Gunawan dan para pekerja lainnya serentak menoleh ke sumber suara. Meninggalkan kenikmatan makan siang demi menuruti rasa penasaran dalam hati.
Belum hilang rasa penasaran mereka, tiba-tiba pak Adi datang dan menegur mereka semua."Jangan usil jadi orang. Ayo kembali kerja lagi! Kerja! Kerja!" Pria itu bertepuk tangan untuk menyuruh para pekerjanya kembali bekerja.Mereka semua akhirnya membubarkan diri. Mereka kembali bekerja hingga tak terasa waktu pulang telah tiba. Gunawan dan yang lainnya bersiap-siap untuk pulang ke rumah masing-masing."Kamu pulang naik apa, Gun?" tanya pak Adi."Naik sepeda, Pak," jawab Gunawan."Sepeda? Sepeda ini?" Pak Adi bertanya sembari menunjuk sebuah sepeda onthel yang dipegang Gunawan.Gunawan mengangguk. "Iya, Pak. Sebenarnya sepeda ini milik almarhum mertua saya. Sayang kalau nggak dipakai. Jadi, saya perbaiki sedikit supaya bisa dipakai kerja," jawab Gunawan.Pak Adi manggut-manggut mendengar jawaban Gunawan. Pria itu kemudian menepuk pundak pekerja barunya itu."Semangat ya. Pekerjaan ini memang berat. Tapi, kalau kamu semangat dan pantang menyerah, saya yakin kamu pasti bisa sukses," ucapnya memberi semangat.Gunawan tersenyum mendemgar ucapan semangat dari mandornya itu. Setelah berbincang sedikit, Gunawan pamit undur diri. Dia lantas mengayuh sepedanya dan pulang ke rumah.Sementara itu, Anggun tampak sedang berbincang-bincang dengan ibunya. Dia tampak serius sekali saat berbicara."Terus aku harus gimana, Bu?" tanya Anggun. Wajahnya tampak kusut dan kebingungan."Saran ibu, sebaiknya kamu minta uang saja sama Gunawan. Yah walaupun ibu nggak yakin dia bakalan ngasih. Tapi apa salahnya dicoba," saran bu Ika.Anggun hanya mengangguk saja. Dalam hati dia ingin membenarkan ucapan sang ibu. Tapi di sisi lain dia merasa tak tega saat melihat wajah sang suami."Assalamu'alaikum," ucap seseorang dari luar.Mendengar ada yang mengucapkan salam, Anggun bergegas bangkit dan berjalan menuju pintu depan."Wa'alaikumsalam!" jawabnya ketus.Gunawan tersenyum saat melihat sang istri menyambut kedatangannya walau dengan wajah yang masam. Dia tetap mensyukuri hal itu."Bagi duit dong!" Anggun mengadahkan tangannya pada Gunawan."Biarkan aku masuk dulu, Dek. Baru kamu bicara," ucap Gunawan."Alah! Enggak usah banyak omong deh. Buruan bagi duit. Aku mau beli HP baru seperti punya Lina." Anggun berkata ketus sambil mengibaskan sebelah tangannya.Gunawan hanya menggeleng saja. Dia tak lantas memberikan uang pada sang istri. Dia justru masuk ke dalam dan berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum."Kamu dengar nggak sih aku ngomong?" ujar Anggun.Gunawan masih diam saja. Tangannya meraih ceret dan menuangkan air ke dalam gelas yang ia pegang."Cepetan dong! Aku mau beli HP baru," ucap Anggun.Gunawan masih tak merespon ucapan sang istri. Dia menghabiskan air minumnya dan berjalan menuju kamar mandi."Heh! Punya kuping nggak sih? Anggun lagi ngomong sama kamu. Dia minta uang buat beli barang yang dia mau. Kok malah dicuekin!" Bu Ika ikut berbicara pada Gunawan.Gunawan berhenti dan menoleh. "Aku dengar kok. Tapi apa begitu caranya minta uang?" ujar Gunawan."Terus mau cara bagaimana? Hah! Mau cara menye-menye? Atau cara yang bernada manja?" sahut bu Ika.Gunawan menghela napas panjang. "Kamu minta uang buat beli gadget baru? Emangnya gadget kamu udah nggak bisa dipakai lagi? Udah rusak?" tanya Gunawan."Ya enggak. Tapi kan itu udah jadul banget. Aku gengsi lah sama-sama temen-temenku. Masa iya istri kepala pengawas HP-nya jadul," jawab Anggun."Hidup itu jangan nuruti gengsi. Lagian aku sekarang sudah bukan kepala pengawas lagi. Kamu kan udah tahu kalau aku dipecat!" sahut Gunawan."Aku sekarang cuman kuli bangunan. Gajiku juga nggak sebesar dulu. Cukup untuk makan saja aku sudah bersyukur," lanjutnya.Setelah berkata demikian, Gunawan segera berlalu dari tempat itu. Dia tak peduli pada teriakan kesal yang keluar dari mulut istri dan juga mertuanya.