Awalnya Putri merasa beruntung karena dinikahi oleh anak dari pemilik perusahaan dimana dia bekerja. Wajah yang tampan, sikap yang baik dan harta yang melimpah membuat suaminya terlihat sempurna dimata semua orang. Namun siapa yang sangka di balik kesempurnaan lelaki itu menyimpan sebuah kebohongan yang sangat besar. Lambat laun Putri menyadari menikahi lelaki itu bukan suatu keberuntungan melainkan awal mula malapetaka hadir dihidupnya. Bagaimana tidak, kalau ternyata tujuan lelaki itu menikahi Putri hanya demi menutupi hubungan gelapnya dengan ibu tirinya yang sangat cantik.
Lihat lebih banyakDeru nafasku dan suamiku saling memburu, tatkala tangan liarnya menjelajahi setiap lekuk tubuhku.
Bibir kami saling bertautan, keringat bercucuran, aku sangat menikmati ciuman pertama yang Mas Indra berikan untukku.
Sebelumnya perkenalkan dulu. Namaku Putri, umurku 25 tahun. Malam ini adalah malam pertamaku bersama suamiku Mas Indra. Aku tak menyangka hidupku sangat beruntung karena di nikahi oleh anak dari pemilik perusahan tempat dimana aku bekerja. Dua bulan pacaran, Mas Indra membuktikan keseriusannya dengan mengajakku ke pelaminan.
Ayah Mas Indra saat ini masih di luar negeri mengurus bisnisnya, entah kenapa Mas Indra tiba-tiba memutuskan menikah denganku saat Ayahnya masih sibuk dengan pekerjaannya. Semua terasa begitu mendadak, bahkan muncul gosip di kantor bahwa kami cepat-cepat menikah karena aku telah hamil lebih dulu. Padahal saat proses pacaran, jangankan meniduriku, menciumku saja tidak pernah di lakukan oleh Mas Indra.
"Kamu, siap, Put?" tanya Mas Indra. Aku mengangguk malu sambil menyembunyikan wajah tersiksaku karena pemanasan-pemanasan yang Mas Indra lakukan beberapa saat yang lalu.
Aku mengambil nafas dalam-dalam sebelum kami memulai. Tak lupa ku pejamkan mata untuk menyingkirkan rasa gerogiku.
Baru saja kami akan memulai, kami di kejutkan oleh suara dering ponsel suamiku. Dengan wajah frustasi Mas Indra menjauhkan tubuhnya dariku.
"Kenapa enggak di matikan dulu ponselnya sih, Mas?" tanyaku dengan raut wajah kecewa.
"Aku lupa, sayang. Maaf!" jawab Mas Indra sembari berjalan meraih ponsel yang dia letakan di atas meja.
Kulirik jam di dinding kamar, dalam hatiku mengutuk siapa bedebah yang berani menelepon suamiku tengah malam begini. Terlebih malam ini adalah malam pertamaku dengan Mas Indra. Apa orang itu tak punya rasa segan sama sekali pada kami berdua?
"Put, ternyata Papah yang telepon. Boleh aku angkat teleponnya?" tanya Mas Indra. Mendengar ternyata Ayahnya yang menelepon, rasa amarahku sedikit mereda.
"Angkat saja, Mas. Enggak apa-apa!" jawabku sambil menutup tubuh dengan selimut.
Mas Indra pun sedikit menjauh dariku. Entah apa yang akan dia dan Ayahnya bicarakan sampai tak mau ada orang lain yang ikut mendengarnya.
"Sayang, aku enggak bisa lanjutin kegiatan kita dulu. Papah bilang Tante Sarah sakit. Aku mau bawa Tante Sarah ke dokter dulu!"
Tante Sarah adalah Ibu tiri suamiku. Aku sedikit tak percaya mendengar kabar beliau sakit. Tadi siang saat pesta pernikahanku dan Mas Indra di gelar, dia terlihat baik-baik saja.
"Sakit apa, Mas? Tadi siang dia kelihatannya baik-baik saja, kok!"
"Mungkin kecapean karena beberapa hari ini ikut sibuk ngurusin pernikahan kita." jawab Mas Indra sambil memakai kembali bajunya.
"Kalau cuma sakit karena kecapean kan bisa besok saja ke dokternya, Mas. Ini udah tengah malam, loh."
Entah kenapa aku merasa tak ikhlas membiarkan Mas Indra pergi dengan ibu tirinya. Ini malam pertama kami tega-teganya wanita itu mengusik kebahagiaan kami.
