Share

Bab 4. Bayi Tampan

Auteur: Nelangsa
last update Dernière mise à jour: 2025-02-18 15:46:00

“Mah, ada apa ini?” tanya Rafa pada sang Mama yang sedang menenangkan bayinya.

“Dia haus, Rafa. Tadi perawat membawanya kemari agar Marissa bisa menyusui, perawat sudah mencoba memberikan susu tapi dia menolak.” jawab Mama Vina sambil menimang-nimang bayi tersebut agar berhenti menangis, namun bayi tersebut semakin kencang menangis membuat Mama Vina kewalahan.

“Marissa kemana, Ma?” tanya Rafa, namun Mama Vina hanya diam seakan enggan menjawab. Rafa pun mencari keberadaan Marissa yang tidak ada di tempat tidurnya, tampak selang infus sudah dibuka, Rafa berpikir Marissa ada di dalam kamar mandi karena kamar mandi tertutup. Ia pun mencoba mengetuk pintu kamar mandi namun mendengar ucapan Mama Vina membuat Rafa tertegun.

“Marissa sudah pergi, tadi asistennya datang.” Ada nada kesal yang Mama Vina ucapkan.

“Apa, Ma? Marissa sudah pergi.” Rafa mengulang ucapan sang Mama seakan tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

“Benar, Rafa. Istri kamu sudah pergi, katanya tadi sudah hubungi kamu namun ponsel kamu tidak aktif.” 

Wajah Rafa memerah karena amarah. Ia sangat kecewa dengan Marissa yang tega meninggalkan putra mereka yang masih membutuhkan dirinya.

“Rafa akan membawa Marissa kembali, tolong Mama jaga dia dulu.” lirih Rafa. Ia segera keluar dari ruangan dengan wajah penuh rasa marah dan kesal, ia akan mencari keberadaan Marissa. Rafa yang berlalu dengan tergesa-gesa tidak melihat sosok wanita yang sedang berdiri tepat di depan ruangan Marissa.

Wanita tersebut adalah Rania, Rania yang tadinya keluar dari ruangannya untuk mencari suara tangisan bayi, setelah ia menemukan suara tangisan tersebut yang ternyata berada di sebelah kamarnya. Ia pun berdiri terpaku saat tanpa sengaja mendengar percakapan Rafa dengan Mamanya.

Hati Rania terenyuh mendengar ibu sang bayi tidak mau menyusui dan malah pergi meninggalkan bayinya yang sedang menangis karena kehausan. Air mata Rania menetes, hatinya ikut sakit mendengar tangisan bayi tersebut. Namun, Rania tidak berani mendekat.

Perawat Mona kembali ke ruangan Rania, namun langkahnya berhenti saat melihat Rania berdiri di depan pintu kamar pasien yang lain. "Ibu, apa yang Ibu lakukan di sini?" tanya Mona dengan nada lembut.

Rania menggumamkan jawaban, "Bayi yang malang..." Air mata Rania luruh ikut merasakan kesedihan bayi Malang tersebut.

Mona mengikuti pandangan Rania dan melihat ke dalam ruangan Marissa. Tampak Mama Vina sedang menenangkan bayi tersebut yang tidak berhenti menangis, Mama Vina kembali memberikan botol dot yang berisi susu namun bayi tersebut tidak mau menyentuhnya. Mama Vina mulai panik, menghadapi cucunya. Lalu pandangan Mama Vina menoleh ke arah pintu dan dilihatnya perawat Mona masuk. 

"Sus, bagaimana ini? Dia tidak berhenti menangis dan menolak dikasih botol dot." Kata Mama Vina cemas dengan keadaan cucunya yang terus menangis.

"Cup... Cup... Cup... Bayi tampan diam ya sayang. Mau mimik ya." ucap lembut Mona sambil membelai kepala si bayi dengan pelan.

"Sus, adakah disini yang mau mendonorkan asinya? Saya akan membayar berapapun biayanya. Sepertinya cucu saya tidak mau susu formula."

"Kebetulan Bu. Ada pasien yang baru kehilangan bayinya dan ASI nya sangat melimpah sehingga ia mau memberikan ASInya pada bayi yang membutuhkan.”

" Beneran, Sus. Kalau begitu boleh saya bertemu dengannya.” jawab Mama Vina sangat antusias. Ia senang ternyata ada seseorang yang mau mendonorkan ASInya.

“Beliau ada disini, Bu.” kata Mona, ia menganggukkan kepalanya menyuruh Rania untuk masuk. Mona tahu, Rania tersentuh mendengar tangisan bayi tersebut  sehingga Mona berinisiatif memberi tahu pada keluarga bayi tersebut tentang keinginan Rania.

