Share

Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda
Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda
Author: Auphi

Awal Mula

Author: Auphi
last update Last Updated: 2023-09-19 12:46:24

"Sial! Ini bukan kamarku!"

Aku menjerit kaget usai melihat ruangan yang tampak asing ini. Perlahan aku menatap sekeliling. Gorden yang lebih lebar dan usang, posisi AC yang tidak sama dengan kamarku yang biasa, sprei asing, dan selimut yang lebih tebal.

Pikiranku seketika teringat pada peristiwa semalam. 'Bukankah semalam aku bersama suamiku?'

Mataku mengerjap lagi dan menatap sisi kanan. Kini, aku sukses terlonjak dari posisi tidur. Didorong rasa kaget yang luar biasa, tubuh ini jadi sadar sepenuhnya. Kutatap pria yang lelap itu, dan nyatalah itu wajah asing, bukan suamiku.

"Apa yang sedang terjadi?!" Aku membatin, mulai histeris.

Apalagi waktu selimut tersingkap, ternyata tubuhku hanya dibalut sepasang bra dan cawat merah. Aku ingat, pakaian ini memang sengaja kupakai semalam demi memancing hasrat suami yang mulai padam. Meski masih bertanya-tanya, alarm di otak menyuruhku segera berpakaian dan keluar dari tempat terkutuk ini.

Kupunguti pakaian yang tercecer di lantai lalu mengenakannya tergesa-gesa. Selama berpakaian, benakku sibuk menerka-nerka apa yang terjadi sesudah candle light dinner semalam dengan suami. Orang jahat mana yang tega mencelakai kami? Dan... di mana suamiku saat ini?

Semua pikiran ini berkelindan di otakku bagai benang kusut yang tak tentu ujung pangkalnya. Setelah memakai kembali blouse satinku, tak menunggu lama aku segera mencari pintu keluar. Namun sayang, belum sempat kenop pintu kusentuh, sekelompok pria dengan seragam polisi mendobrak masuk tanpa aba-aba.

Brak!

"Jangan bergerak, hotel ini sedang dirazia!" Salah satu dari mereka berseru.

Sontak aku bergerak mundur dengan tangan terangkat di atas kepala. Persis anggota gembong pezina yang tertangkap basah di tempat maksiat. Kucoba bersikap tenang, meski tangan yang mengepal sudah gemetaran.

"Saya dijebak Pak, saya nggak tahu apa-apa," ujarku dengan suara yang diberani-beranikan.

Namun, personil polisi yang memborgolku melengos kasar. Dia sudah hendak menyeretku, ketika suara yang akrab di telinga tiba-tiba menyela, membuat duniaku yang kacau balau seketika tenang.

"Tunggu! Aku perlu bicara dengan terduga."

Dalam sekejap, tangan yang terborgol tadi bebas kembali. Aku langsung menghambur ke pelukan pria yang kupanggil suami. Sedangkan, nasib lelaki yang tergeletak di ranjang tadi, aku tak mau tahu. Tak mau juga peduli. Bagiku, dia hanya orang asing. Kami mungkin sama-sama korban dari skandal yang coba diciptakan entah oleh siapa. Namun, akan kupastikan, bajingan itu ditangkap segera.

Tubuhku yang tadi gemetaran perlahan tenang dalam dekapan hangat suamiku. Pagi ini beliau nampak gagah dengan seragam kebesarannya. "Sebentar, aku perlu bicara empat mata dengan Nyonya Shanty," ujarnya lagi pada personil polisi yang hendak memborgolku tadi.

Wajah suamiku terlihat begitu terpukul. Reaksi yang sudah pasti terjadi saat mengalami situasi seperti ini. Gerombolan polisi yang tadi mengerubungi kamar ini akhirnya membiarkan kami--aku dan suami memiliki waktu berdua. Sementara lelaki tadi telah dibawa dengan keadaan yang masih tak sadarkan diri.

Aku sudah nyaris menitikkan air mata lagi, tetapi pikiran buruk lebih dulu menyentak dan membuatku sadar. Jika aku bisa diculik setelah makan malam dengan suami, lantas kenapa beliau bisa ada di sini dalam keadaan aman?

Untuk memastikan, kuteliti lagi wajah suamiku dengan saksama. Ekspresi cemas dan terpukul yang tadi dia tunjukkan, kini tak nampak lagi. Yang kulihat dalam dalam manik matanya yang kelam kini hanyalah ejekan samar.

