Beranda / Romansa / Hasrat Kakak Tiri / Bab 5. Malam tanpa Cahaya

Share

Bab 5. Malam tanpa Cahaya

last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-30 11:26:56

Hujan deras mengguyur kota sejak sore, menciptakan tirai air di luar jendela apartemen. Jendela apartemen Arion berkabut, menahan udara dingin yang menusuk tulang. Ia duduk di meja belajarnya, headset masih terpasang, mencoba fokus pada laporan penelitian yang nyaris selesai. Namun, pikirannya sulit tenang. Suara gemericik air, gelegar petir, dan—yang paling mengusik—keberadaan Shana di kamar sebelah, terasa semakin dekat akhir-akhir ini. Arion menggeliat, memijat pelipis. "Kenapa rasanya rumah ini makin sempit?" gumamnya.

Baru saja ia ingin kembali mengetik, tiba-tiba lampu mati. Layar laptop meredup, pendingin ruangan berhenti berdengung, dan ruangan terjerat dalam gelap pekat. Hanya cahaya samar dari kilat yang menembus tirai. Arion terdiam, jantungnya berdebar. Ia tahu ini bukan mati lampu biasa.

Suara langkah pelan terdengar dari lorong. Bukan langkah acak seperti orang tidur sambil berjalan, melainkan langkah ragu, seperti seseorang yang sadar. Arion menahan napas. Hatinya berde
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Hasrat Kakak Tiri   Bab 31. Kembali

    Cemas dan tak sabar, Naya mondar-mandir di depan Apartemen Arion. Hatinya sudah bertekad untuk menyerah dan pergi, namun tepat saat dia membalikkan badan, sosok Arion sudah terlihat, melangkah mendekat dan memecah kebimbangan hatinya.Arion tidak mengatakan apa-apa. Matanya, gelap dan Nampak begitu lapar, terpaku tajam pada mata Naya. Dalam satu gerakan kuat, dan tanpa jeda, dia menghapus jarak di antara mereka. Tangannya, begitu kokoh dan meyakinkan, melesat di bawah paha Naya dan mengangkatnya seolah Naya hanyalah selembar kapas. Sebuah tarikan napas terkejut meluncur dari bibirnya saat dunia terasa miring, dan sedetik kemudian, dia sudah terdekap erat di dada Arion, lengannya secara naluriah melingkari leher kokoh pria itu."Arion? Apa yang kamu—?"Arion membungkamnya hanya dengan pandangan, tatapannya menyala-nyala dengan intensitas yang Naya selalu rindukan. Dia membawanya lalu menurunkannya ke bantalan empuk sdi sebuah sofa besar. Dia menjulang di atas Naya,"Aku ingin mengulan

  • Hasrat Kakak Tiri    Bab 30. Berpetualang Kembali

    Arion terdiam. Keheningan yang tiba-tiba terasa tebal, membekukan jarak di antara mereka. Hanya ada irama lembut sendok Shana yang menyentuh porselen cangkir, seolah gadis itu sedang mengukur waktu. Shana menunduk, matanya terpaku pada kopi yang permukaannya kini mulai mengilap dan mendingin.“Shana…” Suara Arion keluar, sangat perlahan, lebih mirip hela napas yang takut merusak kerapuhan suasana.Shana tidak langsung menoleh. Ia menarik napas, mengatur detaknya yang memburu, mati-matian menahan agar suaranya tidak bergetar. “Tadi aku lihat nama itu muncul di ponsel Kakak.”Arion menelan ludah. Rasa pahit yang tak terhindarkan menjalar di tenggorokannya. Ia tahu, persis ke mana arah percakapan ini akan membawa mereka.“Siapa Naya?” tanyanya akhirnya. Bukan dengan amarah yang meledak, melainkan nada ingin tahu yang mendalam, tapi dengan hati yang sudah siaga menerima luka.“Dia… seseorang dari masa lalu,” jawab Arion, nadanya datar dan penuh kehati-hatian.“Masa lalu yang datang sampai