****************Waktu terasa begitu cepat berlalu. Tak terasa sudah hampir satu bulan Gunawan bekerja sebagai kuli bangunan. Selama itu pula dia menahan sakitnya hinaan dan cacian yang dilontarkan oleh istri dan ibu mertuanya.Seperti pagi ini, Gunawan kembali harus menerima hinaan dan cacian kala dia tak memberikan sejumlah uang pada Anggun."Buat apa sih, Dek uang sebanyak itu?" tanya Gunawan."Ya buat belanja lah. Mau buat apa lagi?" sahut Anggun dengan ketus."Kemarin kan udah aku kasih uangnya. Masa sekarang udah habis sih?" tanya Gunawan lagi.Anggun berdecak kesal saat mendengar pertanyaan sang suami."Uang segitu mana cukup sih buat aku jajan? Uang segitu tuh cuman cukup buat beli roti sama kopi doang," jawab Anggun.Gunawan menggeleng-gelengkan kepalanya. Bibirnya menggumamkan istighfar. Semoga yang maha Kuasa mengampuni dosanya dan memberinya kesabaran seluas samudera."Maaf, Dek. Aku nggak punya uang sebanyak itu. Lagipula aku cuman pekerja kasar di proyek. Bukan mandor atau kontraktornya," ucap Gunawan.Anggun melotot tajam. Tangannya yang sejak tadi terlipat kini turun dan terkepal erat."Emang benar ya kata ibu. Kamu itu suami nggak guna. Dasar lelaki nggak peka. Enggak ngerti kemauan istri!" ketusnya.Setelah berkata demikian, Anggun segera berlalu dari sana dan masuk ke dalam kamarnya. Dia membanting pintu dengan keras hingga membuat bu Ika berlari keluar."Kamu apakan anakku sampai dia marah seperti itu?" semprot bu Ika.Gunawan tak menjawab pertanyaan ibu mertuanya. Dia meraih topinya dan segera keluar dari rumah itu."Dasar menantu nggak ada akhlak!" sungut perempuan beralis celurit itu.Sepeninggal Gunawan, bu Ika segera masuk ke dalam. Dia berdiri di depan kamar Anggun sembari mengetuk pintu."Nggun, ibu mau bicara. Bisa keluar sebentar?" ujar bu Ika.Tak ada jawaban dari dalam kamar. Perempuan itu tak menyerah. Dia mencoba lagi dan lagi. Hingga akhirnya Anggun mau membuka pintu kamarnya."Ada apa, Bu?" tanya Anggun.Bu Ika tersenyum. "Kamu nggak ada acara kan siang ini?" Alih-alih menjawab pertanyaan sang anak, bu Ika justru menanyakan agenda Anggun hari ini.Anggun menggeleng. "Kenapa, Bu? Tumben banget nanyanya kayak gitu?"Bu Ika lagi-lagi mengulas senyum. "Nanti siang kamu ikut ibu ya!" ajak bu Ika."Ke mana?" Anggun bertanua dengan dahi berkerut."Udah pokoknya kamu ikur saja. Nanti juga kamu bakalan tahu sendiri," ucap bu Ika.Anggun hanya mengangguk saja. Dia tak lagi bertanya walaupun rasa penasaran memenuhi hatinya.Sementara itu, Gunawan tampak tak fokus saat bekerja. Berulang kali dia salah mengambil barang dan berulang kali pula dia terkena teguran dari rekannya."Fokus dong, Gun! Jangan ngelamun aja," tegur salah seorang rekannya."Iya, Gun. Kalau ada pak Adi, kamu bisa kena marah kalau kayak gitu," sambung yang lain.Gunawan menghela napas panjang. Dia lantas mengangguk tanpa bersuara sedikitpun. Kemudian dia kembali melanjutkan pekerjaannya hingga waktu pulang tiba.Gunawan kembali mengayuh sepeda tuanya. Menyusuri jalanan yang biasa dia lewati. Hingga tanpa terasa sepeda tua itu memasuki pekarangan rumahnya. Dia lantas meletakkan sepeda itu di samping rumah."Assalam—"Ucapannya terhenti kala cuping telinganya mendengar suara seseorang tengah bersenda gurau di dalam rumah. Gunawan mencoba melihat ke dalam rumah melalui celah pintu. Gunawan tak percaya dengan apa yang dia lihat."Enggak mungkin! Aku pasti salah lihat!" batinnya.Gunawan terpaku di tempatnya. Matanya menatap tajam ke arah Anggun dan juga seorang