"Kalau sampai Tante Sarah kenapa-kenapa, kamu mau tanggung jawab?" tanya Mas Indra. Tentu saja aku menggelengkan kepala cepat. Ayah Mas Indra sangat sayang pada istrinya, aku tak mau di salahkan jika terjadi apa-apa dengan wanita itu.
"Kalau gitu aku mau bawa Tante Sarah berobat dulu. Kamu enggak usah khawatir, secepatnya aku akan balik kesini kok!"
Mas Indra mengecup pucuk kepalaku, dia bersiap pergi menuju kamar Tante Sarah yang kebetulan letaknya tepat di depan kamar kami
"Tapi Mas, tengah malam begini. Kamu mau bawa Tante Sarah berobat kemana?" tanyaku sebelum lelaki itu melangkah pergi.
"Ke Dokter pribadi keluarga ini. Papah bilang sudah menghubungi Dokter Hasan jadi kamu enggak usah khawatir!"
Aneh, kenapa bukan Dokter Hasan saja yang kesini kalau benar ibu tiri suamiku sakit. Entah kenapa aku merasa ganjal dengan alasan-alasan yang suamiku berikan. Dari awal suamiku mengenalkanku pada ibu tirinya aku melihat tatapan kebencian dari wanita itu kearahku. Jadi kecurigaanku akan niat jahat wanita itu bukan tanpa alasan. Aku berpikir mungkin wanita itu membenciku karena aku orang miskin. Dia mungkin malu mengakuiku sebagai menantu di rumah ini.
"Owh, gitu. Ya sudah, kamu hati-hati saat nyetir nanti, ya."
"Iya. Aku pergi dulu ya, sayang!"
Aku menghembuskan nafas kasar setelah suamiku keluar kamar. Beberapa saat kemudian ku dengar langkah suamiku dan Tante Sarah berjalan menuruni anak tangga. Aku cepat-cepat mengenakan bajuku, demi bisa melihat mereka dari balkon kamarku.
Lihat, firasatku ternyata benar. Tante Sarah sama sekali tak terlihat sakit. Mana ada orang sakit berpenampilan seksi seperti itu, apalagi memakai high heels tinggi seperti yang di kenakannya sekarang. Dia lebih terlihat seperti ingin mengunjungi sebuah klub di banding mengunjungi dokter.
Mas Indra ini gimana, kok percaya begitu saja kalau wanita itu sakit. Jelas-jelas wajahnya sama sekali tak pucat. Sebegitu takutkah dia dengan Ayahnya sampai dia mengorbankan malam pertama kami hanya untuk menolong orang yang hanya pura-pura sakit saja.
Aku kembali menuju ranjangku dengan wajah cemberut. Malam pertama yang harusnya ku lalui penuh kebahagiaan harus berakhir kesepian seperti ini.
Sudah dua jam lebih Mas Indra pergi, karena tak kunjung pulang aku mencoba menghubunginya. Namun betapa kecewanya aku saat tahu nombornya tak aktif.
Karena lelah menunggu, aku tak sadar sampai ketiduran. Hingga sebuah kecupan di keningku tiba-tiba membangunkanku.
"Selamat pagi sayang!" ucap Mas Indra sembari menampikan senyum termanisnya.
"Loh, Mas sudah pulang?" tanyaku sembari berusaha bangkit.
"Udah dari semalam aku balik!"
"Kenapa enggak bangunin aku?" tanyaku menunjukan raut wajah bersalah.
"Aku enggak tega mau bangunin kamu, keliatannya kamu kecapean banget semalem."
"Padahal enggak apa-apa Mas bangunin aku aja. Aku khawatir banget karena kamu enggak pulang-pulang. Ditambah kamu enggak bisa di hubungi karena ponselmu enggak aktif!"
"Eh, ya. Lupa kasih tahu. Semalam ponsel aku habis baterainya. Maaf ya, sayang buat kamu khawatir!"
"Ya udah, enggak apa-apa. Yang penting sekarang kamu udah pulang. Aku mandi dulu, ya. Baru setelah itu kita sarapan bareng!"
"Ok!" balas suamiku. Akupun bergegas bangun lalu melangkah ke kamar mandi.
Selesai mandi, sudah tak kulihat ada suamiku lagi. Aku kemudian turun untuk menyusulnya ke bawah.
Belum sampai di ruang makan, ku dengar suara tawa Tante Sarah menggelegar sampai ke ruang depan. Aku menggelengkan kepala mendengarnya. Bisa-bisanya semalam dia mengaku sakit padahal suaranya bisa sekeras itu.
"Eh, Putri. Sudah bangun. Maaf ya kalau semalam Tante ganggu malam pertama kamu!" ucap Tante Sarah. Mau tak mau aku menanggapi secara lembut ucapannya. Padahal hati ini sudah sangat dongkol padanya.