Rania melangkah masuk ke ruangan dimana Bayi tampan tersebut masih menangis, suara tangisan bayi membuat Rania ikut menangis, “Ma…maaf Bu. Boleh saya menggendongnya.” lirih Rania dengan terbata-bata.

Mama Vina menatap iba Rania yang berwajah pucat, Mama Vina bisa merasakan bagaimana pedihnya yang Rania alami.

“Boleh, Nak.” Mama Vina pun memberikan bayi tersebut ke Rania. Rania menggendongnya dengan sangat hati-hati seolah-olah takut tangannya yang kasar melukai bayi tampan tersebut. Bibir Rania melengkung  membentuk senyuman bahagia, ia mendekap tubuh mungil yang sejak beberapa jam menangis tanpa henti. 

"Kemanalah Mama kamu, Nak. mengapa tega meninggalkan bayi tampan seperti kamu." bathin Rania sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan pelan, perlahan bayi tersebut berhenti menangis. Wajah Rania tampak berbinar saat bibir mungil sang bayi menempel ke dada Rania seolah mencari sesuatu yang sejak tadi ia inginkan.

“Nak, sepertinya bayi itu minta kamu susui.” Kata Mama Vina dengan semangat.

“Tapi…Bu.” Rania tahu batasan. Ia tidak mungkin langsung menyusui bayi tersebut walau di dalam hatinya sangat ingin segera memberikannya.

“Tidak apa-apa, Nak. Kami memang berencana mencari seseorang yang bisa memberi ASI. Lihatlah itu, sepertinya dia marah karena tidak kamu beri yang ia mau.” kata Mama Vina lembut saat melihat sang cucu kembali menangis.

“Sebentar, Bu. Biar saya pumping saja.” Rania terpaksa memberikan kembali bayi tersebut pada Mama Vina.

Namun Mama Vina menolak, “tidak usah , Nak. Kamu langsung susui saja. Kasian dia dari tadi menangis kalau menunggu kamu pumping kelamaan.”

“Bolehkah?” Tanya Rania seakan tidak percaya. Ia diperbolehkan menyusui langsung.

Mama Vina mengangguk dengan tersenyum hangat. Setelah mendapat izin dari nenek bayi tersebut, Mona pun membantu Rania duduk biar nyaman untuk menyusui dan mencari kain bersih untuk mensterilkan puting Rania yang baru pertama kali digunakan. Setelah bersih, Rania pun mendekatkan putingnya ke arah Bibir mungil si bayi tampan tersebut. Dengan rakusnya bayi tersebut menghisap puting Rania, Rania terharu sampai meneteskan air matanya ternyata ASI pertamanya dinikmati oleh bayi yang Ibunya entah kemana.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Commentaires (1)
goodnovel comment avatar
Alfa
duh marissa baru melahirkan uda kerja aja.
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Latest chapter

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 29

    Mobil Ben melaju pelan di jalanan kota yang mulai sepi. Lampu-lampu toko dan kendaraan memantul samar di kaca jendela, menyinari wajah Rania yang duduk tenang di kursi penumpang. Sesekali, ia mencuri pandang ke arah Ben yang mengemudi santai—satu tangan di setir, satu lagi menyetel musik jazz pelan dari radio mobil.“Tenang saja,” ujar Ben tiba-tiba, memecah keheningan. “Aku nggak akan bawa kamu ke tempat aneh kok.”Rania tersenyum tipis. “Saya percaya, kok.”Mereka tiba di sebuah restoran kecil di sudut kota. Tidak mewah, tapi hangat dan nyaman. Lampu-lampu temaram memancarkan cahaya lembut, sementara musik akustik mengalun pelan di latar belakang. Ben sudah memesannya lebih dulu, dan mereka langsung diarahkan ke meja di sudut ruangan yang tenang, agak tersembunyi.Setelah duduk, seorang pelayan datang membawa dua buku menu.“Silakan dipilih, Tuan, Nyonya,” ucapnya ramah.Ben membuka menu sambil melirik ke arah Rania. “Aku biasanya ambil pasta atau steak di sini. Tapi sop jamurnya ju

