Share

Penjemputan yang mendadak

Author: Liya Mardina
last update Last Updated: 2023-08-21 17:40:21

Tatapan nanar itu tak berpaling sedetik pun dari benda kecil yang berada di genggaman tangannya. Ia mengguncang kuat benda itu berkali-kali, berharap satu garis merah itu cepat menghilang. Namun semua usaha yang ia lakukan berakhir sia-sia. Testpack itu masih menunjukkan hasil semula.

'Aku harus bagaimana?' Tangisnya dalam hati. Tangannya membekap erat mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Bagaimana pun, sang suami dan ibu mertuanya tidak akan menerima kehadiran nyawa baru dalam perutnya.

"Aku bahkan tidak tahu Ayah dari Anak yang ku kandung ini," gumamnya lirih. Rasa takut dan kebingungan bercampur aduk menjadi satu. Kini rasa nyeri seketika menjalar ke seluruh tubuh. Perasaan hancur kini memenuhi dada, hingga membuatnya sesak dan kesulitan untuk bernafas.

Namun secara tidak sadar, sebuah tangan kekar merebut paksa testpack dari tangan Adira, hingga membuat matanya membelalak.

Karena bersusah payah menahan tangis, membuatnya tidak menyadari jika sang suami telah memasuki kamar mandi yang sebelumnya tertutup rapat.

Sorot tajam itu menatap lurus ke arah benda panjang yang menampakkan dua garis merah, membuat tubuh Adira seketika bergetar hebat. Wajah ketakutannya kini tidak bisa lagi ia sembunyikan.

"Kamu hamil?" tanyanya lirih namun penuh penekanan. Keenan melayangkan tatapan nyalang pada sang istri yang seketika tertunduk dengan mata tertutup.

Tak kunjung mendapatkan sebuah jawaban, Keenan semakin terlihat murka. Tangannya mengepal erat dengan nafas yang semakin memburu hebat.

"Jawab!" Satu teriakkan itu berhasil membuat tubuh Adira tersentak.

"I-iya, Mas, aku hamil," jawabnya singkat, diiringi dengan suara tangis di akhir kalimat yang terdengar menggema dalam ruangan itu.

Keenan yang terlanjur murka, menyeret paksa tubuh Adira dan menghempaskannya kuat di depan ibunya.

"Ada apa ini, Keenan?" Betari begitu tercengang dengan Adira yang secara tiba-tiba jatuh tersungkur di bawah kakinya.

"Lihat Menantumu, Bu! Dia sedang mengandung Anak haram dari pria yang bahkan tidak diketahui identitasnya," ucap Keenan dengan nada mengejek. Melipat kedua tangannya di bawah dada dengan gestur angkuh.

Betari seketika meletakkan gawai yang sedari tadi berada dalam genggaman tangannya. "A-apa? Kamu hamil?"

Adira masih terdiam dengan posisi semula. Suara tangisnya semakin menjadi-jadi. Ia bahkan tidak tahu dosa apa yang telah ia perbuat hingga membuat kehidupannya sehancur ini. Perasaan malu dan hancur kini menyatu dan terasa begitu menyayat hati. Bahkan lidahnya seketika terasa keluh hanya untuk sekedar mengutarakan kata-kata.

"Aku sudah muak! Inikah wanita baik yang Ibu maksud ketika menjodohkanku dengannya?" Keenan menyeringai, melayangkan tatapan sinis pada sang ibu yang bersikukuh menjodohkannya dengan Adira satu tahun yang lalu.

Betari hanya terdiam, wajahnya tertunduk lesu. Ia tidak bisa membantah sedikit pun tuduhan yang dilayangkan sang putra padanya.

Sementara itu, seorang pria dengan sorot mata tajam tengah mengawasi layar laptopnya untuk waktu yang cukup lama. Menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa Adira belakangan ini. Entah sejak kapan ia memasang beberapa kamera pengintai di seluruh penjuru rumah.

"Tck! Wanita ini lemah sekali, tidak bisakah kamu melawan mereka?" Pria itu beberapa kali terlihat mendengus kesal.

