Share

Bab 139

Author: Rina Safitri
Sambil memotong kuku Nenek Yanti, Puspa cerita kalau ia akan pergi liburan dengan Indra.

Nenek Yanti tersenyum, suaranya lemah namun penuh kasih. “Pergilah, nikmati waktumu. Jangan khawatirkan nenek.”

Puspa membalas dengan senyum hangat, “Aku baik-baik saja sekarang. Kamu juga jangan banyak pikir, fokus dulu untuk rawat tubuhmu.”

Ia tahu, soal Rini masih menjadi duri di hati neneknya, buat sang nenek selalu merasa bersalah ke dia.

Namun Puspa nggak pernah mencampuradukkan persoalan. Ia adalah dirinya sendiri, dan Keluarga Rahayu dalah Keluarga Rahayu, dua hal yang selalu ia pisahkan dengan jelas.

Rini yang dulu coba manfaatkan Indra dengan kehamilannya, kini sudah gugurkan kandungan itu. Ia masih jalani masa pemulihan pasca keguguran.

Untuk sementara waktu, Keluarga Rahayu nggak akan atau lebih tepatnya, nggak berani lagi cari gara-gara dengannya. Kehadiran Indra bagai patung besar yang menekan langkah mereka. Sekalipun mereka nggak kapok, mereka setidaknya butuh waktu untuk kumpul
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 236

    Begitu lihat Indra melangkah masuk, Puspa baru benar-benar rasakan arti dari kata bayangan yang nggak pernah pergi. Nenek Zoraya segera coba menengahi. “Indra, dalam rumah tangga yang terpenting saling pengertian. Kalau kalian berdua memang sudah nggak bisa bersama lagi, yah sudah nggak usah maksa.”Indra jawab dengan cepat, suaranya datar namun menusuk. “Nenek, waktu aku nikah, kalian nggak pernah bilang gitu. Kenapa sekarang waktu bicara perceraian, kalian berubah pikiran?”Ekspresi Nenek Zoraya sedikit berubah. “Itu karena dulu kami ingin kasih kamu…”Namun tiga kata 'pernikahan penolak sial' akhirnya nggak sanggup ia ucapkan. Itu memang bukan sesuatu yang bisa dibanggakan. Justru Indra yang dengan tenang lanjutkan, “Aku tahu. Kalian nikahkan dia denganku hanya untuk ‘tolak sial’, kan?”Ucapannya buat ruangan seketika membeku. Lalu, matanya beralih ke Puspa, dingin dan nggak peduli. “Kalau dia memang dibeli untuk tolak sial, berarti dia milikku. Urusan dia pergi atau tinggal, buk

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 235

    Puspa mengangguk mantap, sikapnya nggak tergoyahkan. “Ya. Aku mau cerai.”Kakek Budi menatapnya dalam-dalam. “Tapi Indra nggak mau.”Puspa tersenyum pahit. “Untuk jaga nama baik Wulan, dia sewa jet pribadi, kirim dia langsung ke pulau untuk liburan. Bukan cuma itu, dia juga siapkan tim medis dan tim pengasuh khusus untuk dampingi. Menurut kakek, di hati Indra, siapa yang lebih penting aku atau Wulan?”Andai saja bukan karena Wulan dengan ‘baik hati’ ceritakan semua itu ke dia, Puspa mungkin nggak akan pernah tahu betapa tulusnya perhatian Indra ke wanita itu. Kepadanya, Indra selalu kejam, selalu ingin singkirkan dia. Tapi ke Wulan, ia lembut bak air, penuh kasih, penuh perlindungan. Indra nggak mau cerai bukan karena cinta. Itu hanya karena ia benci sikap Puspa yang berani nentang keputusannya. Seperti seekor anjing peliharaan yang berani membangkang tuannya, nggak patuh, maka pantas dipukul. Dan dirinya? Haruskah ia terus-terusan rendahkan diri, maksa diri nempel ke lelaki itu?

