Share

3. Perselingkuhan

Ajeng seringkali kedapatan tersenyum sendiri. Tingkahnya seperti seorang remaja yang baru mengenal cinta monyet. Edi yang sudah mulai terapi pun diam-diam memperhatikan tingkah laku istrinya itu. Namun ia masih berusaha untuk bersabar, dan berpikiran positif.

“Biarlah, mungkin dengan ngobrol di hp atau lihat video Ajeng jadi sedikit terhibur. Kondisiku yang sekarang sudah tidak bisa membuatnya bahagia seperti dulu lagi,” pikir Edi sambil mengelus dada.

"Dek, sudah masak buat anak-anak", tanya Edi tiba-tiba mengejutkan Ajeng. 

Ajeng yang sedang asyik pun membalik ponselnya tiba-tiba karena tak ingin Edi mengetahui apa yang sedang ia lakukan.

"Nanti beli lauk kan bisa,saya capek hari ini lagipula sebentarl lagi ada keperluan diluar,” jawab Ajeng dengan malas.

“hmm ya udah,” balas Edi sambil menghela napas panjang.

Tanpa menghiraukan suaminya yang masih berdiri di tempat semula, Ajeng pun segera pergi dengan mengendarai motor yang menjadi kendaraan keluarga mereka satu-satunya. Kali ini Ajeng memang sudah berjanji untuk bertemu dengan Seno di rumah Dita.

Seno sendiri bekerja sebagai tenaga pemasaran di sebuah perusahaan swasta yang cukup bergengsi di Jogja. Dia adalah seorang pria lajang yang usianya tak jauh beda dengan Ajeng.

Sementara Dita sendiri seorang janda anak satu yang tinggalnya tak jauh dari rumah Edi, tepatnya di kampung sebelah Edi. Dita mempunyai sifat yang hampir sama dengan Ajeng akan tetapi Dita keturunan orang kaya,jadi walaupun single parent harta dari orang tuanya tidak bakalan habis.

Pertemuan kedua Seno dengan Ajeng ternyata berjalan lancar. Mereka berdua semakin rutin dalam berkomunikasi dan tak jarang Seno memberikan Ajeng perhatian-perhatian kecil. Seperti saat tiba-tiba mengirimkan pulsa atau sekedar mentraktirnya makan. Tanpa peduli kalau Ajeng wanita yang sudah bersuami.

Suatu malam saat Ajeng selesai mencuci piring, ia pun kembali sibuk dengan ponselnya. Secara kebetulan Seno pun mengirim pesan padanya.

"Ajeng," sapanya melalui aplikasi hijau.

"Iya, mas Seno ada apa?” balas Ajeng sambil diikuti emoji senyum.

“Sabtu besok aku pengen ngajak kamu main ke Kaliurang, mau gak?

"Hmm … memang sama siapa saja?" tanya Ajeng pura-pura jual mahal padahal sebenarnya ini ajakan yang menyenangkan untuknya. Sudah lama Ajeng tidak bersenang-senang liburan.

“Ada temanku dan mbak Dita sama anaknya.”

"hmmm … tapi aku ga ada uang saku, kamu tahu sendiri kan keadaan keluargaku gimana?” balas Ajeng diikuti emoji sedih.

Ajeng sendiri menjual kesedihannya pada Seno. Ia mengarang cerita kalau suaminya sudah tidak peduli dengannya dan anak-anak, memberikan uang bulanan pun sudah jarang. Ajeng berkata kalau dia harus berjualan kue dan dititipkan pada warung untuk biaya hidup.

“Ya akulah yang bayar semua, orang aku yang ngajak kok,” balas Seno.

Ajeng pun mengiyakan ajakan dari Seno. Ia pun bernyanyi-nyanyi riang membayangkan acara liburan di Kaliurang. Sambil menunggu hari H, Ajeng tetap melakukan aktivitas seperti biasa, tetap menjadi seorang istri dan Ibu yang tidak baik bagi keluarga kecilnya.

Hingga jumat sore, Ajeng yang sudah membereskan pakaiannya pun mendekati Edi yang baru saja menyantap kudapan sore hari, pisang kukus. 

"Mas, besok Sabtu aku mau pulang ke Madiun,ada temen nikah,” kata Ajeng memberitahu.

