"Ka--kamu yakin mau ikut aku?" tanya Putri seakan tak percaya dengan ucapan Dira barusan."Aku yakin, Mbak. Mbak Putri enggak boleh tinggal sendirian. Bahaya. Kapan saja Tuan Indra dan Nyonya Sarah bisa saja menemukan Mbak Putri." jawab yakin Dira."Tapi, Dir. Aku tak membawa banyak uang. Kapan saja uangku bisa habis kalau aku tak cepat-cepat cari kerja!""Mbak, uang 20juta barusan anggap saja buat bayar gajiku beberapa bulan ke depan. Udah, masalah uang jangan dipikirkan. Aku cuma mau melindungi Mbak Putri. Aku enggak mau Mbak Putri sendirian melawan Nyonya Sarah dan Tuan Indra. Saya memang tak bisa banyak membantu tapi saya akan berusaha melindungi Mbak Putri semampu saya dari kejahatan mereka!"Putri benar-benar merasa terharu dengan kata-kata Dira barusan. Dia berjanji pada Dira akan selalu memperlakukan Dira dengan baik.Jam menunjukan pukul 8 malam. Makan malam telah Dira siapkan. Putri datang awal ke ruang makan untuk melihat keadaan."Mbak, jangan minum air putih disini, ya. I
"Ndra, kamu tahu temen Putri yang namanya Melly itu tinggal dimana?" tanya Sarah saat dia dan Indra dalam perjalanan mencari Putri.Indra menggeleng."Kenapa memangnya, Tant?" tanya Indra kemudian."Melly kan teman baik Putri. Tante yakin Putri akan menghubungi Melly dan memberitahu keberadaannya kalau dirasanya keadaan sudah aman. Gimana kalau kita sekarang cari Melly dan kita sekap saja dia buat pancing Putri lagi!""Ide bagus, Tant. Tapi gimana caranya kita cari Melly. Aku kenal dia juga enggak!" tanya Indra kemudian."Tanyalah sepupumu, Dewa. Dia pasti tahu. Bod*h banget sih kamu jadi orang." cecar Sarah."Aku bukan bodoh, Tant. Aku cuma enggak mau melibatkan Dewa. Kalau Dewa tau Putri kabur gimana? Dia anak Om Ristian, bahaya banget kalau Om Ristian ngasih tahu Dewa soal hubungan kita!""Ya, jangan sampai dia tahu, dong. Bilang saja sama Dewa, kalau kamu ingin kasih kejutan Putri dengan membawa Melly ke rumah secara diam-diam. Kamu ini enggak mau dibilang bodoh. Tapi, masalah sep
"Jadi begini kelakuan kalian di belakangku?"Kedua orang yang tengah bercinta itu terkejut bukan main saat kelakuan bej*d mereka diketahui oleh Dicky."Sayang, aku bisa jelasin!"Terbakar amarah, Dicky tak menggubris ucapan istrinya. Dia menarik tubuh anaknya kemudian memukulnya.Sarah cepat-cepat memakai bajunya kemudian mencoba menghentikan Dicky memukuli lelaki yang selama ini digilainya."Sayang, hentikan. Indra bisa mati jika kamu memukulnya terus menerus seperti ini!"Bukan bersimpati mendengar tangis dan permohonan istrinya, Dicky justru makin gelap mata. Di pukulnya wanita yang belasan tahun ini mengkhianatinya tanpa ampun.Indra mencoba bangkit dan melindungi Sarah dengan tubuhnya. Lelaki itu rela menggantikan tubuh Sarah menahan sakit akibat pukulan Dicky. Melihat keduanya yang rela saling berkorban membuat hati Dicky makin hancur."Om, hentikan. Om bisa terkena tindak pidana jika Om terus menyiksa mereka!" tiba-tiba Dewa datang menghentikan Dicky. Awalnya Dicky tak mau meng
"Indra, apa yang kamu lakukan?" Semua orang syok melihat Indra tega menusuk Sarah menggunakan pisau. Bahkan Dicky yang sangat marah dan kecewa pada Sarahpun tak sampai hati melakukan hal tersebut."Wanita ular ini pantas mati. Dia sudah menghancurkan hidupku tapi dia tega meninggalkanku saat aku benar-benar terpuruk!" ucap Indra tanpa ada penyesalan sedikitpun. Sarah meneteskan airmata melihat kebencian Indra yang begitu besar padanya."A--aku tak bermaksud meninggalkanmu!" ucap Sarah lemah. Indra tak sudi menatap wanita yang baru saja ditusuknya."Aku sangat mencintaimu, Ndra. Apa yang kukatakan barusan hanya untuk menyelamatkan hidupmu. Aku tak mau kamu jadi gelandangan saat dibuang Ay--"Sarah tak mampu melanjutkan kalimatnya. Tusukan di perutnya benar-benar membuatnya kesakitan. Dia menghembuskan nafas terakhirnya sebelum menyelesaikan kalimatnya.Indra baru saja menyadari kalau dia telah salah paham pada Sarah. Dia buru-buru mendekat ke Sarah untuk minta maaf. Sayangnya apa yang
Deru nafasku dan suamiku saling memburu, tatkala tangan liarnya menjelajahi setiap lekuk tubuhku.Bibir kami saling bertautan, keringat bercucuran, aku sangat menikmati ciuman pertama yang Mas Indra berikan untukku.Sebelumnya perkenalkan dulu. Namaku Putri, umurku 25 tahun. Malam ini adalah malam pertamaku bersama suamiku Mas Indra. Aku tak menyangka hidupku sangat beruntung karena di nikahi oleh anak dari pemilik perusahan tempat dimana aku bekerja. Dua bulan pacaran, Mas Indra membuktikan keseriusannya dengan mengajakku ke pelaminan.Ayah Mas Indra saat ini masih di luar negeri mengurus bisnisnya, entah kenapa Mas Indra tiba-tiba memutuskan menikah denganku saat Ayahnya masih sibuk dengan pekerjaannya. Semua terasa begitu mendadak, bahkan muncul gosip di kantor bahwa kami cepat-cepat menikah karena aku telah hamil lebih dulu. Padahal saat proses pacaran, jangankan meniduriku, menciumku saja tidak pernah di lakukan oleh Mas Indra."Kamu, siap, Put?" tanya Mas Indra. Aku mengangguk m
Aku dan Mas Indra tak langsung ke kamar setelah sarapan selesai. Kami berbincang sambil menonton televisi di ruang keluarga.Mumpung ibu tirinya sedang tak ada, aku berniat mengeluarkan semua unek-unekku pada lelaki yang baru kemarin sah menjadi suamiku tentang ibu tirinya. Mas Indra harus tahu betapa terganggunya aku dengan sikap wanita itu yang seenaknya."Mas, Tante Sarah kok kelihatannya masih enggak suka sama aku. Aku perhatikan dari semalem dia kayaknya selalu berusaha menjauhkan kita."Mas Indra mengecilkan volume televisi lalu dia melirik sinis kearahku. Dari caranya menatapku, jelas sekali menunjukan sikap marahnya karena aku berbicara hal buruk tentang ibu tirinya. Aku tahu, sejak kami berpacaran dulu dia memang tak suka ketika aku membahas tentang Tante Sarah apalagi membicarakan tentang keburukan wanita itu. Aku pikir karena kami sekarang sudah menikah responnya akan berubah. Tapi kenyataannya aku salah."Cuma karena hal sepele seperti tadi kamu punya pikiran seperti itu.
Aku menatap punggung suamiku dengan perasaan hancur. Dia begitu terburu-buru pergi hingga tak sadar perkataannya barusan membuatku begitu sakit hati. Kali ini aku akui aku yang salah, tapi tidakkah dia berfikir, aku melarangnya pergi mengantarkan Tante Sarah juga karena ada alasannya. Satu persatu ku ambil kembali pakaianku yang berserakan di lantai. Ku kenakan lagi pakaian itu dengan air mata yang menetes. Kebahagian yang ku impikan setelah menikah sepertinya takan pernah terwujud jika kami masih satu atap dengan ibu tirinya. Siang ini perasaanku kacau, disatu sisi aku ingin menghubungi suamiku menanyakan keadaan Tante Sarah. Di sisi lain, aku merasa gengsi melakukannya terlebih dahulu. Kalimatnya beberapa jam lalu masih terngiang jelas di telinga. Rasa sakit dan kecewa membuatku enggan menghubungi lelaki yang baru kemarin sah jadi suamiku. Di tengah rasa gelisahku, tiba-tiba ku dengar suara bel berbunyi. Bergegas aku bangkit dari dudukku kemudian berjalan kearah pintu. "Dira, kam
"Kami enggak mau pergi, mau tinggal dimana kalau kami meninggalkan rumah ini!" tangis ibuku pecah. Aku masih berdiri di depan pintu agar bisa menguping pembicaraan mereka. "Mana kami peduli kalian mau tinggal dimana. Ingat, sertifikat rumah ini sudah ditangan kami. Karena kalian sudah tidak bisa membayar hutang kalian, saat ini juga rumah ini sudah menjadi milik kami!" ucap lantang renternir itu. Tentu saja aku sangat syok mendengar ucapannya. "Pah, Mah. Untuk apa kalian berhutang?" Papah dan Mamah berdiri dari tempatnya bersimpuh. Dia terkejut melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Terlebih aku datang membawa banyak barang pulang. "Itu--" Mamah menggantung ucapannya. Dia menoleh kearah Papah seakan minta persetujuan pada Papah untuk menceritakan hal sebenarnya. "Kenapa enggak jawab pertanyaanku, Mah?" tanyaku dengan nada marah. Papah menggelengkan kepala melarang Mamah mengatakan hal sebenarnya. "Apa uang yang ku kasih selama ini kurang, Pah, Mah?" tanyaku dengan sorot mata kecewa