Rani yang khawatir rahasianya terbongkar akhirnya meminta Sari untuk pulang ke kampung. Namun, rasa rindu yang telah lama dipendamnya membuat Sari terus bersikeras. Dia tetap tidak mau pergi sebelum melihat keadaan putri semata wayangnya itu.
"Jadi kamu tidak mau pergi! Baik. Kamu tunggu disini," jawab Rani yang langsung masuk ke dalam rumahnya.
Hampir 10 menit Rani masuk ke dalam rumahnya. Hingga tiba-tiba dia keluar dari rumah sambil menarik tangan Yuli. Dengan diikuti Lina yang berjalan di belakang mereka.
"Sekarang jelaskan pada wanita tua ini, apa yang sebenarnya terjadi!" perintah Rani sambil melepaskan tangannya.
"Ya Allah. Yuli! Kamu tidak apa-apa, Nak?" tanya Sari yang langsung memeluk putri kesayangannya.
"Ibu," ucap Yuli sambil menangis di pelukan Sari.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Nak?" tanya Sari sambil terus memeluk sang putri.
Yuli yang menangis langsung menceritakan kejadian yang sudah dilaluinya selama ini. Melihat jawaban sang putri Sari langsung memeluknya dengan erat. Dia tidak menyangka jika sang putri kini bernasib sial.
"Sudah! Sudah. Lama-lama aku muak melihat tingkah kalian yang menjijikkan!" bentak Lina yang langsung menarik tangan Yuli.
"Mbak Rani. Saya mohon. Biarkan saya membawanya pulang." Sari terlihat memohon pada Rani.
"Eh perempuan tua! Tidak semudah itu kamu bisa membawa wanita kampung ini pergi dari rumahku. Asal kamu tahu semua uang yang sudah diberikan suamiku pada kalian adalah uang muka untuk membayar rahim putrimu!" bentak Rani hingga membuat Yuli dan Sari terkejut.
"Membayar rahim? Apa maksudmu," tanya Sari sambil menatap Rani dengan penasaran.
"Asal kamu tahu. Kalau sebenarnya Mas Niko menikahi putrimu hanya karena ingin memiliki keturunan, tidak lebih. Jadi jangan pernah bermimpi dia bisa keluar dari rumah ini sebelum dia memberikan anak kepada kami," jelas Rani sambil bertolak pinggang.
"Yuli. Apa benar yang dikatakan Mbak Rani?" tanya Sari sambil menoleh ke arah Yuli yang ada di genggaman tangan Lina.
Yuli yang masih terlihat menangis hanya bisa mengangguk kecil. Sementara itu Sari yang tidak percaya dengan apa yang dilakukan putrinya. Terlihat meneteskan air mata.
"Bu! Bawa wanita benalu ini masuk ke dalam rumah. Dan pastikan dia tidak bisa keluar dari rumah ini!" perintah Rani tanpa melihat ke arah Lina.
Lina yang sejak tadi memegangi tangan menantu keduanya. Langsung menariknya masuk ke dalam rumah. Sari yang melihat apa yang dilakukan Lina langsung berusaha menolong sang putri.
Namun, apalah daya tenaga tua Sari nyatanya tidak mampu melawan istri pertama Niko. Rani yang saat itu terus berusaha memegangi Sari. Terlihat terkejut saat melihat jika di depan rumahnya sudah penuh dengan para tetangganya.
"Lihat apa yang sudah dilakukan Rani si artis terkenal itu," ucap wanita yang berdiri pada barisan paling depan.
"Ya ampun. Dasar wanita kejam, bisa-bisanya dia berbuat kasar pada orang tua," jawab yang lain sambil memandang sinis ke arah artis terkenal itu.
"Kalau aku punya menantu seperti itu, lebih baik aku jadikan dia makanan singa. Biar mati sekalian," imbuh yang lain dengan tatapan benci.
