Tak selang berapa lama, mereka telah selesai menyantap hidangan makan siang yang disajikan oleh pemilik restoran. Gerald dan Della beriringan menuju parkiran.
"Oh ya Ger, kita mau pergi kemana ya?" tanya Della meminta pendapat.
"Bagaimana kalau kita nonton?"
"Aku gak mau, lagian kamu sudah pernah melakukannya kemarin," tolak Della keberatan dengan menggembung pipinya, membuat Gerlad gemas.
"Ya sudah, bagaimana jika aku temani shoping?"
"Aku sedang tidak ingin membeli apa-apa." Tolak Della lagi.
"Lalu kamu mau kemana?" tanya Gerald berusaha bersabar.
"Jika aku tau mau kemana. aku tak akan bertanya padamu," kesal Della.
Gerald mendengus pelan, benar wanita memang selalu benar, dengan senyum yang masih menghiasi bibir Gerald dia memberi penawaran lagi. "Bagaimana kalau kita kuliner hari ini?"
"Astaga Gerald. Kamu pikir perutku karet."
"Terus maumu kemana?"
"Terserah." jawab Della pasrah
Hendra tersenyum saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Audy. Bagaimana tidak, wajar saja wajah Della bersemu kemerahan seperti orang jatuh cinta. Sejak dari tadi sore, Hendra mengirimkan kata-kata romantis serta rayuan-rayuan mautnya. Meskipun hanya dibaca oleh Della seperti koran, tapi melihat wajah Della seperti ini membuat Hendra bahagia."Audy, tentu saja Bunda seperti orang jatuh cinta, diakan habis dapat yang spesial." Ungkap Hendra dengan sindiran agar Della membalas ucapan itu, namun Della masih saja terlihat Linglung.Della merasa seakan terpojok, apa dia ketahuan jika dia telah menghabiskan waktu bersama Gerlad. Jika benar, Della akan siap saat Hendra akan memberikan kata talak untuknya. Jika itu terjadi sudah tidak ada penghalang lagi untuk hubungannya dengan Gerlad."Wah, Bunda dapat apa kok ada kata spesial?" Sidik Audy penuh kecurigaan."Dasar Audy, pengen tahu saja drama cinta kita." Goda Hendra pada an
Air mata Audy kini tak mampu dibendung lagi. Hatinya kini hancur tak berbentuk. Audy memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tak sudi jika harus menangisi lelaki bajingan seperti Gerald apa lagi dihadapan orang itu langsung. Tapi apa daya, air matanya tak bisa diajak kompromi."Kamu benar-benar lelaki bresengek yang pernah ku temui Gerald." kecam Audy yang tak puas hanya menampar Gerald. Hatinya sakit, Ia ingin mengeluarkan segala unek-uneknya sebelum dia mengikhlaskannya nanti.Gerald yang menyaksikan hal itu hanya mampu menatap. Bibirnya terasa kaku hendak meminta maaf."Kalau kamu tak punya hati nurani. Setidaknya pakailah otakmu. Apa kamu mau jika diperlakukan begini?" lanjut Audy berapi-api.Tomi yang tak kuasa melihat penderitaan Audy segera merengkuh pundaknya. Ia menatik Audy agar segera menjauh dari Gerald.
"Audy?" Panggil Hendra menyadarkan lamunan Audy."Eh, iya Ayah?" Panggil Audy sedikit gugup."Kamu kenapa?""Emm tidak apa-apa. Memang kenapa Yah?" Tanya Audy balik bertanya."Kamu sedari tadi melamun saja. Mukamu juga terlihat pucat. Sedang ada masalah apa?"Della acuh menyimak. Toh dia sendiri sudah tau jawabannya. Apa lagi yang membuat Audy bagai mayat hidup jika bukan karena sedang patah hati, putus dengan Gerald?.Audy menggeleng pelan. Dia tak ingin kebahagiaan yang terpancar dari wajah Ayahnya pudar. Biarkan saja dia yang memendam rasa sakit ini sendirian. Jauh lebih menyakitkan saat kamu melihat orang yang kamu sayang terluka dan itu berasal dari dirimu."Aku baik-baik saja Ayah. Hanya sedikit pusing dengan tesisku." Ungkap Audy berbohong.Hendra tersenyum hangat. Entah mengapa dia merasa jika Audy sedang menyembunyikan sesuatu. Mata sayunya jelas mengatakan jika dia sedang berbohong.