"Gavin! Cepat kamu bawa perempuan itu kemari, aku merasa sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan keluarganya. Tidak peduli apa pun alasannya, Anakku ada dalam rahim wanita itu, jangan sampai dia mengugurkannya," titah pria itu kepada asisten pribadinya yang terlihat berdiri dan menyaksikan layar itu dari samping.

Tak peduli apa pun alasannya, Aksa harus cepat menghilangkan bayangan wajah penuh penderitaan yang selalu menghantuinya setiap malam.

"Baik, Tuan," jawab asisten itu singkat.

***

Bruk!

Tubuh rapuh wanita itu terhempas, jatuh tersungkur bersama satu tas besar berisi pakaian lusuhnya.

Keenan dan Betari, hati nuraninya seolah telah mati, tak ada sedikit pun perasaan iba pada sang menantu yang selama ini mendedikasikan hidupnya pada keluarga. Mereka bahkan tidak ada keinginan sedikit pun untuk mendengarkan penjelasan dari Adira.

"Mas, kenapa kamu tega mengusirku seperti ini?" ucapnya memelas. Bulir bening itu tak henti-hentinya berjatuhan membasahi lantai keramik teras rumahnya.

"Kamu tidak ingin pergi dari rumah ini?" tanya Keenan dengan nada mengejek. Matanya menatap wajah sang istri, seolah berkata jika Adira sangat menjijikkan.

Adira terdiam membisu. Hati nuraninya ingin menolak setiap tawaran yang datang untuk membuatnya tetap bertahan, namun dirinya tak ada tempat lain untuk sekedar bersingah sejenak. Apa yang harus ia lakukan kali ini?

Dengan suara isak tangis, otaknya mencoba untuk berpikir keras. Namun usahanya berakhir sia-sia. Selain tak mempunyai keluarga, siapa yang mau menerima seorang pekerja hamil seperti dirinya? Mungkin semua harapan indah untuk melunasi hutang dan melakukan pembalasan dendam terhadap keluarga Keenan hanya akan menjadi angan-angan saja.

"Heh! Aku akan menerimamu kembali, asalkan kamu mengugurkan kandungan itu," lanjutnya dengan seringai.

Masih dengan posisi semula, Adira membelalak. Otaknya seolah mendukung peluruhan janin yang masih belum memiliki nyawa itu, namun berkali-kali hati nuraninya menolak. Bagaimana bisa ia mengorbankan seorang bayi yang tidak memiliki dosa hanya untuk melancarkan pembalasan dendamnya.

Kini Adira menjadi bahan gunjingan para tetangga yang ikut menyaksikan pengusiran itu. Namun dibandingkan dengan rasa malu, rasa sakit hati akibat harga dirinya yang berkali-kali diinjak-injak kini lebih mendominasi. Membuat amarah yang tersembunyi itu semakin membara di dalam hati.

Sebuah mobil jenis Buggati berwarna putih, nampak berhenti di depan mereka. Sorot kagum dan tanda tanya besar kini menggantikan Adira yang sebelumnya menjadi pusat perhatian.

'Siapa dia?' Tanda tanya besar seketika terlintas dalam kepala Adira, ketika seorang pria tampan mulai turun dari dalam mobil yang perlahan terbuka.

Wajah angkuh dengan sorot mata mengintimidasi, kini menatap lurus ke arah jam seharga puluhan juta yang tengah melingkar di pergelangan tangannya. Kaki jenjang itu kini perlahan mendekat dengan pasti, setelah mengibaskan jas hitamnya dengan begitu angkuh. Beberapa pria bertubuh besar yang terlihat seperti seorang pengawal, nampak mengekor di belakang tubuhnya.

"Siapa kalian?" tanya Keenan yang terlihat begitu kebingungan.

Pria itu terdiam sejenak. Sorot tajam itu menatap lurus ke arah Keenan yang seolah mengiris nyalinya tipis-tipis. Pria itu merasa acuh tak acuh pada tatapan semua orang yang menyoroti setiap pergerakan tubuhnya.

Tak kunjung mendapatkan sebuah jawaban, membuat Keenan yang sejatinya adalah seorang pria yang mudah tersulut emosi kini nampak murka. Ia melayangkan tatapan nyalang pada pria tampan itu untuk sesaat, sebelum akhirnya membuang muka karena tak mampu menandingi karisma kuat yang terpancar dari wajahnya.