Rani yang tidak tahan dengan gunjingan para tetangganya langsung mendorong Sari di kerumunan orang itu. Dan langsung menutup, serta mengunci pagar rumahnya. Sementara itu beberapa orang terlihat membatu Sari berdiri dan membawanya ke rumah salah satu warga.
"Bu Sari, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Rani tega mengusir Ibu dari rumahnya," tanya seorang wanita saat mereka tiba di rumah salah satu warga.
Sambil mengusap air matanya. Sari akhirnya menjelaskan maksud dan tujuannya ke rumah Rani. Dia mengatakan jika beberapa bulan lalu, putrinya bekerja di rumah Rani untuk mengantikannya.
Namun, tanpa sepengetahuan Sari. Rani justru meminta Yuli menikah dengan suaminya dan menjadikannya istri bayaran. Dengan maksud agar mereka bisa memiliki keturunan.
"Istri bayaran, maksudnya apa?" tanya ketua Rt yang terlihat terkejut.
"Putri saya hanya dijadikan sebagai seorang pembantu, serta sebagai perempuan yang melahirkan anak untuk Niko." Sari menangis tersedu-sedu.
"Ya Allah. Tega sekali mereka," jawab salah satu warga yang duduk di samping Sari.
"Aku tidak habis pikir kenapa mereka bisa setega itu pada orang kecil," ucap yang lain dengan tatapan iba.
"Benar. Tapi, apa jangan-jangan Rani mandul hingga meminta sang suami untuk menikah lagi?" imbuh yang lain sambil terlihat berpikir.
***
Malam itu Niko tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Dia langsung berjalan ke arah dapur untuk membuat secangkir kopi. Saat ia melewati taman belakang, tanpa sengaja Niko melihat Yuli yang saat itu sedang duduk termenung.
"Yuli! Sedang apa dia duduk di taman malam-malam begini?" ucap Niko sambil melihat Yuli dari kejauhan.
Beberapa saat Niko berada di dapur. Hingga akhirnya dia berjalan ke arah Yuli sambil membawa secangkir teh hangat. Yuli yang saat itu termenung terkejut saat melihat Niko sudah berdiri di sampingnya.
"Ini untukmu," ucap Niko sambil menyerahkan cangkir berisi teh hangat.
"Terima kasih. Mas," jawabnya yang langsung menerima teh tersebut.
Perlahan Yuli mulai meneguk teh pemberian Niko. Setelah itu dia kembali terlihat merenung sambil menatap ke langit malam. Sesaat Niko memandang wajah istri keduanya dengan penuh kasihan.
"Apa ada hal yang sedang kamu pikirkan?" tanya Niko penasaran.
Sambil memegang cangkir yang ada di tangannya. "Aku hanya merindukan almarhum ayahku, biasanya dia selalu menghiburku di saat aku sedang sedih."
"Kalau boleh tahu apa yang menyebabkan ayahmu meninggal?" tanya Niko penasaran.
Yuli langsung menceritakan kejadian tragis yang menimpah sang ayah satu tahun yang lalu. Handoko yang saat itu dalam perjalanan pulang dari berjualan sayur. Tiba-tiba ditabrak oleh sebuah mobil yang melaju dengan kencang.
Hingga membuatnya terpental jauh dan mengalami luka di bagian kepala. Handoko sempat dibawa ke Rumah sakit oleh beberapa warga. Namun, nyawanya justru tidak dapat ditolong. Dan dinyatakan meninggal dunia karena adanya pendarahan pada bagian otak.
"Lalu apa kamu tahu siapa yang sudah menabrak ayahmu?" tanya Niko penasaran.
"Aku tidak tahu, tapi saat itu warga yang menolong Ayah. Menemukan sebuah kacamata hitam di tempat kejadian, dan aku rasa kaca mata itu milik pelaku tabrak lari." Yuli menunduk sambil memutarkan jarinya di bibir cangkir.