"Sudah paham apa situasimu sekarang?" tanyanya seraya menyalakan pemantik logam di tangan.

"K-kenapa?"

Dia menyembulkan asap putih pekat sebelum menjawab enteng. "Tentu saja bercerai."

"Tapi kenapa harus menjebakku begini?" tanyaku berusaha tenang meski tubuh ini hampir limbung. Senyum laki-laki yang sekejap lagi akan jadi mantan suami ini segera membangun kesadaran baru, "Apa karena Alex?"

Lagi-lagi dia hanya mendengus seolah aku ini mahkluk paling bodoh sejagad raya. "Kalau hanya karena hak asuh Alex, kau bisa membicarakannya denganku. Mengapa harus repot-repot menghancurkan hidupku seperti ini?"

Tak pernah menyangka, bahkan dalam mimpi terburuk, pria yang menikahiku tega mendorongku dalam jurang kenistaan. Seumur-umur, baru sekarang kutahu ada suami yang tega menghancurkan harga diri istrinya sampai lenyap tak bersisa.

"Perempuan licik seperti kau diajak bicara baik-baik? Mana mungkin! Yang ada, kau pasti memikirkan segala cara untuk memeras kekayaan keluargaku, persis seperti yang kau buat selama ini."

Ucapan kejam darinya membuat aku berpikir ulang. Harta macam apa yang sudah kuhabiskan? Benar, mertuaku pernah memberi aset, tapi kata beliau itu hadiah. Pun kudapat sesudah mengorbankan rahim yang akhirnya harus diangkat demi melahirkan cucu mereka, Alex.

Tangisan tak kuasa lagi kubendung. Kemarahanku juga semakin bergejolak, siap meledak. "Demi apapun, tak pernah ada suami yang tega menjebak istrinya dengan cara hina seperti ini!"

Dia tertawa puas. "Tak semua perempuan yang dinikahi lantas patut menjadi istri, Shanty. Bagiku, kau tak lebih dari trofi kemenangan!"

"Kau pikir Alex tidak akan mencariku, ibunya?"

Kulihat, rahangnya mengetat. "Berhentilah munafik! Memangnya selama ini kau pernah mengurus Alex? Kau malah sibuk dengan semua urusanmu, hampir tak pernah di rumah. Mamakku yang selalu menjaga Alex."

Tak cukup di situ, dia juga menjentikkan abu rokoknya ke wajahku. Perihnya abu rokok yang mengenai pipiku sudah tak kurasa. Otakku malah sibuk memikirkan apa yang kulakukan akhir-akhir ini.

Benar sekali! Aku memang sibuk pergi fitness, juga ke klinik kecantikan. Itu semua kulakukan lantaran pria di depanku ini selalu protes dengan tubuhku yang katanya melar setelah melahirkan.

Sedangkan perkara menjaga Alex, mertua lah yang selalu memaksa untuk momong cucu satu-satunya.

Harus diakui, aku bukan ibu yang sempurna seperti mereka diluaran sana. Namun juga bukan yang tega menelantarkan anak begitu saja. Meski putraku lebih dekat pada neneknya, bukan berarti aku tidak tahu perkembangannya.

"Kau benar-benar bajingan!"

Lelaki itu meludah ke satu sisi, lalu memadamkan puntung rokok itu dengan tapak sepatu kulitnya.

"Sudahlah Shanty sayang, hentikan umpatanmu itu. Sekarang kau hanya punya dua pilihan. Sibuk berkoar-koar lalu menuntutku di pengadilan, atau pergi diam-diam dan kau akan dapat pesangon tiga ratus juta?"

Waktu mengatakan tawarannya, dia tampak begitu bangga, berlagak jadi pria paling murah hati di alam semesta.

Aku menahan dengusan. Pesangon katanya? Memangnya aku ini pegawai habis masa kontrak?

Namun tak urung aku diam juga memikirkan segalanya. Menimbang dalam hati, pilihan apa yang tepat untuk wanita tanpa karir dan harta sepertiku.

Seperti paham jalan pikiranku, dia menukas kejam seperti kebiasaannya selama ini. "Ingat Darling, pengadilan butuh banyak biaya, sedangkan kau tak punya apapun selain bapak-mamak yang tak bisa diandalkan."

