Share

Bab 15

Author: Rina Safitri
...

Di keluarga Wijaya, ada satu tradisi yang nggak pernah dilanggar, yaitu jamuan keluarga sebulan sekali. Itu adalah aturan dari sang tetua.

Setiap cabang keluarga berkumpul, suasana pun jadi ramai, hangat, penuh formalitas.

Sebagai istri dari anak sulung, Puspa secara otomatis harus mengambil tanggung jawab lebih menjadi ‘nyonya besar’ di meja makan.

Dan seperti biasa, topik yang tak pernah lepas darinya anak.

Nenek Zoraya menggenggam tangan Puspa dengan lembut, wajahnya penuh kasih. “Ada kabar baru?” tanyanya hangat.

Nenek ini adalah satu dari sedikit orang tua di keluarga Wijaya yang masih bersikap ramah padanya.

Puspa tersenyum samar, “Belum, Nek.”

Dan dalam hati, ia menambahkan, 'mungkin ke depannya juga takkan pernah ada.'

Nenek Zoraya menepuk tangannya pelan, “Nggak apa. Jangan buru-buru. Anak itu urusan Tuhan.”

Tapi kalimat hangat itu segera disusul sindiran pedas. “Menurutku sih Puspa dan Indra itu memang nggak jodoh. Lima tahun lho, lima tahun! Ayam pun bisa menetaska
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 254

    Selesai mengisap sebatang rokok, Indra akhirnya buka suara. “Jalan.”Cakra tertegun sejenak. “Nggak pulang ke rumah?”Tatapan Indra melirik tipis, dingin dan penuh tekanan. Cakra langsung sadar diri, lagi-lagi ia kebablasan bicara. Ia pun segera nyalakan mesin dan jalankan mobil. Di sisi lain, karena nggak bisa hubungi Puspa, Wilson langsung datang ke Vila Asri. Kebetulan, di jalan masuk, dua mobil berpapasan. Saat berselisih arah, Indra menoleh keluar jendela. Sekilas wajah yang amat dikenalnya terlintas di pandangan, buat sorot matanya bergetar. Indra bersuara dingin, “Putar balik.”Cakra sempat bengong, refleks bertanya, “Putar balik ke mana?”“Ke rumah,” jawab Indra singkat.Cakra terdiam.'Dia permainkan aku ya?'Tapi ia nggak berani bersuara. Di perempatan berikutnya, ia hanya patuh ubah arah. 'Apa tadi ucapanku benar-benar masuk telinga bos?' Mobil berhenti di depan pintu Vila Asri. Wilson turun dan mengetuk pintu. Yang buka pintu Bu Sekar, ia tentu kenal pemuda ini. “Su

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 253

    Semua ini memang salahnya sendiri, buah pahit yang harus ia telan karena ulahnya sendiri. Puspa menunduk, bahunya merosot, suaranya pun terdengar rapuh. “Aku harus gimana, supaya kamu mau ceraikan aku?”Indra menatapnya dalam, kata-katanya tegas tanpa celah. “Kasih aku seorang anak.”Puspa terdiam beberapa detik, lalu berkata dengan nada mengejek, “Indra, asal kamu gerakkan satu jari saja, ada banyak perempuan di luar sana, lebih cantik, lebih pintar dari aku yang rela lahirkan anak untukmu.”Indra menanggapi dengan tenang, “Sayangnya, aku ini orang yang susah lepaskan masa lalu.”Orang yang susah lepaskan masa lalu? Puspa nyaris tertawa. Nggak, ia bukan nggak bisa lepaskan masa lalu, hanya saja ia nggak terbiasa dengan sesuatu yang pernah ia genggam tiba-tiba berkata nggak. Hatinya mendadak terasa hampa, lemah. Tiba-tiba, HP-nya berdering. Nama yang terpampang di layar, Wilson. Ia teringat ucapan ibunya Wilson. Puspa sempat ragu, namun pikirnya, meski setelah ini mereka nggak ket