lelaki asing yang tadi bermesraan dengan istrinya itu. "Enggak sopan banget sih sama tamu! Dia itu temannya Anggun. Mereka nggak ada hubungan apa-apa selain teman." Bu Ika yang sejak tadi terdiam mencoba membantu Anggun untuk menjelaskan pada Gunawan. "Enggak usah mikir yang macam-macam. Mereka nggak ngapa-ngapain kok!" tegas bu Ika. "Iya. Lagian kenapa nggak tanya dulu sih? Kenapa langsung marah-marah nggak jelas?" ujar Anggun.Dia merasa kesal, momen romantisnya bersama Rendi terganggu karena kedatangan Gunawan yang tiba-tiba. Gunawan masih terdiam. Matanya memerah karena menahan rasa cemburu dan juga rasa marah dalam hatinya. Kedua tangan Gunawan terkepal erat hingga urat-uratnya terlihat menonjol. "Lain kali bilang dulu kalau ada tamu laki-laki yang mau datang ke rumah. Jangan asal aja memasukkan lelaki asing di saat suamimu tak ada di ru
Setelah seharian bekerja, Gunawan berharap bisa langsung beristirahat di rumah. Badannya terasa sangat lelah hari ini. Tapi, harapan tinggallah harapan. Belum juga dia masuk ke dalam rumah. Istrinya sudah menghampirinya seraya menadahkan tangan. "Minta duit dong! Buat beli skincare," ucap Anggun. Gunawan yang baru saja sampai menjadi sedikit terkejut."Aku belum gajian, Dek. Besok ya kalau sudah gajian!" sahut Gunawan. Anggun berdecak kesal mendengar jawaban dari sang suami."Selalu aja kayak gitu alasannya. Emang bener ya kata ibu. Kamu itu lelaki nggak berguna yang hanya bisa menyengsarakan istrinya. Enggak pernah sedikitpun kamu berniat membahagiakan istri." Anggun berkata dengan nada keras dan ketus. "Bukan begitu, Dek. Aku benar-benar nggak punya uang. Aku belum gajian. Kamu kan tahu sendiri kalau—""Halah! Enggak usah banyak alasan. Kalau emang kamu niat bahagiain istri, pastinya kamu bakalan cari cara supaya bisa mendapatkan uang dengan cepat." Anggun memotong ucapan sang su
Gunawan tampak duduk sambil bersandar ke tembok. Matanya menatap ke arah kumpulan pepohonan yang berdiri rapat di pekarangan. "Diminum dulu, Gun!" ucap seorang perempuan muda. Gunawan menganggukkan kepalanya tanpa menoleh ke arah perempuan itu. "Sebenarnya ada apa sih, Gun? Enggak biasanya kamu seperti ini?" Kali ini seorang pria yang bertanya pada Gunawan. Gunawan masih saja terdiam. Mulutnya seolah terkunci rapat. Hatinya dilanda kekacauan hebat saat ada yang menanyakan hal itu. "Bukannya kami mau ikut campur, Gun. Tapi jika kamu lagi ada masalah, kamu bisa cerita sama aku atau Mbakmu ini." Pria itu berkata sembari menunjuk ke sampingnya. Gunawan menghela napas panjang. Dia ingin sekali berbagi dengan mereka. Tapi sisi hatinya yang lain mengatakan untuk diam saja.'Jangan katakan apapun menyangkut rumah tanggamu dengan Anggun. Karena itu adalah masalah kalian berdua. Jadi, jangan sampai ada orang lain yang tahu,'
Tubuh Rendi menegang seketika saat mendengar suara itu. Wajahnya berunah pucat pasi dan terlihat ketakutan. Seolah-olah dia baru saja melihat hantu yang menyeramkan. 'S**t! Kenapa dia harus datang ke sini sih? Ini lebih menyeramkan dari ketemu hantu kuntilanak!' ucapnya dalam hati. "Sudah makin berani ya kamu, Ren. Belum juga resmi cerai, tapi udah berani ajak cewek. Masih istri orang lagi ceweknya!" Seorang perempuan muda tampak berdiri di dekat meja keduanya sambil melipat tangan di depan dada. "Eh, Mbak! Elo tahu nggak sih cowok yang lagi sama kamu ini siapa? Elo tahu nggak kalau dia ini udah punya anak dan istri?" Perempuan muda itu berkata sambil menatap ke arah Anggun. Anggun tampak kebingungan. Dia sama sekali tak mengerti dengan ucapan perempuan muda itu. Dia tak paham maksudnya. "Maksud kamu?" Pertanyaan yang membuatnya terlihat semakin bodoh. Perempuan muda di depannya tersenyum miring. Seolah mengejek kebodohan i