Audy menghela nafas panjang. Setelah kepergian prof. Budiman dia memutuskan untuk melakukan revisi detik ini juga."Ayolah Audy. Semangat. Jika percintaanmu gagal, harusnya dibidang lain kamu harus berhasil." Ucapnya menyemangati diri sendiri.Audy menggulung kemeja yang dia kenakan hingga siku, bersiap membuka setumpuk berkas yang kini telah berjejak. Ia meneliti satu persatu lembaran berkas. Lantas disusul desahan panjang."Astaga, kenapa banyak sekali." Keluh Audy menutup berkasnya kembali. Audy menyandarkan kepalanya diatas meja perpustakaan. Otaknya terasa lebih berat dua kali lipat dari biasanya."Aku pikir volume otakku bertambah. Ternyata aku sedang memikul beban masa depan." Sambung Audy masih meratapi nasibnya.Perlahan mata sayu itu terpejam. Ia ingin menetralisir rasa pening di kepalanya. Jemari lentiknya mulai mengetuk ngetuk atas meja. Menimbulkan alunan nada yang menenangkan.Sepuluh menit berlalu
Entah kemana lagi langkah kaki Audy akan berpijak. Sudah seharian Audy mengelilingi sebuah Mall tanpa berniat membeli barang. Kesepian ditengah keramaian, itulah yang Audy rasakan kini.Setelah kejadian tadi pagi saat berpapasan dengan Gerald dan Della, mood Audy semakin memburuk. Rencananya untuk merevisi menjadi hancur beratakan, digantikan dengan menghabiskan waktu disebuah pusat perbelanjaan."Ditempat yang sama. Namun, dengan rasa yang tak lagi sama." Audy tersenyum kecut, dia memandangi sekerumun pengunjung yang tengah sibuk memilih barang ditemani teman atau pun pasangan.Ditempat ini dulu Audy terbiasa pergi sendiri. Lalu semesta mendatangkan Gerald padanya. Mereka lantas menghabiskan waktu berdua meskipun hanya Audy yang merasa bahagia. Dan sekarang Audy kembali seperti dulu, mengelilingi tempat ini sendirian.Audy menghela nafas. Takdir yang dijalaninya memang terasa berat, tapi Audy yakin dia pasti kuat. Biarkan takdir b
Jantung Audy berdebar tak karuan. Setelah merevisi tanpa mengenal lelah akhirnya kini dia bisa sidang. Beruntung ada tomi yang setia mendampinginya."Aku yakin kamu pasti lulus." Ucap Tomi tulus membesarkan hati Audy. Pasca putus dengan Gerald, Tomi semakin gencar mendekati Audy. Air mata Audy tempo lalu menggugah hatinya. Dia berjanji akan membahagiakan Audy selalu."Aku harap juga begitu." Gumam Audy lirih. Telapak tangannya kini sudah sedingin es. Berulangkali dia mengelus dada untuk menetralkan detak jantungnya."Masih kurang lima belas menit lagi Audy. Bersiaplah. Tenangkan batinmu. Kamu harus bisa tampil maksimal." Peringat Tomy penuh perhatian.Audy mengangguk pelan. Ia menarik nafas panjang berulangkali, mencoba menghilangkan kegugupannya."Kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Audy yang salah tinggkah diperhatikan Tomi sedemikian rupa.Tomi tersenyum simpul. Lantas menggeleng singkat. "Memangnya ti
Hendra samar-samar mendengar gumaman Audy. Rasa keingintahuannya seketika muncul. Tidak biasanya Audy mengumpat, hal apakah yang membuat anak gadisnya berbicara seperti itu?."Audy! Apa ada yang kamu bicarakan tadi?" Tanya Hendra, membuat dua wanita itu seketika mematung ditempatnya.Langkah kaki Audy terhenti, ia memutar badannya menghadap sang ayah. Diliriknya pula Della yang juga ikut terdiam.Audy tampak menimbang dalam hati. Apakah ini waktu yang tepat untuk memberi tahu ayahnya tentang kelakuan busuk Della?."Ayah, mungkin Audy sedang menghafalkan lantunan lagu." Ujar Della saat Audy tak kunjung bersuara yang semakin membuat Hendra curiga."Uhh ... Dasar wanita rubah. Sampai kapan kamu akan berakting." Desah Audy dalam hati, lidahnya terasa kaku untuk mengungkapkan kebenaran."Bunda, ayah tanya pada Audy." Kesal Hendra yang tak kunjung mendapat jawaban.Della menatap Audy dengan seksama. Terpancar jelas dari
The Forest by Wyl’s, kafe yang terletak di Jakarta Selatan dengan nuansa begitu romantis semua sudutnya begitu cantik.Setelah berdebat dengan Audy, Della melajukan mobilnya untuk bertemu dengan Gerald di kafe. Della merasa senang katanya Gerald akan memberikan kejutan untuknya."Del,"panggil Gerald saat Della sudah sampai, Gerald sengaja menunggu Della di parkiran. Karen ingin menutup mata indah milik Della."Ger, kamu sudah sampai. Kejutan apa yang ingin kamu berikan?" Tanpa menjawab pertanyaan Della Gerlad langsung menutup mata Della dengan kain berwana hitam.Gerald menuntun Della masuk kedalam kafe. Disana sudah ada tim sukses Gerald. Satu ruangan indoor disewa Gerald, ruangan itu disulap begitu indahnya. Bunga segar menghiasi ruangan itu terlihat juga gambar love yang dibentuk dari bunga mawar merah.Perlahan-lahan Gerald membuka kain yang menutupi mata Della. Della tercengang saat melihat pemandan