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 28

    Rania menatap pantulan dirinya di cermin kecil di kamarnya. Ia merapikan bajunya dan mengecek ulang riasan tipis di wajahnya. Bukan berdandan berlebihan, hanya sedikit bedak dan lip balm agar tak terlihat terlalu pucat. Gaun polos berwarna biru muda itu ia pilih karena sopan namun tetap manis dilihat. Hatinya berdebar tak menentu.“Ini cuma makan malam,” gumamnya meyakinkan diri. Tapi entah kenapa, ia tetap merasa gugup.Langkahnya ringan menuju ruang tamu. Tapi baru saja hendak melewati lorong menuju pintu utama, suara berat itu menghentikannya.“Mau ke mana malam-malam begini, Mbak Rania?”Rafa berdiri di depan pintu ruang kerjanya, bersandar pada kusen sambil menyilangkan tangan. Matanya mengarah lurus padanya, tenang tapi menusuk.Rania langsung merapikan kerudungnya, canggung. “I-ini, Pak... saya... cuma makan malam. Sama Pak Ben.”Rafa mengangguk pelan, namun tak bergeming dari tempatnya. “Ben ya...”Nada itu datar, tapi membuat udara seketika jadi canggung. Rania menggenggam ta

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 27. Rasa tak rela

    Saat ini, Rafa tengah duduk di sofa tunggal di ruangannya. Tatapannya tajam mengarah pada sosok yang duduk di hadapannya — sosok yang baru saja melontarkan permintaan mengejutkan. Ben, rekan kerjanya sekaligus teman lamanya, tanpa malu-malu mengungkapkan niat untuk mengenal lebih dekat Rania, pengasuh kecil Farrel. “Ayolah, Raf. Izinkan aku mengajaknya keluar malam ini,” pinta Ben sambil sedikit merengek, berusaha meluluhkan hati Rafa. Sejak pertama kali bertemu Rania, Ben sudah terpesona oleh kelembutan sikap wanita itu. Namun, kesibukan yang tiada habisnya selalu menghalanginya untuk mendekat. Kini, setelah semua pekerjaannya rampung, dia melihat ini sebagai kesempatan emas — asal Rafa memberi izin. Rafa menghela nafas pelan, ekspresinya tetap datar, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa simpati pada keinginan Ben. "Dia sudah capek seharian jagain Farrel. Malam hari itu waktunya dia istirahat," jawab Rafa singkat, suaranya dingin. Ben mengerucutkan bibir, tak menyerah begitu saj

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 26. Perasaan Nyaman

    Rania menutup pintu kamar perlahan, memastikan suara deritnya tak membangunkan Farrel. Di dalam, suasana hening. Bayi kecil itu masih terlelap, wajahnya damai di balik selimut lembut berwarna biru muda. Rania duduk di tepi tempat tidur, tubuhnya gemetar meski udara malam tak begitu dingin. Pandangannya kosong menatap dinding, namun pikirannya penuh dengan suara-suara.Kata-kata Marissa terus terngiang. "Tolong batasi interaksi dengan suami saya." Kalimat itu menusuk, dingin, dan membuat Rania merasa dihukum atas sesuatu yang tak pernah ia lakukan. Ia hanya menjaga Farrel dengan sepenuh hati—mengisi ruang yang selama ini terasa kosong dari sentuhan ibu. Ia hanya ingin anak itu merasa dicintai.Tangannya terangkat, mengusap wajah, mencoba menahan emosi yang mulai membuncah. Ia tak ingin menangis. Bukan di hadapan Farrel. Tapi hatinya sakit. Ia merasa seperti sedang diadili hanya karena keberadaannya. Karena ia berada di tempat yang sebenarnya bukan miliknya.Ketukan pelan di pintu membu

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 25. Mulai Curiga

    Sepulang dari taman, suasana hati Rania terasa tak menentu. Langkah kakinya pelan saat mendorong stroller memasuki halaman rumah keluarga besar tempat ia bekerja. Rafa memberi kode Rania untuk segera masuk kedalam, karena ia sedang menerima panggilan telepon dari temannya. Farrel masih tertidur di stroller, di dalam rumah, suasana tampak biasa saja. Beberapa ART lainnya sedang menyapu halaman belakang, dan suara TV dari ruang keluarga terdengar samar. Kemudian Rania memindahkan Farrel ke dalam gendongan, dan meletakkan stroller tersebut di samping tangga. Rania menaiki tangga menuju kamarnya dengan hati-hati agar Farrel tidak terbangun. Setelah menidurkan Farrel di kamar, Rania duduk sebentar di ujung ranjang bayi, memandangi wajah mungil itu. Ia menunduk, menyandarkan dagunya di kedua tangannya. Pikiran berkecamuk tentang tatapan ibu-ibu di taman tadi. Saat di taman, Rania sempat bertemu tatap dengan ibu-ibu tersebut. Tatapan Ibu tersebut membuat Rania tidak nyaman dan risih