"Hahaha..." Ucapannya membuatku tertawa getir dalam kemarahan. Ayah-ibuku memang tak bisa diharapkan. Malah selama ini aku yang menopang hari tua mereka. "Apa harus begini caramu mendepakku? Apa kau yakin, Roy Gultom?" Aku bertanya dengan menyertakan marga kebanggaannya.

"Tentu saja. Kupikir, aku sudah cukup murah hati padamu. Kalau tak puas, silakan mengadu juga pada mantan kesayanganmu. Bukankah selama ini kau selalu mengadu padanya?"

"Oh! Jadi itu alasannya?" Aku tertawa muak. Dia yang pernah kupergoki selingkuh, justru dia melemparkan senjata itu padaku. "Seorang pezina memang akan selalu curiga!"

Lagi-lagi dia hanya mendengus, tak memedulikan ejekanku.

"Baiklah Roy, kalau ini memang keinginanmu. Namun begitu, persiapkan dirimu. Suatu saat, kelakuanmu ini harus kamu bayar lunas berikut...bunga-bunganya. Pada saat itu tiba, lebih baik jangan minta ampun!"

Ini jadi kalimat perpisahanku untuknya. Setelah ini kami hanyalah orang asing kalau bukan musuh.

Kupakai kacamata hitam kebanggaanku seraya beranjak pergi meninggalkan mantan suami dengan langkah gagah. Tak kuhiraukan lagi gelaknya yang memenuhi lorong sempit itu.

'Tunggu dan lihatlah, apa yang bisa kulakukan untukmu!'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda   Epilog

    Atas desakan Hartono, hari ini kami pergi ke rumah Shania untuk mengunjungi bapak-mamak serta Alex. Agar orangtuaku tak terkejut, status Hartono kami rahasiakan hingga yang mereka tahu, suamiku cuma karyawan kantoran. Setelah basa-basi sejenak, kutinggalkan Hartono meladeni kedua bapak dan mamak, sementara aku sendiri pergi menemui Alex di kamarnya. 'Tenanglah Shan, anakmu tak akan membencimu. Ujarku berulang-ulang di sepanjang jalan menuju kamar Alex. Rasa takut dan gugup yang melandaku tak terkatakan lagi. Kalau bukan karena didorong keinginan yang kuat, maulah rasanya aku kabur detik ini juga. Begitu daun pintu itu kubuka, tampaklah anak kecil yang wajahnya amat mirip denganku itu sedang menggambar sesuatu di bukunya. "Hai Alex..." Sapaku memulai percakapan. Bocah laki-laki berambut lurus itu menatapku datar, lalu duduk dari posisi telungkupnya. Sikapnya yang dewasa dan teratur, bikin aku makin gugup.

  • Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda   Sebuah Pengakuan

    "Maksud Ibu?"Sambil menyendok sesuap bubur ke mulutku, Sumiati berkata lagi. "Kudengar, mereka mesti berenang malam-malam biar nggak terpantau anak buah penjahat itu. Lolos dari air, harus melewati ladang ranjau. Anak buah Hartono saja sampai mati tiga orang."Entah Hartono yang menyuruh ibunya bercerita demi merebut simpatiku, namun fakta bahwa dia bisa saja kehilangan nyawa waktu itu, bikin jantungku ketar-ketir. "Apa dia terluka waktu itu, Bu?""Kalau itu aku kurang tahu. Tapi sesudah kita di mansion, ada dokter bolak-balik masuk ke kamar utama selama tiga hari."Pantas muka Hartono pucat waktu itu. Kurasa ada bagian tubuhnya yang tertembus peluru musuh. Kemungkinan ini bikin ulu hatiku jadi ngilu. Suami yang sudah tega mengumpankan kami pada musuhnya, ternyata hampir meregang nyawa juga waktu menyelamatkan kami. "Shanty, cepat pulih ya Nak. Joan dan Joyce sudah rindu." Ujar Sumiati seraya membereskan peralatan ma

  • Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda   Sakit

    Untuk sesaat kami semua terpaku, terlalu bingung mencerna situasi yang kami hadapi. Hingga pada suatu saat, mataku yang sejak tadi terpusat pada Hartono menyaksikan keanehan. Laki-laki kejam yang selalu memandang angkuh pada dunia itu, tiba-tiba tampak gugup seperti orang ketakutan. Tak cukup sampai disitu, dia pun terduduk lemah dengan kedua tangan menutupi kepala. "Jangan... tolong jangan sakiti aku..." Lolongnya seperti hewan sekarat. Aku berusaha menggapainya, berusaha berteriak agar dia sadar. Namun tenagaku seolah lenyap dari tubuh. Mulutku megap-megap mencari udara yang semakin sukar masuk, namun sia-sia saja. Tak ada yang bisa kulakukan. Edbert yang terkulai tadi, mulai bergerak. Seolah menghabiskan semua sisa tenaga ditubuhnya, secepat kilat dia menyambar pisau yang terletak di sisi tubuh Hartono. Aku menutup mata pasrah. Sebentar lagi jiwaku dan Hartono akan bertemu lagi. Pada saat itu terjadi aku akan memakai lak

  • Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda   Umpan

    Jane tersenyum miring lalu menarasikan bagaimana anak buah Hartono memata-matai Alex hingga dirinya tak berani bertindak gegabah lantaran takut operasi bisnisnya jadi ketahuan.Pula, wanita culas ini bercerita anak buah Hartono sibuk mengawasi ibuku waktu dioperasi di Singapura kemarin makanya mereka tak berani berbuat yang tidak-tidak. "Hahaha, he is doing so much for you and you know nothing. Such a stupid fellow." Pungkasnya seraya menatapku geli. Berbeda dengan Jane yang menganggap konyol tindakan Hartono, aku malah terdiam pilu. Selama ini tak terhitung berapa banyak aku meratapi nasib, menyesali diri, bahkan mengutuki Hartono karena kupikir dia tak pernah peduli padaku.Aku selalu merasa sendirian di dunia yang luas ini. Nyatanya, apa yang dilakukan Hartono di belakang layar menampar semua keyakinan yang kubangun selama ini. Dia melakukan lebih banyak dari yang bisa kubuat untuk keselamatan orang-orang yang kukasihi. "N

  • Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda   Rahasia Gelap

    "Seems like you put too much drugs in that incense.""Hmph, she's just a weakling."Dua suara saling sahut antara pria dan wanita samar-samar memasuki ruang dengarku. Kucoba membuka mata, namun seperti ada yang menghalangi, tubuhku juga seperti tertimpa beban yang amat berat hingga susah sekali digerakkan. Sepertinya aku mengalami ketindihan yang dalam dunia medis dikenal sebagai sleep paralysis. Suatu kondisi dimana kesadaran otak tidak sinkron dengan tubuh. "Let's wake her up." Suara si wanita kembali terdengar. Sepertinya dia benci betul padaku. "Let her be. Why bother yourself with an unconscious lady.""Hmph, I bet you have fallen for her.""Stop spewing nonsense."" ... "Ketika dua manusia ini sibuk berdebat, aku memaksa diri untuk segera sadar dengan memusatkan pikiran pada hal umum yang terbiasa kulakukan. Mamak kami bilang, ketindihan ini disebabkan ada setan yang menimpa badan wa

  • Hasrat Berbahaya sang Pewaris Duda   Labirin

    Perlahan kukucek mata yang tengah mengantuk berat. Dibangunkan waktu hampir memasuki dunia mimpi, rasanya sangat menyebalkan.Sepertinya Joyce paham perasaanku. Disikutnya Joan yang sedang tersenyum lebar mengamatiku menahan kantuk."Dasar nggak bisa baca situasi." Geramnya lirih. "Sudah, sudah, Aunty nggak ngantuk lagi. Ayo kita makan." Leraiku sebelum perang dunia terjadi lagi. Beriringan kami berjalan ke depan rumah. Ternyata mereka berdua sudah menyiapkan makanan di rumah pohon yang cabangnya menjorok ke arah pantai. Edbert yang suka menyendiri, segera mengambil piring dan meletakkan labu, ubi, dan setengah ekor ikan di atasnya. Setelah itu dia bergegas pergi ke rumah pohon yang satunya. Melihat Hartono bersikap biasa saja, aku pun tak meminta Edbert makan bersama. "Aku mau ikan yang paling besar." Ujar Joan sambil meletakkan potongan ubi dan labu ke piringnya.Tentu saja Hartono tak peduli. Dengan gera

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status