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 234

    Saat Puspa tiba, rumah sudah hampir porak poranda. Mona teriak-teriak kayak orang kesetanan, pecahan barang berserakan di lantai, seluruh ruangan kacau balau. Di sofa, sang nenek duduk dengan wajah pucat pasi. Beberapa perawat berdiri di depannya, coba jadi perisai lindungi dia. Tanpa basa-basi, Puspa melangkah maju, tarik paksa Mona ke samping. Suaranya dingin menusuk, “Kalau mau gila, keluar sana! Jangan di sini!”Mona terhuyung dua langkah sebelum berdiri tegak lagi. Begitu lihat Puspa, api kemarahannya bukannya padam, justru semakin menyala dan ia tuding langsung ke arah nenek. “Buka matamu lebar-lebar! Puspa sama sekali nggak ada hubungan darah denganmu! Joko dan Rini itu satu-satunya anak dan cucu kandungmu! Sekarang perempuan yang nggak ada hubungan darah denganmu ini justru akan bunuh darah dagingmu sendiri! Sementara kamu? Kamu cuma sembunyi di sini, pura-pura nggak tahu! Anakmu hampir aja kehilangan nyawa, dan kamu masih bisa duduk santai? Apa kamu pantas disebut ibu?!” ka

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 233

    “Aku kasih tahu kamu, Indra itu puncak tertinggi yang bisa kamu capai dalam hidup ini. Kalau kamu berani ceraikan dia, kamu nggak akan dapat yang lebih baik dari dia.”“Jangan macam-macam lagi, cepat pergi minta maaf! Keluarkan ayahmu dari penjara!” Puspa menatapnya tanpa ingin debat lebih jauh. Suaranya datar, namun penuh ketegasan, “Urusan Ayah, aku akan cari cara untuk selesaikan itu. Soal aku mau cerai atau nggak, kamu nggak punya hak untuk ikut campur.”Dia memang istri Joko, tapi Mona bukan siapa-siapa baginya. Tanpa banyak bicara lagi, Puspa langsung berbalik pergi, tinggalkan wanita itu di tempat. ...Kantor Cahaya Sukses Cakra sampaikan kabar terbaru ke Indra. “Nyonya sedang minta pengacara untuk ringankan hukuman Tuan Joko.”Indra hanya keluarkan gumaman ringan, nada suaranya tenang bagai angin yang lewat. “Kirim kabar ke Mona, bilang saja Joko dipukuli di dalam penjara.”Cakra sempat tertegun. Ini jelas cara halus maksa Mona agar terus tekan nyonya. Ia melirik hati-hati

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 232

    Tatapan dingin di mata Indra buat hati Puspa kembali beku. Bahkan seekor anjing, kalau dipelihara lima tahun, akan tumbuh perasaan. Gimana mungkin ia bisa begitu tega, begitu dingin ke dirinya? Puspa berkata dengan suara tenang tapi tajam, “Kalau kamu mau singkirkan Joko, lakukan saja. Aku nggak akan ikut campur. Kalau memang dia salah, yah berarti dia memang pantas tanggung itu. Tapi kalau kamu berani jebak dan taruh tuduhan palsu ke dia, jangan salahkan aku kalau aku biarkan semua orang tahu, gimana kamu perlakukan mertuamu dengan seenaknya.”Dia nggak kasihan ke aku, aku juga nggak akan kasihan ke dia. Kalau nanti nama Indra hancur, itu bukan urusannya lagi. Indra tundukkan tubuhnya, dekatkan wajah dengan senyum penuh tantangan. “Baru hari ini aku tahu, ternyata kamu juga punya taring. Kalau gitu, ayo kita taruhan. Lihat siapa di antara kita yang akhirnya menang.” Usai keduanya menyatakan sikap masing-masing di depan rumah sakit, Indra nggak maksa Puspa untuk ikut pulang. Ia ju

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 231

    Indra benar-benar kejam, nggak punya rasa kasihan. Bahkan ke seorang nenek yang tubuhnya sudah renta dan lemah, ia pun tega nekan. Padahal, bertahun-tahun ia juga panggil wanita tua itu sebagai “nenek”. Apa hatinya benar-benar terbuat dari batu? Puspa menelan pahit getir yang mengganjal di tenggorokannya, lalu paksakan senyum tipis di bibir. “Belakangan ini aku memang sibuk sekali. Tapi nanti aku janji bakal lebih sering datang untuk jenguk, nggak biarin nenek tungguin aku.”Nenek Yanti menggenggam balik tangannya. Nggak perlu banyak kata, rasa sayang itu sudah terlukis jelas. Indra menaruh piring buah ke meja kecil di samping ranjang. “Nenek, makan dulu buahnya. Tambah vitamin C.”“Oke,” jawab Nenek Yanti lembut sambil mengangguk.Mata Indra beralih ke Puspa. “Aku nggak ganggu kalian ngobrol dulu. Aku tunggu kamu di luar.”Puspa menggigit bibir, tahan semua emosi yang bergolak. Sebelum beranjak, Indra sempat noleh lagi. Bibirnya terangkat membentuk senyum yang tampak hangat, tapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status