"Saya datang ke sini untuk menjemput Nona Adira," ucapnya datar.

Keenan terdiam. Otaknya mencoba untuk berpikir keras, mengingat sang istri yang tidak mempunyai garis keturunan bangsawan. Bagaimana mungkin seorang pria dengan penampilan berwibawa seperti ini menjemput Adira? Sebenarnya siapa orang ini?

"Siapa kalian? Aku tidak mengenal satu pun dari kalian, jadi mau apa menjemputku?" Adira seketika berdiri tegak. Kedua tangannya bertumpuan pada pilar untuk menopang tubuhnya yang terasa lemas tak bertenaga.

"Nona, saya adalah Asisten pribadi dari Tuan yang kini benihnya tertanam di rahim Anda. Dan saya datang ke sini untuk membawa Anda pulang."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kelahiran anak kedua

    ***Sembilan bulan kemudian. Tepat di saat hari perkiraan lahir sang anak yang masih berada dalam kandungan. Namun hingga hari itu terlewati tak ada tanda-tanda kelahiran akan tiba.Kediaman Aksa Adhitama. Pukul sembilan pagi."Sayang? Kenapa tidak berangkat bekerja hari ini? Bukankah Gavin baru saja memberi tahumu jika akan ada Klien yang akan membuat janji temu di perusahaan?" tanya Adira yang tak sengaja mendapati sang suami masih berada di ruangan kerja, saat hendak membersihkan ruangan itu.Namun alih-alih langsung menjawab, Aksa terlihat masih sibuk dengan layar pada laptopnya.Adira yang tak kunjung mendapatkan respon seketika merasa dongkol. Melipat kedua tangannya di depan dada dengan wajah tertekuk."Kamu mau apa? Berhentilah bersih-bersih! Cepat pergi istirahat!" tegas Aksa dengan nada lembut. Namun pandangan matanya tak berpaling sedikit pun dari layar laptopnya."Aku harus bergerak aktif, agar persalinan nanti bisa berjalan normal. Orang yang tidak pernah berolahraga sepe

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Tebakan bapak tua

    "Kita bisa pulang sekarang?" tanya Aksa meminta persetujuan dari sang istri untuk segera meninggalkan makam.Sontak Adira yang tengah sibuk mengeringkan sebagian bajunya yang terkena tetesan air hujan segera mengangguk pasti.Tangan Adira spontan meraih rambut sang suami untuk segera dikeringkan dengan handuk di tangannya. Ia tak ingin Aksa jatuh sakit setelah melewati beberapa peristiwa berdarah akhir-akhir ini, yang sangat menguras energi."Sayang, bolehkah setelah ini kita mampir membeli sate ayam? Aku lapar," ucap Adira seraya menyengir. Nampaknya tak ada sedikit pun raut kesedihan yang kembali muncul setelah prosesi pemakaman tersebut. Sontak hal itu membuat Aksa tersenyum bahagia, kini tak ada lagi yang ia khawatirkan tentang kondisi sang istri yang akan merasa bersalah seperti sebelumnya."Baik, Nyonya Adhitama," jawab Aksa dengan sedikit bergurau. Ia tak ingin membuat sang istri kembali berekspresi tegang hingga membuat seulas senyum tak mampu sedikit pun menghiasi bibirnya.S

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Pemakaman Betari

    Setelah selesai bersiap-siap, kini ketiganya mulai berkumpul di halaman dekat garasi mobil.Terlihat Gavin berjalan enggan ke arah sang atasan. Ketakutan itu masih terlihat jelas dari sorot matanya."Gavin? Apakah hari ini kamu kurang sehat? Kenapa wajahmu pucat sekali?"Rentetan pertanyaan yang sang atasan ajukan hanya mampu membuat pemuda berusia dua puluhan tahun itu tersenyum getir.Tak mendapati respon yang diinginkan, Aksa pun mulai berpikir keras. Mungkinkah Gavin tak ingin pergi dengannya hari ini?"Gavin, tetaplah di rumah! Urus keperluan sekolah Naura setelah dia bangun nanti," ucap Aksa pada akhirnya mengetes asumsinya sendiri. Dan benar saja, Gavin yang sebelumnya tertunduk lesu kini mendongak pasti dengan wajah berbinar cerah. "Baik, Tuan," ucapnya lantang dengan seulas senyum yang tertahan. Membungkukkan sedikit tubuhnya memberi hormat."Baiklah, aki akan pergi sekarang. Jika ada hal darurat, segera telepon!" ucap Aksa mengingatkan sebelum beranjak memasuki mobil yang te