"Enggak apa-apa, Tante. Gimana keadaan Tante sudah agak baikan?" tanyaku kepada wanita yang berumur sekitaran tiga puluh lima tahun itu.
"Ya, karena Tante sudah minum obat yang tepat jadi Tante cepat sembuh!" jawabnya sambil mengunyah. Aku hanya mengangguk sebagai respon ucapannya.
Beberapa saat kemudian keadaan menjadi hening. Hanya suara dentingan sendok yang terdengar di ruang makan ini.
"Indra, kamu sibuk enggak kira-kira siang ini?" Tiba-tiba suara Tante Sarah memecah keheningan kami."Enggak Tante. Memangnya kenapa?"
"Anterin Tante belanja bulanan, ya. Semua barang pribadi Tante habis. Mau nunggu Papahmu pulang masih minggu depan!"
Apa? Setelah semalam merusak malam pertamaku sekarang Tante Sarah mau menggangguku lagi.
"Aku izin dulu sama Putri, Tan." ucap suamiku sambil menatap kearahku.
"Putri pasti izinin kok, Ndra. Ya kan, Put?" tanya Tante Sarah. Percaya diri sekali dia bicara seperti itu.
"Maaf Tante bukan saya enggak izinin Mas Indra pergi sama Tante. Tapi saya enggak tega, sejak pesta kemarin Mas Indra belum istirahat sama sekali!"
Wajah ramah Tante Sarah tiba-tiba berubah marah setelah mendengar jawabanku. Aku tak peduli jika gara-gara masalah ini membuat wanita itu makin membenciku.
"Indra, apa yang kamu lakukan?" Semua orang syok melihat Indra tega menusuk Sarah menggunakan pisau. Bahkan Dicky yang sangat marah dan kecewa pada Sarahpun tak sampai hati melakukan hal tersebut."Wanita ular ini pantas mati. Dia sudah menghancurkan hidupku tapi dia tega meninggalkanku saat aku benar-benar terpuruk!" ucap Indra tanpa ada penyesalan sedikitpun. Sarah meneteskan airmata melihat kebencian Indra yang begitu besar padanya."A--aku tak bermaksud meninggalkanmu!" ucap Sarah lemah. Indra tak sudi menatap wanita yang baru saja ditusuknya."Aku sangat mencintaimu, Ndra. Apa yang kukatakan barusan hanya untuk menyelamatkan hidupmu. Aku tak mau kamu jadi gelandangan saat dibuang Ay--"Sarah tak mampu melanjutkan kalimatnya. Tusukan di perutnya benar-benar membuatnya kesakitan. Dia menghembuskan nafas terakhirnya sebelum menyelesaikan kalimatnya.Indra baru saja menyadari kalau dia telah salah paham pada Sarah. Dia buru-buru mendekat ke Sarah untuk minta maaf. Sayangnya apa yang
"Jadi begini kelakuan kalian di belakangku?"Kedua orang yang tengah bercinta itu terkejut bukan main saat kelakuan bej*d mereka diketahui oleh Dicky."Sayang, aku bisa jelasin!"Terbakar amarah, Dicky tak menggubris ucapan istrinya. Dia menarik tubuh anaknya kemudian memukulnya.Sarah cepat-cepat memakai bajunya kemudian mencoba menghentikan Dicky memukuli lelaki yang selama ini digilainya."Sayang, hentikan. Indra bisa mati jika kamu memukulnya terus menerus seperti ini!"Bukan bersimpati mendengar tangis dan permohonan istrinya, Dicky justru makin gelap mata. Di pukulnya wanita yang belasan tahun ini mengkhianatinya tanpa ampun.Indra mencoba bangkit dan melindungi Sarah dengan tubuhnya. Lelaki itu rela menggantikan tubuh Sarah menahan sakit akibat pukulan Dicky. Melihat keduanya yang rela saling berkorban membuat hati Dicky makin hancur."Om, hentikan. Om bisa terkena tindak pidana jika Om terus menyiksa mereka!" tiba-tiba Dewa datang menghentikan Dicky. Awalnya Dicky tak mau meng