"Maaf, Mas. Aku harus masuk ke dalam dulu." Tiba-tiba Yuli berdiri dari tempat duduknya.
"Oh, iya. Lebih baik kamu cepat masuk dan istirahat!" perintah Niko sambil berdiri dari tempat duduknya.
Niko yang saat itu berdiri di hadapan Yuli segera melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Sementara itu Yuli terlihat sudah masuk ke dalam kamarnya. Namun, baru saja Niko duduk di kursi meja makan tiba-tiba terdengar suara benda jatuh.
"Yuli! Apa jangan-jangan dia … ." Niko yang khawatir langsung berlari ke kamar Yuli.
Baru saja dia berdiri di depan kamar. Niko terlihat terkejut saat melihat istri keduanya sudah dalam keadaan tidak sadarkan diri. Dengan segera dia langsung berteriak memanggil Rani dan Lina yang saat itu sudah istirahat di dalam kamar.
"Ada apa sih. Mas? Malam-malam begini teriak-teriak!" bentak Rani yang saat itu bertemu dengan sang suami di ruang makan. "Iya, kamu ini bisa tidak tenang sebentar saja. Ibu sedang sakit kepala," Lina menatap Niko dengan kesal. "Yuli. Yuli pingsan di kamarnya," jawab Niko dengan gugup. Sambil melebarkan mata. "Apa! Wanita benalu itu pingsan." "Halah, biarkan saja. Nanti juga dia bangun sendiri, sudah. Ah! Ibu mau istirahat," jawab Lina sambil melangkah pergi. "Tunggu. Bu, kita tidak bisa membiarkan wanita itu pingsan disini. Aku tidak mau berurusan dengan hukum jika terjadi sesuatu padanya," ucap Rani hingga membuat Lina menghentikan langkahnya. "Ya sudah, lebih baik sekarang kita bawa dia ke Rumah sakit!" ajak Niko yang langsung berjalan ke arah paviliun. "Ah! Menyusahkan saja," gerutu Lina sambil berjalan mengikuti Niko dan sang menantu. Beberapa saat kemudian mereka akhirnya tiba di Rumah sakit. Yuli yang saat itu belum sadarkan diri langsung mendapatkan penangan di ru
Sambil terus menatap majalah yang ada di tangannya. "Mau kemana kamu, Mas.""Aku mau ke paviliun sebentar. Aku khawatir dengan keadaan Yuli, lagipula siapa tahu dia membutuhkanku," jawab Niko sambil berjalan ke arah pintu."Kamu tidak boleh kesana." Rani menutup majalahnya dan menoleh ke arah sang suami.Niko yang berjalan ke arah pintu seketika berhenti setelah mendengar ucapan wanita yang ada di belakangnya. Sesaat dia terlihat menarik nafas dalam-dalam. Sebelum akhirnya menoleh ke arah Rani yang sudah berdiri di belakangnya."Apa kamu lupa kalau Yuli itu sedang hamil muda, siapa tahu malam ini dia sedang merasa tidak nyaman." Niko mencoba memberi penjelasan pada sang istri.