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Kabar duka dari rumah sakit jiwa

    "Astaga ...!" Dokter itu pun sontak mengusap kasar wajahnya frustasi. Di saat-saat genting semacam ini pun malah tak ada yang langsung bertindak.Hingga pada akhirnya. Dengan berat hati dokter itu segera mengambil sebuah benda pipih di saku jasnya. Menggulir layar ponselnya beberapa kali hingga menghubungkannya dengan sambungan telepon."Halo, Polisi, cepat datang! Ada pasien rumah sakit jiwa yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri ...." Dokter itu berbicara panjang lebar dari sambungan telepon. Menjelaskan secara rinci kejadian yang ia lihat dan lokasi yang harus dituju oleh polisi tersebut. Hingga pada akhirnya sambungan telepon terputus."Cari data keluarga Pasien! Kita harus segera menghubungi keluarganya!" ucap dokter itu panik pada salah satu rekannya setelah selesai meletakkan kembali ponselnya di saku jas putih."Ba-baik." Meski dengan sedikit ketakutan yang masih terasa, namun salah satu perawat segera beranjak melakukan perintah yang ditujukan padanya. Jika dirinya tida

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Betari mengakhiri hidupnya

    ***Rumah sakit jiwa. Pukul satu dini hari.Di jam-jam istirahat kali ini sedikit berbeda. Suasana sunyi seketika terasa mencekam setelah salah satu ruangan dalam rumah sakit itu digunakan salah seorang pasien untuk mengakhiri hidupnya.Betari yang kini telah sedikit kembali mendapatkan kewarasannya sontak celingukan ke kanan dan ke kiri saat mendapati bunyi hentakan kaki di dalam ruangannya."Keenan? Apakah itu kamu?" ucap Betari yang masih menganggap sang putra masih hidup, dan berkhayal seolah sang putra tengah menemaninya setiap hari."Bu ...."Betari segera memutar kepala menghadap belakang, saat samar-samar telinganya menangkap suara Keenan yang tengah memanggilnya."Keenan? Kamu di mana? Jangan main-main dengan Ibu! Cepat keluar!" ucap Betari dengan wajah setengah panik. Pandangan matanya mengedar ke seluruh sudut ruangan, namun tak kunjung ditemukan siapa pun di dalam sana selain dirinya sendiri."Bu, aku di sini."Lagi, suara itu terdengar kembali dan semakin jelas. Betari so

  • Harga Diriku Bernilai Lima Puluh Juta   Penderitaan Mayang

    "Tutup mulut kalian ...!" teriak Mayang lantang dengan tatapan nyalang yang ia layangkan pada lima tahanan wanita yang satu sel dengannya.Sontak seluruh tahanan wanita menatap heran ke arahnya. Merasa bingung, dari mana asal keberanian yang Mayang milik untuk menantang mereka semua.Deru nafas memburu terdengar jelas saat Mayang membulatkan matanya dengan tatapan tajam mengintimidasi. Berdiri tegak dengan satu betisnya yang dililit oleh perban dengan darah yang masih merembes keluar."Cih! Kaki pincang saja masih berani meninggikan suara. Apakah ingin segera dihabis oleh kita?" cibir salah satu tahanan wanita yang memiliki tato di lengannya. Berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat rapi di depan dada dengan gestur angkuh.Sontak kalimat itu membuat Mayang bergidik ngeri. Dirinya melupakan kondisi kakinya saat ini. Meski begitu, dirinya juga tak memiliki pengalaman bela diri sekali pun untuk melawan. Lantas, apa yang harus Mayang lakukan saat ini? Bodoh sekali dirinya sampai meningg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status