengan pelan. Hans menghampiri perempuan itu dan duduk di sampingnya.Mencium bahu istrinya itu lalu menatapnya dengan lembut."I'm here, Thania. Jangan takut, menghadapi ini sendirian. Ada aku yang akan menemani kamu menghadapi ini semua. Andai pun memang harus menderita penyakit seperti ayahnya, kita akan menyembuhkannya sampai sembuh. Oke?"Thania tersenyum tipis dan mengangguk dengan pelan. "Iya. Aku akan mencari cara apa pun itu. Bantu aku membesarkan dan menyembuhkan Devan, Hans."Lelaki itu mengangguk dan mengulas senyumnya. "Iya, Sayang. I'm promise." Hans mengusapi sisian wajah perempuan itu lalu mengecup keningnya dengan lembut."Aku nggak pernah menganggap Devan anak tiriku, Thania. Dia sudah aku rawat sejak masih dalam kandungan. Bahkan yang menemani saat dia keluar dari rahim kamu pun aku, yang menemani

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status