Home / Rumah Tangga / Hanya Sebatas Ibu Susu / Bab 6 . Kecemasan Rafa

Share

Bab 6 . Kecemasan Rafa

Author: Nelangsa
last update Last Updated: 2025-02-22 16:07:12

Rafa yang diminta oleh Mama Vina untuk mengucapkan terima kasih pada wanita yang telah menenangkan bayinya, dikejutkan dengan pemandangan yang membuatnya spontan langsung menghampiri Rania.

“Hei…apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah tidak waras..hah!” bentak Rafa dengan geram. Rafa langsung mengambil pisau yang berada di tangan Rania dan membuangnya jauh ke lantai. Untung saja Rafa datang tepat waktu sehingga tangan Rania hanya tergores sedikit.

Rania tersentak kaget saat tangan Rafa merebut pisau yang digenggamnya, tubuhnya yang lemah tidak bisa melawan saat Rafa mencegahnya untuk menyayatkan pisau tersebut ke tangannya.

“Kamu siapa!” Rania menatap tajam pada Rafa yang berdiri di depannya, “Kamu tidak berhak melarangku, biarkan aku mati, aku ingin menyusul anakku. Aku kehilangan anakku, dan suamiku menceraikanku, untuk apa aku hidup lagi, hidupku sudah tidak berguna lagi. Bahkan suamiku langsung menikah lagi padahal perceraian kami belum ada 1 x 24 jam.” teriak Rania dengan histeris, ia menangis meraung-raung sambil berteriak ingin mati.

Rafa hanya menatap Rania yang meluapkan amarahnya, ia tidak mencela apa yang Rania ucapkan, ia membiarkan Rania mengeluarkan unek-unek di hatinya agar sedikit lebih tenang. Namun Rafa mencemaskan luka yang tergores di tangannya, ada sedikit darah dan Rafa takut akan terinfeksi. Tapi melihat sikap Rania yang masih terguncang membuat Rafa membiarkan Rania dahulu.

Tangis Rania mulai mereda, walau masih terdengar deru nafas sesenggukan. Rafa mengambil minuman botol yang ada di nakas dan ia berikan pada Rania.

“Minumlah,” ucap Rafa datar.

Rania menerima botol minuman, lalu meminumnya dengan pelan. Rania menatap wajah laki-laki yang ada di kamarnya, sekilas ia seperti pernah melihat namun ia tidak tahu dimana. Mungkin kalau laki-laki itu tidak masuk ke kamarnya pasti ia sudah menyusul anaknya.

“Maaf, aku sudah menggagalkan rencana kamu. Perlu kamu ingat, bunuh diri bukan jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah yang kamu hadapi. Aku kemari, ingin mengucapkan terima kasih,karena kamu telah memberikan ASI kamu pada anakku.” kata Rafa, setelah di rasa Rania sudah mulai tenang.

“Pantes aku seperti pernah melihatnya, ternyata dia papanya bayi tampan yang aku susui.” bathin Rania dengan wajah masih kesal, karena kehadiran pria tersebut membuat Rania gagal bunuh diri.

Rafa memperhatikan tangan Rania yang tergores, "sebaiknya, aku panggil kan perawat biar mengobati luka kamu."

"Tidak usah. Luka ini tidak sebanding dengan luka di hati aku." Tolak Rania, “jadi biarkan saja, nanti akan aku obati sendiri.” jawabnya, ia tidak mau merepotkan laki-laki yang baru ia kenal.

"Baiklah kalau begitu. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kebaikan kamu." Rafa tidak mungkin memaksa Rania untuk mengobati luka yang ada di tangannya.

Rafa menjadi sedikit cemas pada putranya, ia membayangkan wanita itu yang hendak bunuh diri, bagaimana kalau tiba-tiba ia kembali berbuat nekat saat sedang bersama putranya.

Rafa pun segera keluar dari ruangan Rania dengan pikiran yang buruk. Ia tidak jadi membicarakan niat awalnya bertemu Rania, selain ingin mengucapkan terimakasih, Rafa berencana untuk menjadikan Rania ibu susu Farrel, bayi tampan tersebut sudah Rafa beri nama yaitu Farrel.

Rania menatap punggung pria tersebut yang menghilang dari ruangannya. Rania kembali termenung dan ia merutuki kebodohannya yang hampir berbuat nekat. Pikiran Rania saat itu kalut. Sebenarnya, ia mengurungkan niatnya untuk menggores lengannya karena bayangan bayi tampan yang ia susui kembali menangis. Namun, tanpa ia sadari, ujung pisau tersebut sudah melukai lengannya.

Tak lama, seorang perawat masuk dengan membawa perban dan obat antiseptik. Rania heran mengapa perawat tersebut seolah tahu tangannya sedang terluka. Ia berpikir pasti pria tadi memanggil perawat.

"Kenapa tangan Ibu bisa terluka?" tanya perawat tersebut sambil membersihkan darah yang ada di tangan Rania.

"Tidak sengaja tergores, Sus," jawab Rania berbohong.

Perawat itu menatap Rania seolah-olah tidak percaya pada jawaban Rania. "Baiklah, Ibu. Aku akan membersihkan luka ini dan membalutnya," kata perawat itu sambil melanjutkan pekerjaannya.

Rania merasa tidak nyaman dengan tatapan perawat itu, tapi ia tidak memberitahu penyebab tangannya terluka. Dengan cekatan perawat tersebut membersihkan dan membalut lukanya.

“Sus, kapan saya bisa pulang?” tanya Rania, setelah perawat tersebut selesai membalut lukanya dan juga melepas jarum infus di tangan.

“Sore nanti Ibu sudah bisa pulang. Nanti Dokter akan kembali mengecek kesehatan, Ibu.” kata perawat.

“Baiklah, Sus.” Rania mengangguk tanda mengerti, “o ya, perawat Mona kemana?”

“Perawat Mona sudah ganti shift bu,”

“Oh…begitu.” Rania sangat suka dengan sikap perawat Mona yang sangat lembut dan penuh perhatian, tapi sayang perawat mona kena shift malam sehingga Rania tidak bisa mengucapkan terima kasih kalau nanti sore ia akan pulang.

Perawat tersebut pun pamit undur diri dan Rania kembali sendiri di ruangannya. Sepi dan sunyi kembali Rania rasakan, tiba-tiba kedua payudaranya terasa penuh kembali.

“Pasti bayi tampan tersebut sedang lapar dan haus lagi. ASInya masih ada apa gak ya? Apa aku pumping aja lagi?” monolog Rania, ia jadi malu untuk bertemu dengan keluarga bayi tampan itu, setelah apa yang ia lakukan diketahui oleh papa si bayi tampan.

Di Ruangan sebelah Rania, Rafa sedang menenangkan bayi Farrel yang terbangun langsung menangis.

“Rafa, ayo kita bawa Farrel keruangan sebelah.” kata Mama Vina.

“Tidak, Ma. Aku gak mau, anak aku disusui oleh wanita yang tidak waras.” jawab Rafa yang masih diliputi rasa cemas atas sikap Rania tadi.

“A-pa maksud kamu, Nak?” tanya Mama vina tak mengerti.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 29

    Mobil Ben melaju pelan di jalanan kota yang mulai sepi. Lampu-lampu toko dan kendaraan memantul samar di kaca jendela, menyinari wajah Rania yang duduk tenang di kursi penumpang. Sesekali, ia mencuri pandang ke arah Ben yang mengemudi santai—satu tangan di setir, satu lagi menyetel musik jazz pelan dari radio mobil.“Tenang saja,” ujar Ben tiba-tiba, memecah keheningan. “Aku nggak akan bawa kamu ke tempat aneh kok.”Rania tersenyum tipis. “Saya percaya, kok.”Mereka tiba di sebuah restoran kecil di sudut kota. Tidak mewah, tapi hangat dan nyaman. Lampu-lampu temaram memancarkan cahaya lembut, sementara musik akustik mengalun pelan di latar belakang. Ben sudah memesannya lebih dulu, dan mereka langsung diarahkan ke meja di sudut ruangan yang tenang, agak tersembunyi.Setelah duduk, seorang pelayan datang membawa dua buku menu.“Silakan dipilih, Tuan, Nyonya,” ucapnya ramah.Ben membuka menu sambil melirik ke arah Rania. “Aku biasanya ambil pasta atau steak di sini. Tapi sop jamurnya ju

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 28

    Rania menatap pantulan dirinya di cermin kecil di kamarnya. Ia merapikan bajunya dan mengecek ulang riasan tipis di wajahnya. Bukan berdandan berlebihan, hanya sedikit bedak dan lip balm agar tak terlihat terlalu pucat. Gaun polos berwarna biru muda itu ia pilih karena sopan namun tetap manis dilihat. Hatinya berdebar tak menentu.“Ini cuma makan malam,” gumamnya meyakinkan diri. Tapi entah kenapa, ia tetap merasa gugup.Langkahnya ringan menuju ruang tamu. Tapi baru saja hendak melewati lorong menuju pintu utama, suara berat itu menghentikannya.“Mau ke mana malam-malam begini, Mbak Rania?”Rafa berdiri di depan pintu ruang kerjanya, bersandar pada kusen sambil menyilangkan tangan. Matanya mengarah lurus padanya, tenang tapi menusuk.Rania langsung merapikan kerudungnya, canggung. “I-ini, Pak... saya... cuma makan malam. Sama Pak Ben.”Rafa mengangguk pelan, namun tak bergeming dari tempatnya. “Ben ya...”Nada itu datar, tapi membuat udara seketika jadi canggung. Rania menggenggam ta