Gunawan melanjutkan langkahnya menuju kamar. Dia berusaha untuk tak menghiraukan perkataan bu Ika yang begitu menyakitkan untuknya. 'Astaghfirullahalazim,' ucap Gunawan dalam hati. Gunawan segera berpakaian dan keluar dari kamar. Meliha Gunawan keluar dari kamar, Anggun segera bangkit dari kursinya dan berjalan menghampiri lelaki itu. "Kita makan sekarang, Mas!" ajak Anggun. Gunawan tersenyum dan mengangguk. Dia lantas mengikuti langkah sang istri ke ruang makan. Lagi dan lagi Gunawan mengucapkan syukur dalam hati. Sudah lama sekali sang istri tak pernah melayani dia seperti ini. "Mau pakai lauk apa, Mas?" Anggun menyendokkan nasi sembari bertanya pada Gunawan. "Pakai tahu sama tempe aja. Kuli bangunan harus tahu diri." Bu Ika tiba-tiba menyela obrolan mereka berdua. "Apaan sih, Bu. Biarin lah mas Gunawan makan pakai lauk yang lain. Ini juga sebagai bentuk permintaan maafku sama mas Gunawan," ucap Anggun
Gunawan berjalan kembali menuju gudang. Dia tak ingin rasa curiga dan penasaran menuntunnya melakukan sesuatu dengan gegabah. 'Lebih baik aku tak usah ikut campur. Biarlah mereka yang menanggung akibatnya sendiri,' ucap Gunawan dalam hati. Langkahnya terus menjauh dari ruangan itu. Dia berjalan menuju gudang dan segera mengambil apa yang temannya tadi minta. Setelah itu dia bergegas menuju tempat kerjanya lagi. "Lama amat, Gun? Kemana aja sih!" Salah seorang temannya menegur Gunawan yang terlalu lama di gudang. "Maaf tadi aku kebelet. Jadi kabur ke toilet dulu," jawab Gunawan. Temannya itu hanya geleng-geleng kepala mendengar jawaban Gunawan. Dia kemudian melanjutkan lagi pekerjaannya tanpa banyak bertanya pada lelaki itu. Sementara itu, bu Ika mulai mencurigai perubahan sikap Anggun. Selama ini anaknya itu selalu menuruti kemauannya. Tapi akhir-akhir ini Anggun mulai membantah perkataan bu Ika. 'Ini nggak bisa di
Gunawan menatap heran ke arah sang istri yang tampak kebingungan dan gugup. "Kenapa kamu gugup begitu? Apa benar tadi kamu ke proyek?" Gunawan mengulangi pertanyaannya sembari tetap menatap istrinya itu. "Eng-enggak kok. Aku dari tadi di rumah aja. Aku nggak ke mana-mana," jawab Anggun. Nada suaranya terdengar bergetar. Menandakan dia sedang dilanda kegugupan yang luar biasa. Gunawan tak begitu saja memercayai ucapan Anggun. Dia masih saja mengajukan pertanyaan yang membuat sang istri menjadi berang. "Kamu nggak percaya sama aku, Mas? Kamu curiga sama aku?" ujar Anggun. Suaranya sedikit meninggi karena tuduhan yang dilayangkan oleh suaminya itu. Matanya mulai berkaca-kaca saat sang suami menuduhnya seperti itu."Bukan gitu. Aku cuman nanya aja. Soalnya tadi aku—""Sama aja, Mas. Dengan kamu nanya kayak gitu, tandanya kamu nggak percaya sama aku!" potong Anggun cepat. Anggun membanting sendoknya k
Gunawan terpaku di tempatnya setelah mendengar kabar buruk hari ini. Dirinya harus menelan pil pahit untuk kedua kalinya. "Kamu saya pecat!"Ucapan sadis itu kembali terngiang-ngiang di telinganya. Hatinya seolah hancur dan remuk setelah mendengar kabar itu. "Saya tidak butuh pekerja yang pemalas seperti kamu!" Kalimat yang menjadi jawaban pak Adi ketika Gunawan menanyakan alasan beliau memecat dirinya. "Saya tidak butuh pekerja yang bisanya hanya tidur dan mengganggu kesenangan orang lain," ucapnya lagi. Gunawan menyugar rambutnya dengan kasar. Dadanya terasa sesak kala mengingat semua itu. Di saat sang istri sudah mulai bisa menerima dirinya kembali, saat itulah Allah menguji kesabarannya lagi. Sebuah tepukan halus membuyarkan lamunan Gunawan. Lelaki itu mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang menepuknya. "Sabar ya, Gun! Pak Adi memang agak aneh akhir-akhir ini," ucap salah seorang temannya. "Iy