Sambil melemparkan kantong plastik ke arah Yuli. "Ini untukmu."Yuli yang penasaran langsung melihat isi dalam kantong tersebut. Terlihat beberapa buah-buahan dan beberapa kardus susu untuk ibu hamil. Melihat barang-barang itu Yuli langsung menoleh ke arah Rani yang berdiri di hadapannya."Ini untuk saya. Mbak?" tanya Yuli dengan penasaran."Kamu tidak lihat itu susu hamil, jika bukan buatmu lalu buat siapa lagi," jawab Rani dengan ketus sambil duduk di sofa."Alhamdulillah." Yuli terlihat bahagia."Kamu jangan bahagia dulu, aku memberi barang-barang itu bukan karena aku peduli padamu. Aku hanya tidak mau anak itu lahir cacat,"
Pagi ini semua sudah berkumpul di meja makan. Termasuk Rani dan Niko yang baru saja menikmati sarapan mereka. Setelah mengusap mulutnya, Rani segera memanggil Yuli yang sedang berada di dapur."Yuli! Yuli." Rani berteriak dengan keras.Sambil meletakkan gelas di atas meja. "Apa kamu tidak bisa memanggilnya dengan lembut.""Yuli. Yuli!" teriak Rani seolah tidak mempedulikan ucapan sang suami.Sambil berlari dengan teburu-buru. "Iya. Mbak, apa ada yang bisa saya bantu.""Ini upahmu bulan ini," ucap Rani sambil menyerahkan sebuah amplop coklat."Alhamdulillah, terim
Rani yang sudah berdiri di ruang tamu terlihat terkejut saat melihat sosok yang ada di hadapannya. Sosok yang sangat dikenalnya selama ini. Dengan segera ia pun langsung berjalan ke arah wanita itu."Yuli. Mau kemana kamu membawa tas seperti itu?" tanya Rani sambil berjalan ke arah Yuli."Sa-saya. Ehm … ."Sambil langsung mencengkram lengan Yuli. "Kamu pasti mau kabur dari rumah ini 'kan."Yuli yang ketakutan hanya bisa menunduk tanpa berani menatap mata wanita itu. Rani yang sudah tidak dapat menahan emosinya. Langsung menyeret Yuli ke arah paviliun."Ampun. Mbak! Saya tidak bermaksud kabur, saya hanya ingin menjenguk I
"Darimana saja kamu. Mas?" tanya Rani saat melihat Niko yang baru saja masuk."Dari Cafe, memang mau darimana lagi." Niko terus berjalan masuk ke dalam rumah."Pembantu sialan itu sudah pergi dari rumah ini. Dan semua ini gara-gara ibumu yang tidak becus ini!" bentak Rani sambil menunjuk ke arah Lina."Jika kamu tahu ibuku tidak becus, lalu kenapa kamu memintanya menjaga Yuli. Kenapa bukan kamu sendiri saja yang menjaganya," jawab sang suami sambil menoleh ke arahnya."Mas! Aku serius, Yuli sudah kabur dari rumah ini. Dan dia membawa anak kita!" bentak wanita itu sambil berjalan ke arah Niko."Anak kita, sejak kapan kamu membia
"Kenapa makanan belum ada di meja makan," ucap Rani yang baru saja sampai di meja makan.Sejak kepergian Yuli beberapa minggu yang lalu Lina menggantikan semua tugas rumah tangga. Namun, kali ini ada yang berbeda. Lina yang biasanya sudah menyiapkan sarapan sejak pagi kini belum terlihat sama sekali."Ibu. Ibu!" teriak Rani sambil terus melihat ke arah meja yang ada di depannya."Iya. Nak! Ada apa?" jawab Lina sambil terlihat berlari ke arah sang menantu."Ada apa? Ibu tidak melihat jika di meja ini tidak ada makanan! Apa Ibu lupa jika hari ini aku ada kegiatan pagi," bentak Rani sambil bertolak pinggang."Maafkan Ibu. Nak, har
"Milik siapa ini. Mas?" tanya Rani sambil memperlihatkan sebuah lipstik yang ada di tangannya."Lipstik itu! Bagaimana bisa benda itu jatuh di koperku," batin Niko yang terlihat terkejut."Kenapa kamu diam. Aku tanya sekali lagi, lipstik siapa ini?" tanya Rani sambil berjalan ke arah sang suami."I-itu lipstik untukmu, aku sengaja membelinya saat pulang tadi." Niko terlihat gugup."Untukku, tapi kenapa kamu terlihat gugup saat aku menanyakan hal itu. Apa jangan-jangan kamu …."Sambil memegang tangan Rani. "Sudah jangan berpikiran macam-macam, aku gugup karena aku heran bagaimana bisa kamu menemukan barang itu dengan muda