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 27. Rasa tak rela

    Saat ini, Rafa tengah duduk di sofa tunggal di ruangannya. Tatapannya tajam mengarah pada sosok yang duduk di hadapannya — sosok yang baru saja melontarkan permintaan mengejutkan. Ben, rekan kerjanya sekaligus teman lamanya, tanpa malu-malu mengungkapkan niat untuk mengenal lebih dekat Rania, pengasuh kecil Farrel. “Ayolah, Raf. Izinkan aku mengajaknya keluar malam ini,” pinta Ben sambil sedikit merengek, berusaha meluluhkan hati Rafa. Sejak pertama kali bertemu Rania, Ben sudah terpesona oleh kelembutan sikap wanita itu. Namun, kesibukan yang tiada habisnya selalu menghalanginya untuk mendekat. Kini, setelah semua pekerjaannya rampung, dia melihat ini sebagai kesempatan emas — asal Rafa memberi izin. Rafa menghela nafas pelan, ekspresinya tetap datar, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa simpati pada keinginan Ben. "Dia sudah capek seharian jagain Farrel. Malam hari itu waktunya dia istirahat," jawab Rafa singkat, suaranya dingin. Ben mengerucutkan bibir, tak menyerah begitu saj

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 26. Perasaan Nyaman

    Rania menutup pintu kamar perlahan, memastikan suara deritnya tak membangunkan Farrel. Di dalam, suasana hening. Bayi kecil itu masih terlelap, wajahnya damai di balik selimut lembut berwarna biru muda. Rania duduk di tepi tempat tidur, tubuhnya gemetar meski udara malam tak begitu dingin. Pandangannya kosong menatap dinding, namun pikirannya penuh dengan suara-suara.Kata-kata Marissa terus terngiang. "Tolong batasi interaksi dengan suami saya." Kalimat itu menusuk, dingin, dan membuat Rania merasa dihukum atas sesuatu yang tak pernah ia lakukan. Ia hanya menjaga Farrel dengan sepenuh hati—mengisi ruang yang selama ini terasa kosong dari sentuhan ibu. Ia hanya ingin anak itu merasa dicintai.Tangannya terangkat, mengusap wajah, mencoba menahan emosi yang mulai membuncah. Ia tak ingin menangis. Bukan di hadapan Farrel. Tapi hatinya sakit. Ia merasa seperti sedang diadili hanya karena keberadaannya. Karena ia berada di tempat yang sebenarnya bukan miliknya.Ketukan pelan di pintu membu

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 25. Mulai Curiga

    Sepulang dari taman, suasana hati Rania terasa tak menentu. Langkah kakinya pelan saat mendorong stroller memasuki halaman rumah keluarga besar tempat ia bekerja. Rafa memberi kode Rania untuk segera masuk kedalam, karena ia sedang menerima panggilan telepon dari temannya. Farrel masih tertidur di stroller, di dalam rumah, suasana tampak biasa saja. Beberapa ART lainnya sedang menyapu halaman belakang, dan suara TV dari ruang keluarga terdengar samar. Kemudian Rania memindahkan Farrel ke dalam gendongan, dan meletakkan stroller tersebut di samping tangga. Rania menaiki tangga menuju kamarnya dengan hati-hati agar Farrel tidak terbangun. Setelah menidurkan Farrel di kamar, Rania duduk sebentar di ujung ranjang bayi, memandangi wajah mungil itu. Ia menunduk, menyandarkan dagunya di kedua tangannya. Pikiran berkecamuk tentang tatapan ibu-ibu di taman tadi. Saat di taman, Rania sempat bertemu tatap dengan ibu-ibu tersebut. Tatapan Ibu tersebut membuat Rania tidak nyaman dan risih