"Ndra, kamu tahu temen Putri yang namanya Melly itu tinggal dimana?" tanya Sarah saat dia dan Indra dalam perjalanan mencari Putri.Indra menggeleng."Kenapa memangnya, Tant?" tanya Indra kemudian."Melly kan teman baik Putri. Tante yakin Putri akan menghubungi Melly dan memberitahu keberadaannya kalau dirasanya keadaan sudah aman. Gimana kalau kita sekarang cari Melly dan kita sekap saja dia buat pancing Putri lagi!""Ide bagus, Tant. Tapi gimana caranya kita cari Melly. Aku kenal dia juga enggak!" tanya Indra kemudian."Tanyalah sepupumu, Dewa. Dia pasti tahu. Bod*h banget sih kamu jadi orang." cecar Sarah."Aku bukan bodoh, Tant. Aku cuma enggak mau melibatkan Dewa. Kalau Dewa tau Putri kabur gimana? Dia anak Om Ristian, bahaya banget kalau Om Ristian ngasih tahu Dewa soal hubungan kita!""Ya, jangan sampai dia tahu, dong. Bilang saja sama Dewa, kalau kamu ingin kasih kejutan Putri dengan membawa Melly ke rumah secara diam-diam. Kamu ini enggak mau dibilang bodoh. Tapi, masalah sep
"Ka--kamu yakin mau ikut aku?" tanya Putri seakan tak percaya dengan ucapan Dira barusan."Aku yakin, Mbak. Mbak Putri enggak boleh tinggal sendirian. Bahaya. Kapan saja Tuan Indra dan Nyonya Sarah bisa saja menemukan Mbak Putri." jawab yakin Dira."Tapi, Dir. Aku tak membawa banyak uang. Kapan saja uangku bisa habis kalau aku tak cepat-cepat cari kerja!""Mbak, uang 20juta barusan anggap saja buat bayar gajiku beberapa bulan ke depan. Udah, masalah uang jangan dipikirkan. Aku cuma mau melindungi Mbak Putri. Aku enggak mau Mbak Putri sendirian melawan Nyonya Sarah dan Tuan Indra. Saya memang tak bisa banyak membantu tapi saya akan berusaha melindungi Mbak Putri semampu saya dari kejahatan mereka!"Putri benar-benar merasa terharu dengan kata-kata Dira barusan. Dia berjanji pada Dira akan selalu memperlakukan Dira dengan baik.Jam menunjukan pukul 8 malam. Makan malam telah Dira siapkan. Putri datang awal ke ruang makan untuk melihat keadaan."Mbak, jangan minum air putih disini, ya. I
Pov Author"Kamu sendiri ngapain kesini, Wa. Restoran ini cukup jauh dari perusahaan kamu. Tapi kamu bisa ada disini?" tanya Indra kemudian."Tadi janji ketemuan sama klien di area sini. Pas lewat restoran ini pengin mampir!" jawab santai Dewa."Bisa kebetulan banget, ya. Kamu bukan sengaja ngikutin aku dan Indra kesini, kan?"Sarah mulai berbicara sembarangan. Indra memegang kepalanya, frustasi dengan sikap gegabah Sarah. Pertanyaan Sarah justru bisa membuat Dewa curiga tentang hubungan keduanya."Mengikuti kalian? Apa untungnya?" Dewa terkekeh geli."Ya bisa saja kan Papah kamu yang--""Tant, cukup. Enggak usah mulai lagi nuduh-nuduh orang sembarangan, dech!" kesal Indra. Indra menjadi tak enak dengan Dewa karena tuduhan Sarah. Beberapa saat kemudian seorang pramusaji datang membawa beberapa bungkus makanan pesanan Dewa."Tante Sarah. Aku ke restoran ini karena beli makanan untuk temen-temen aku yang tinggal di area sini. Dulu kami sering nongkrong bareng disini pas SMA. Mumpung dis
Pov Author"Sayang, kepalaku kenapa sakit sekali?" tanya Sarah saat terbangun. Indra semalam memberinya obat tidur dengan dosis agak tinggi jadi ketika dia bangun kepalanya terasa sakit."Kemaren Tante banyak nangis jadi wajar kalau Tante sekarang sakit kepala!"Sarah tersenyum senang saat menyadari Indra tak lagi mendiamkannya."Ka--kamu udah enggak marah sama aku?" tanya Sarah dengan raut wajah sangat senang.Indra menghela nafas panjang mendengar pertanyaan dari Sarah."Jujur aku masih sangat marah dengan perlakuan Tante pada Putri. Tapi aku berpikir enggak ada gunanya lama-lama marah sama Tante!"Sarah yang merasa sangat senang langsung memeluk Indra yang tengah memakai dasinya."Makasih sayang. Aku tahu kamu enggak mungkin bisa lama-lama marah sama aku.""Jangan seneng dulu, Tant. Aku ngelakuin ini agar Tante bersikap baik pada Putri. Kalau aku denger Tante melukai Putri sedikit saja, aku takan segan-segan meninggalkan Tante."Bukan tak marah dan kecewa saat Indra mengancam Sarah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen