Siang ini adalah siang yang paling tidak terduga bagi Jonathan. Ia berjalan seperti orang yang baru belajar menggunakan kaki. Seketika urat syaraf kakinya seperti mati rasa dan lumpuh, namun ia ingin menyeretnya. Mengajak raganya agar bisa sampai di hadapan kedua orang tua dan memergoki apa yang sedang mereka bicarakan. Pak Kayren dan mama Kira terlihat senang dan mampu tertawa lepas. Ini sungguh berbanding terbalik dengan kondisi jiwa raga Jonathan saat ini. Putra satu-satunya keluarga Kayren itu bahkan tak mampu berekspresi. Hanya tatapan mata saja yang coba mewakili isi hati. Sebuah kemuakan yang ingin meledak, tepat tertuju pada orang tua yang sangat dihormati. “Sayang ya, orang yang aku kira paling peduli dan baik. Tidak lebih dari sepasang manusia yang egois,” ucap Jonathan. Sepasang matanya berkaca-kaca. Ia memang seorang pria yang sungguh pantang untuk menangis. Tapi, keadaan ini sungguh sulit.Pak Kayren dan mama Kira menghentikan gelak tawanya. Mama Kira bahkan reflek meng
Karina merasa sudah melakukan kesalahan fatal. Untuk kesekian kalinya, otaknya seakan tidak bisa diajak berpikir. Lidahnya bahkan tidak sinkron dengan perasaannya untuk mengucapkan kata-kata yang seharusnya.Apa yang dikatakan tidak sesuai dengan pikiran. Harusnya Karina menolak ajakan bu Riska untuk pergi mengunjungi Jonathan di rumah sakit kota. Akan tetapi, lidahnya justru menari sendiri tanpa disuruh. Mengiyakan ajakan bu Riska untuk menjenguk bos Internusa Sandira yang bukan lain adalah suaminya.Karina saat ini sedang berada di sebuah mobil bersama dengan Bu Riksa. Ia terjebak. mau mundur juga sudah sangat terlambat. Wanita itu hanya bisa mengirim pesan pada ibunya. Jika sore ini akan pulang sedikit larut. Menjelaskan kalau dirinya menempuh perjalanan sekitar empat jam untuk mengunjungi bosnya di rumah sakit kota. Sampai juga di depan rumah sakit. Karina tidak asing dengan rumah sakit itu. Sebab itu memang rumah sakit langganan keluarga Jonathan. Pernah dulu dirinya dan suam
Sudah beberapa hari Jonathan dirawat di rumah sakit. Tiba waktunya untuk pria itu dinyatakan telah sembuh dan boleh pulang.“Padahal aku bisa pulang sendiri!” ucap Jonathan yang sudah mengganti baju pasiennya. Ia sibuk memasang kancing kemejanya dan bersiap pulang sendiri. “Jangan begitu Nak, kita kan keluarga. Sudah seharusnya Mama dan Papa kasih perhatian untuk menjemput kamu,” ucap Mama Kirana sungkan.Masih ingat betul dalam pikiran mama Kirana. Awal mula Jonathan kembali merasakan sakit kepala lagi hingga jatuh pingsan di rumah. Karena dirinya dengan sang suami yang tidak berhati-hati dalam membicarakan menantu dan cucu mereka. Ya, sekarang Jonathan sudah mengetahui kalau Karina dan Azka masih hidup. Namun, dalam hati mama Kirana. Ia yakin kalau Karina tidak akan muncul lagi dalam hidup Jonathan. Menantu dan cucunya itu pasti sudah pergi jauh. Sesuai keinginan dirinya dengan Pak Kayren saat pengusiran dilakukan. “Keluarga. Aku bahkan nggak tahu makna keluarga itu apa sekarang
Jonathan sudah sampai di rumahnya. Ia masih tetap bersikap dingin. Memutuskan untuk beristirahat saja di dalam kamar dan tidak mau peduli dengan kehadiran orang tua juga Laura. Laura merasa kesal karena diacuhkan terus-terusan oleh Jonathan. Padahal dirinya adalah seorang super model yang sangat sibuk, menyisihkan waktu untuk bisa menemani seseorang seharian seperti siang ini adalah hal yang sangat jarang terjadi.Akan tetapi, demi Mama Kirana yang ingin menjodohkan dirinya dengan Jonathan. Ia pun bersedia. Sayangnya, Jonathan adalah pria tidak tahu diri yang tidak bisa menghargai kehadiran wanita secantik Laura.“Apa Jonathan itu kelainan Tante?” tanya Laura tanpa pikir panjang. Mama Kirana yang sedang berada di dapur untuk mencari air minum langsung terkejut. Ia tidak mengira lidah Laura sanggup menanyakan hal demikian. “Maksud kamu? Kelainan seperti apa yang kamu maksud?” tanya Mama Kirana. “Aku rasa Jo itu tidak suka sama perempuan.”“Jaga ucapan kamu. Jonathan itu pria tulen.
Karina Andini telah melalui berbagai rintangan dalam hidup. Dari waktu ke waktu, ia sungguh sudah terbiasa dengan segala keadaan yang sulit, dan yang paling sulit. Terlebih lagi saat hatinya harus menerima kenyataan. Kalau dirinya harus pergi dari kehidupan suami bersama dengan anak semata wayangnya yang masih kecil beberapa tahun lalu.“Jadi, kamu sudah punya anak? Aku pikir kamu masih gadis!” ucap Arga yang akhirnya berhasil juga makan siang bersama dengan Karina. Ia menatap wanita itu dengan penuh penghayatan. Entah apapun yang ada di wajah Karina terasa menarik untuk diperhatikan. Karina merasa risih. Ia menyadari seluruh pasang mata tertuju padanya. Mungkin karena baju seragam proses yang dipakai. dia satu-satunya karyawan proses yang ada di kantin itu. "Kok nggak dimakan?""Ehm … iya." Karina coba mengisi perutnya. Di saat bersama datang Kenneth dan Jonathan dari pintu masuk. Mereka berdua juga akan makan siang. Saat menyapu pandang ke seluruh penjuru. Jonathan melihat ada K
Kenneth segera membuka pintu mobil. Diraih dengan cepat tubuh Jonathan yang lemah. "Pak, Pa Jo! Anda kenapa bisa ada disini?"Jonathan mendengar ada Kenneth. Ia yang memejamkan mata karena takut dengan apa yang dilihat di depan mobil yang seperti sudah hancur karena benturan keras, perlahan mulai membuka mata. Lantas ia peluk Kenneth dengan begitu erat.Kenneth hanya bisa mengusap punggung bosnya. Mencoba memberikan ketenangan. Entah apa yang terjadi sampai Jonathan bisa ada di sini. Perlahan-lahan, Kenneth akhirnya berhasil membawa Jonathan masuk ke dalam kamar. Bosnya sudah mulai tenang. Ia pun duduk tepat di samping ranjang Jonathan. Menatapnya dengan sangat serius. "Sebenarnya ada apa Pak? Kenapa pak Jo bisa ada di dalam mobil? Apalagi duduk di kursi kemudi. Bukannya pak Jo masih trauma untuk mengendarainya?""Aku, aku ingin menghilangkan traumaku. Aku ingin sembuh. Sampai kapan aku harus menerima ketakutan ini. Rasanya sangat lemah dan tidak berdaya."Kenneth mulai mengerti. Ta
"Apa! Tapi Bu! Saya sedang sibuk dan harus cepat pulang. Saya juga sedikit flu jadi. Saya tidak bisa ikut makan bersama dengan Pak Jo!" tolak Karina setelah dia sudah berganti pakaian. Ia telah siap untuk melangkah pulang dan keluar dari perusahaan. Berharap bisa langsung ke tempat parkiran tanpa halangan. Namun, Bu Riska memanggilnya."Ayolah Karin. Ini pak Jo lho yang ajak. Apa kamu tidak cemas kalau harus mengecewakan dia!" bujuk Bu Riska.Karina menghela nafas. Kepalanya pusing sekali. Ia merasa ini sulit. Diajak makan dengan bos yang merupakan suaminya. Bahkan mereka berdua saja belum memutuskan untuk bercerai. Entah catatan sipil menyebutkan status mereka berdua seperti apa. Yang dia tahu, acara makan ini harus dihindari.“Tapi Bu, saya sedang flu. Ini akan membuat saya sungkan sama pak Jo!” Bu Riska memindai wajah Karina. Ia tidak percaya begitu saja kalau anak buahnya itu sedang flu. Sebab seharian ini, sewaktu berada di dalam ruang proses bersama, Karina tak terlihat batuk a
Arga Dirgantara adalah anak dari Wahyu Prasetyo Adji. Dia mewakili ayahnya untuk menjadi pemilik saham nomor dua setelah pak Kayren di PT. Internusa Sandira. Jonathan juga mengetahui hal itu. Ia juga mengetahui kalau Arga menjadi pengganti sementara dirinya untuk menghandle dan mengawasi sebagian prospek perusahaan makanan tersebut. Akan tetapi, yang paling tidak disangka oleh jonathan. Setelah seminggu dirinya kembali ke kantor. Mengapa Arga tetap bekerja disini. “Jadi, Anda ingin saya angkat kaki dari sini?” tanya Arga. Kali ini hanya ada mereka berdua yang sedang berdebat.Jonathan berusaha memasang wajah yang datar. Padahal dirinya ingin sekali melayangkan tinjuan di muka Arga. Ia kesal sekali setiap kali melihat Arga mendekati istrinya. “Ya, karena saya rasa Anda sudah tidak dibutuhkan.”“Siapa bilang? Saya baru beberapa hari saja sudah membuat inovasi untuk pengolahan udang paling baru. Lalu tiba-tiba Anda mengharapkan saya angkat kaki. Oh itu tidak mungkin!”“Anda bisa mempe