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 24. Bau-bau pelakor

    Dengan penuh perhatian, Rania memastikan Farrel menghabiskan susunya, botol susu langsung habis diminum Farrel, lalu Rania mengambil botol kosong dan menyimpannya ke dalam tas. Rania menatap, tangan Farrel menggosok-gosok matanya dengan punggung tangan, tanda Farrel mulai merasa mengantuk. Rania tersenyum melihat ekspresi lucu Farrel dan langsung mengambil tindakan untuk membersihkan wajah Farrel dengan lembut. "Sudah kenyang ya, sayang?" tanya Rania dengan suara yang lembut, sambil membelai rambut Farrel dengan penuh kasih sayang. Bayi menggemaskan itu cuma tersenyum dan tak lama matanya sudah mulai terpejam-pejam. Rafa duduk di dekat gerobak makanan, memesan bubur ayam sambil mengamati Rania yang sedang bersama Farrel. Wajahnya berseri-seri melihat pemandangan itu, hatinya menghangat melihat sosok keibuan Rania yang penuh kasih sayang terhadap anak kecil. Rafa begitu asyik menatap Rania sehingga tidak menyadari penjual bubur memanggilnya. "Pak... pesan berapa piring?" tanya pe

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 23. Layaknya seperti keluarga

    Beberapa hari berlalu, semenjak Farrel pulang dari rumah, Rania sangat ekstra menjadi bayi mungil tersebut yang semakin hari semakin banyak akal, bayi 3 bulan lebih tersebut sudah mulai pandai membalik badannya, mungkin benar apa kata orang kalau sakit yang diderita Farrel karena sakit mau tambah akal. Selama 3 bulan itu pula, Marissa selaku ibu kandungnya tidak pernah memberikan perhatian pada Farrel, Marissa terlihat cuek, bahkan ia seakan tidak senang kalau Farrel menangis atau berceloteh di saat Marissa sedang beristirahat siang. Kalau ada Marissa dirumah, Rania terpaksa membawa Farrel duduk di taman atau sekedar berjalan-jalan di sekitar komplek menggunakan stroller. Seperti saat ini, udara pagi hari sangat menyejukkan, cahaya matahari bersinar dengan cerah, konon sinar matahari sangat baik untuk kesehatan. Sehingga Rania membawa Farrel berkeliling komplek untuk menikmati udara pagi yang cerah. Rania mendorong stroller dengan perlahan, namun sekali-kali ia bercanda dengan Farre

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 22. Di sangka Suami Istri

    “Tuan, Maaf. Karena saya Den Farrel sakit, jangan pecat saya Tuan. Saya akan lebih ekstra menjaga Den Farrel. Tapi, tolong jangan pecat saya, beri saya kesempatan lagi.” Ucap Rania sambil menunduk ia tidak berani menatap wajah tuannya yang menurutnya pasti menyeramkan. Rafa hanya diam, mendengar permohonan Rania tadi membuat hatinya tersentuh. Padahal tidak ada niat Rafa untuk memecat Rania. “Hentikan tangis kamu, ini sudah malam nanti Farrel bangun.” “Ta-tapi…Tuan gak pecat saya kan.” Lirih Rania dengan menahan suara tangisnya lalu menghapus air matanya. “Saya akan pecat kamu, kalau kamu tidak berhenti menangis,” jawab Rafa kesal, Rafa paling tidak suka melihat wanita menangis. Itu lah kelemahannya. Makanya Marissa bisa selalu bekerja setelah mengeluarkan tangisannya dan membuat Rafa tidak tega. Tapi kali ini tangisan Marissa tidak membuat Rafa lemah lagi, karena semua itu buat kebaikan rumah tangganya. Kata-kata Rafa tadi spontan membuat tangisan Rania berhenti. “Say

  • Hanya Sebatas Ibu Susu   Bab 21. Rasa bersalah Rania

    Rania mengetuk pintu kamar Rafa dengan keras, ia semakin takut dan cemas saat melihat Farrel yang lemah. Pintu masih belum terbuka padahal Rania mengetuknya dengan kuat, mustahil tidak didengar oleh mereka yang di dalam kamar.Mata Rania mulai berkaca-kaca, ia hampir menangis karena takut terjadi sesuatu dengan Farrel. Ia juga tidak berani melakukan sesuatu ke Farrel dengan membawanya sendiri ke rumah sakit karena Farrel memiliki orang tua.Tak lama terdengar suara langkah kaki mendekati lorong kamar, Rania mendapatkan Mbok Sri berjalan ke arahnya dengan membawa sapu, sekop, dan ember berisi air serta kain pel. Mbok Sri yang hendak membersihkan kamar Tuannya menatap Rania dengan bingung, untuk apa Rania berdiri di depan kamar."Rania, ada apa?" tanya Mbok Sri. Rania menjawab dengan nada panik dan cemas terhadap Farrel, "Mbok... Bagaimana ini Mbok? Den Farrel demam, mbok. Aku coba memberitahu Tuan dan Nyonya tapi mereka tidak keluar juga dari kamar."Mbok Sri meletakkan peralatan yan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status