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 252

    Dari kata-kata singkat yang dilontarkan Vina tadi, Puspa sudah benar-benar mengerti. Sejak awal Indra tahu segalanya. Dia hanya berdiri di belakang, dingin dan tenang, menonton dirinya seperti badut. Lihat dia dipukul telak oleh kenyataan. Lihat dia dihina orang lain. Apa semua itu jadi hiburan yang begitu mengasyikkan bagi Indra? Untuk pertama kalinya, hati Puspa dipenuhi kebencian terhadapnya. Ia tarik kembali pandangannya, lalu berbalik, melangkah cepat menjauh. Baru jalan beberapa langkah, pergelangan tangannya tiba-tiba dicengkeram kuat. Api di dadanya langsung menyala, Puspa nggak pikir dua kali, ia membalikkan tangan, menampar keras. Suara tamparan itu menggema di udara. Dengan mata yang memerah, giginya terkatup rapat, ia memuntahkan kata-kata penuh getir, “Indra, kamu bukan manusia!”Indra menjilat sudut bibirnya yang mati rasa, matanya kelam. “Aku sudah kasih kamu kesempatan. Kamu sendiri yang nggak hargain itu.”Kemarahan menyembur di dada Puspa ketika ia ingat kembali

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 251

    Di hotel. Wilson sudah lebih dulu tunggu di kamar hotel. Awalnya ia mau jemput ibunya di bandara, namun di tengah jalan ibunya malah minta dia langsung ketemuan di hotel. Ia pun nurut nggak banyak tanya. Di dalam kamar hotel. Begitu lihat ibunya, ia segera tanya, “Ibu, kenapa tiba-tiba datang ke Kota Ubetu?”Ia tahu betul, ibunya nggak terbiasa dengan iklim Kota Ubetu, biasanya jarang sekali datang ke sini. Vina meliriknya penuh teguran. “Aku kangen anakku. Tapi anakku nggak pernah pulang. Aku harus gimana dong?”Wilson menuntun ibunya duduk di sofa, lalu berdiri di belakangnya sambil memijat lembut bahunya. “Aku sibuk bekerja, itu saja. Begitu ada waktu luang, aku pasti pulang untuk ketemu ibu dan ayah.”Vina mendengus pelan. “Janji-janji manis aja, kamu memang pintar bicara.”Wilson tersenyum. “Oh iya, Ibu, apa Paman Gavin sedang dinas luar kota? Aku sudah coba telepon, tapi nomornya mati.” Vina berkata, "Jangan cari Paman Gavin. Dia nggak bisa bantuin kamu."Wilson terdiam sek

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 248

    Puspa memang gantungkan harapan ke dia, tapi Puspa nggak pernah nyangka semuanya berjalan secepat ini. Hanya dalam sehari saja sudah ada kabar baik, gimana mungkin ia nggak senang? Ia spontan genggam tangan Wilson, penuh semangat tanya, “Gimana hasilnya?”Wilson menunduk, sekilas melirik tangan yang mencengkeramnya erat. Nadi di bawah kulitnya bahkan ikut bergetar. Puspa menyadari arah pandangannya, buru-buru lepaskan genggamannya. Wajahnya tersipu, lalu ia tersenyum canggung. “Maaf, aku terlalu semangat.”Mata Wilson berkilat, sempat memendam secercah kehilangan, tapi ia tetap menanggapi lembut. “Nggak apa-apa.”Percakapan pun kembali mengalir, beralih ke masalah Joko. Orangnya bisa segera usahakan keluar dengan jaminan. Untuk bukti-bukti yang beratkan ayahnya, kalau sedikit diatur, hukuman bisa diperingan. Dengan tambahan denda, ditambah masa tahanan yang sudah dijalani, besar kemungkinan ayahnya bisa segera bebas. Bagi Puspa, ini sungguh kabar baik! Dia berutang budi padanya.

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 247

    Namun dia tetap dirinya sendiri, ia nggak bisa pura-pura itu bukan masalah. Indra bukakan pintu mobil untuk Puspa. Kalau dia sudah bersikeras ingin layani kayak begini, Puspa merasa nggak ada gunanya nolak. Baru saja ia hendak pakai sabuk pengaman, mendadak terasa ada tatapan menusuk dari luar jendela. Naluri buat dia noleh ke luar, namun yang terlihat hanya pemandangan biasa. Alis Puspa berkerut tipis. Itu sudah yang kedua kalinya. Apa mungkin belakangan ini pikirannya terlalu lelah, sampai ia mulai halusinasi? Faktanya, ia sama sekali nggak halusinasi. Justru kepekaan dirinya amat tajam, memang ada seseorang yang sedang buntuti mereka. Dan orang itu adalah suruhan Wulan.Dikirim ke pulau terpencil, kehidupan Wulan nggak seindah yang ia pamerkan di depan Puspa. Ya, semua kebutuhan hidupnya memang terjamin, tapi ia terpenjara. Nggak ada kebebasan, nggak ada kebahagiaan. Ia nggak tahu berapa lama harus terjebak di sana. Telepon Indra pun nggak segampang dulu. Dari sepuluh panggilan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status