"Loh … berangkat sama siapa?” tanya Edi.

“Besok diantar Dita.”

“Anak-anak kamu ajak? Sekalian dia bisa ketemu Mbahnya di sana.”

Nadia, putri kedua mereka memang saat itu sudah kembali tinggal bersama Edi. Karena ia tak ingin terlalu merepotkan mertuanya.

"Eh … mas, ini saya dapat undangan teman yang menikah, dan saya naik mobilnya Dita,masak iya anak-anak saya bawa udah gitu mampir-mampir lagi,ya ga enak sama Dita," jawabnya ketus.

"Ya sudah," jawab Edi walaupun dengan berat hati. Kembali pria yang tubuhnya tak lagi seperkasa dulu itu pun memakan satu pisang rebus lagi.

"Besok berangkat jam berapa?” tanya Edi lagi.

“Sabtu pagi berangkat pulang Minggu sore.”

“Loh kenapa ga langsung pulang?” tanya Edi yang merasa ada kejanggalan pada istrinya.

Ajeng hanya diam ga menjawab pertanyaan Edi. Ia belum mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan yang satu ini.

“Udah ah aku mau mandi dulu habis ini ada perlu dengan teman,” ucap Ajeng pada akhirnya berharap Edi melupakan pertanyaannya barusan.

“hmmm,” Edi menghela napas panjang.

Tanpa disadari handphone Ajeng yang biasa dibawa kemanapun ketinggalan di meja makan dan entah dorongan apa, Edi yang biasanya tidak peduli dengan ponsel istrinya itu pun tiba-tiba tertarik untuk memeriksa isinya.

Betapa terkejutnya Edi ketika membaca isi percakapan pesan yang kebanyakan berasal dari beberapa laki-laki dan begitu akrab. Yang paling menarik perhatiannya adalah Seno yang paling mesra sampai memiliki panggilan sayang dengan Ajeng.

Edi pun mencoba bersabar dengan menghibur diri melihat burung peliharaan sembari menunggu Ajeng yang sedang mandi. Saat melihat istrinya sudah kembali rapi dan wangi, dengan keberaniannya ia pun mendekat pada Ajeng untuk mencari tahu tentang Seno.

"Dek, Seno itu siapa? Kenapa dia manggil kamu pakai sayang-sayang?” tanya Edi tiba-tiba sambil mencoba untuk menahan emosi.

Namun bukannya introspeksi diri atau mengakui kesalahan, Ajeng justru berbalik ke arah Edi sambil bicara dengan nada tinggi.

"Apaan sih buka hp orang, nggak sopan banget!"

“Mas kan sebagai suami perlu tahu dek,” balas Edi.

"Dia itu adiknya Dita dan sudah kuanggap adiku sendiri, panggilan sayang itu cuman bercanda.

lagian siapa suruh kamu buka hp saya!” balas Ajeng kemudian pergi dan membanting pintu.

Dari dalam kamar terdengar Ajeng yang masih mengomel, "Makanya punya istri itu dibiayain apa keperluannya, jangan ditanya buat apa uangnya.”

Kedua anak Edi yang mendengar pertengkaran itu hanya bisa menangis mendengarnya.

Untuk menghibur mereka, Edi pun membawa kedua anaknya untuk jalan-jalan keliling kampung dengan menggunakan motor keponakannya yang saat itu baru pulang kerja.

Mereka bertiga pun berhenti sebentar untuk membeli gulali sebagai jajanan Nabila dan adiknya, Nadia. Saat itu tanpa sengaja ia pun bertemu dengan Rini, salah satu tetangga Edi.

“Sudah sembuh Ed?” tanya Bu Rini dengan ramah.

“Alhamdulillah sudah Mbak, sekarang sudah pemulihan.”

"Oh..iya Ed saya mau kasih tau ke kamu, mumpung ketemu,” Bu Rini mengawali.

"Istri kamu berutang di saya lima ratus ribu minggu kemarin, dan janjinya hari ini mau dikembalikan … rencana saya mau tagih malah sudah ketemu kamu,” kata Bu Rini yang membuat kedua alis tebal Edi berkerut.

Noted : jangan lupa follow,like dan subscribe ya gaees.makasih

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status