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 24. Bau-bau pelakor

    Dengan penuh perhatian, Rania memastikan Farrel menghabiskan susunya, botol susu langsung habis diminum Farrel, lalu Rania mengambil botol kosong dan menyimpannya ke dalam tas. Rania menatap, tangan Farrel menggosok-gosok matanya dengan punggung tangan, tanda Farrel mulai merasa mengantuk. Rania tersenyum melihat ekspresi lucu Farrel dan langsung mengambil tindakan untuk membersihkan wajah Farrel dengan lembut. "Sudah kenyang ya, sayang?" tanya Rania dengan suara yang lembut, sambil membelai rambut Farrel dengan penuh kasih sayang. Bayi menggemaskan itu cuma tersenyum dan tak lama matanya sudah mulai terpejam-pejam. Rafa duduk di dekat gerobak makanan, memesan bubur ayam sambil mengamati Rania yang sedang bersama Farrel. Wajahnya berseri-seri melihat pemandangan itu, hatinya menghangat melihat sosok keibuan Rania yang penuh kasih sayang terhadap anak kecil. Rafa begitu asyik menatap Rania sehingga tidak menyadari penjual bubur memanggilnya. "Pak... pesan berapa piring?" tanya pe

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 23. Layaknya seperti keluarga

    Beberapa hari berlalu, semenjak Farrel pulang dari rumah, Rania sangat ekstra menjadi bayi mungil tersebut yang semakin hari semakin banyak akal, bayi 3 bulan lebih tersebut sudah mulai pandai membalik badannya, mungkin benar apa kata orang kalau sakit yang diderita Farrel karena sakit mau tambah akal. Selama 3 bulan itu pula, Marissa selaku ibu kandungnya tidak pernah memberikan perhatian pada Farrel, Marissa terlihat cuek, bahkan ia seakan tidak senang kalau Farrel menangis atau berceloteh di saat Marissa sedang beristirahat siang. Kalau ada Marissa dirumah, Rania terpaksa membawa Farrel duduk di taman atau sekedar berjalan-jalan di sekitar komplek menggunakan stroller. Seperti saat ini, udara pagi hari sangat menyejukkan, cahaya matahari bersinar dengan cerah, konon sinar matahari sangat baik untuk kesehatan. Sehingga Rania membawa Farrel berkeliling komplek untuk menikmati udara pagi yang cerah. Rania mendorong stroller dengan perlahan, namun sekali-kali ia bercanda dengan Farre

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 22. Di sangka Suami Istri

    “Tuan, Maaf. Karena saya Den Farrel sakit, jangan pecat saya Tuan. Saya akan lebih ekstra menjaga Den Farrel. Tapi, tolong jangan pecat saya, beri saya kesempatan lagi.” Ucap Rania sambil menunduk ia tidak berani menatap wajah tuannya yang menurutnya pasti menyeramkan. Rafa hanya diam, mendengar permohonan Rania tadi membuat hatinya tersentuh. Padahal tidak ada niat Rafa untuk memecat Rania. “Hentikan tangis kamu, ini sudah malam nanti Farrel bangun.” “Ta-tapi…Tuan gak pecat saya kan.” Lirih Rania dengan menahan suara tangisnya lalu menghapus air matanya. “Saya akan pecat kamu, kalau kamu tidak berhenti menangis,” jawab Rafa kesal, Rafa paling tidak suka melihat wanita menangis. Itu lah kelemahannya. Makanya Marissa bisa selalu bekerja setelah mengeluarkan tangisannya dan membuat Rafa tidak tega. Tapi kali ini tangisan Marissa tidak membuat Rafa lemah lagi, karena semua itu buat kebaikan rumah tangganya. Kata-kata Rafa tadi spontan membuat tangisan Rania berhenti. “Say

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 21. Rasa bersalah Rania

    Rania mengetuk pintu kamar Rafa dengan keras, ia semakin takut dan cemas saat melihat Farrel yang lemah. Pintu masih belum terbuka padahal Rania mengetuknya dengan kuat, mustahil tidak didengar oleh mereka yang di dalam kamar.Mata Rania mulai berkaca-kaca, ia hampir menangis karena takut terjadi sesuatu dengan Farrel. Ia juga tidak berani melakukan sesuatu ke Farrel dengan membawanya sendiri ke rumah sakit karena Farrel memiliki orang tua.Tak lama terdengar suara langkah kaki mendekati lorong kamar, Rania mendapatkan Mbok Sri berjalan ke arahnya dengan membawa sapu, sekop, dan ember berisi air serta kain pel. Mbok Sri yang hendak membersihkan kamar Tuannya menatap Rania dengan bingung, untuk apa Rania berdiri di depan kamar."Rania, ada apa?" tanya Mbok Sri. Rania menjawab dengan nada panik dan cemas terhadap Farrel, "Mbok... Bagaimana ini Mbok? Den Farrel demam, mbok. Aku coba memberitahu Tuan dan Nyonya tapi mereka tidak keluar juga dari kamar."Mbok Sri meletakkan peralatan yan

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status