  • Hasrat Kakak Tiri   Bab 29. Pertemuan yang Tidak Siap

    Arion tidak segera bergerak. Ponselnya masih bergetar di genggamannya, denting notifikasi yang terasa seperti memaku dirinya pada jok mobil. Layar akhirnya padam, menyisakan kegelapan yang terasa dingin, tapi pesan itu sudah terukir permanen di benaknya.“Kak… kita bisa ketemu sebentar? Aku cuma mau nanya sesuatu. Aku nunggu di kafe dekat apartemen, ya.”Ia mendongak, menatap ke luar jendela mobil. Hujan memang sudah berhenti, namun aroma tanah basah dan sisa air di kaca depan, yang membiaskan lampu jalan menjadi bayangan kabur, seolah adalah gambaran dari jiwanya sendiri: basah, suram, dan tidak jelas.“Kenapa harus sekarang, Shana…” desisnya, suaranya nyaris hilang dalam keheningan mobil.Ia menjambak rambutnya dengan kedua tangan, tekanan itu tidak cukup untuk mengusir rasa sesak yang merayap dari dada. Kata-kata Raka berputar menjadi bisikan menuduh di telinganya: ‘Kamu memanfaatkan kepolosan dia untuk jadi terapi pribadimu.’Sial. Itu benar.Shana adalah sinar yang ia gunakan unt

  • Hasrat Kakak Tiri   Bab 28. Pengakuan Dosa (Seperti)

    Hujan baru saja reda ketika Arion menyalakan mesin mobilnya. Sisa air masih menetes dari atap parkiran, menimbulkan suara lembut seperti bisikan. Lampu dashboard menyala redup, menyoroti wajahnya yang tampak tenang dari luar — tapi di baliknya, pikirannya riuh, penuh suara yang saling bertabrakan. Ia menatap layar ponsel.Pesan dari Raka masih terbuka.“Kita harus ketemu. Hari ini. Cukup.”Arion memijat pelipisnya. Kata 'cukup' itu terasa seperti ancaman. Seperti sebuah alarm peringatan yang tak bisa ia matikan. Ia menutup mata sejenak, menghela napas yang panjang dan berat.“Capek…,” gumamnya lirih, nadanya hampir patah. “Capek jadi orang baik cuma di permukaan, seolah-olah sudah sembuh.”Ia membuka mata, menatap pantulan wajahnya di kaca depan, tampak rapi, dingin, teratur. Tapi ia tahu persis, di balik kerapihan itu, tersembunyi seseorang yang dulunya kacau. Seseorang yang sudah terlalu sering menipu, menaklukkan, lalu meninggalkan.Ketukan di jendela memecah lamunannya.Raka berdi

  • Hasrat Kakak Tiri   Bab 27. Ternyata Arion Itu...

    Dengungan mesin mobil seharusnya menenangkan. Setidaknya, seharusnya begitu. Tapi malam itu, suara halus di kabin justru terdengar seperti dengung yang terus-menerus mengingatkan Arion betapa bodohnya ia baru saja bertindak.Ia membiarkan pandangannya menyusuri jalanan kota yang sudah mulai lengang. Lampu-lampu jalan memantul di windshield mobil, berkelebat seperti kilatan-kilatan ingatan yang harusnya sudah ia kubur. Hawa dingin AC membuat kulitnya mati rasa, tapi batinnya justru terasa terbakar, panas sekali.Kenapa aku harus menuruti perasaan itu lagi? Kenapa aku gak bisa belajar?Tangan kirinya mencengkeram setir, sementara tangan kanan bertumpu di kusen jendela. Masih ada aroma tipis parfum Naya yang menempel di ujung kemejanya, sebuah sisa yang membuat dadanya sesak—mengingatkannya pada sesuatu yang seharusnya sudah ia tinggalkan jauh di belakang.Ia memejamkan mata sebentar. Dalam gelap yang singkat itu, wajah Shana langsung melintas. Wajah yang lembut, tenang, dengan sepasang

  • Hasrat Kakak Tiri   Bab 26. Kopi Yang Tak Pernah Diminum

    Lampu ruang tamu apartemen terasa terlalu terang, memaksakan keberadaannya saat malam sudah mencapai puncaknya. Jam di dinding menunjukkan pukul 00:15.Di meja kaca itu, uap dari cangkir kopi telah lama menghilang, meninggalkan sisa aroma pahit yang kini terasa menusuk hidung Shana, mengingatkannya pada kekosongan.Shana duduk bersandar di sofa, badannya lelah namun pikirannya terlalu bising untuk tidur. Ponsel di tangannya menampilkan layar pesan yang sama, yang telah ia buka dan tutup puluhan kali.“Kakak kapan pulang? Kopi buatan aku udah dingin.”Sudah dua jam sejak pesan itu terkirim, dan hanya ada centang satu, yang berarti pesan itu belum sampai, atau mungkin, ponsel Arion mati. Yang jelas, tidak ada balasan. Tidak ada tanda dibaca.Awalnya, ia bisa merasionalisasi. Arion mungkin lembur. Ia mungkin ketiduran di kantor setelah hari yang panjang. Tapi semakin larut, alasan itu terasa seperti selimut tipis yang gagal menutupi hawa dingin yang mulai menjalar di hatinya.Bukan karen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status