Share

3. Foto Mesum

Author: Rich Ghali
last update Last Updated: 2024-02-07 14:53:36

“Jangan, Sya, nanti Tuan Dewa marah.”

Ruri memberikan peringatan agar aku tidak menghadiri acara reuni yang sudah kujanjikan. Namun, rasa memberontak sudah terlalu di puncak kepalaku.

“Kalau gak ada yang ngasih tau, dia gak bakalan tau.” Aku membantah. Tidak ingin mengikuti perintahnya, juga melanggar larangan Dewangga agar tidak keluar rumah.

“Aku gak mau tanggung jawab ya kalau ada apa-apa.” Ia mengancam, berkata lepas tangan jika seandainya nanti terjadi masalah setelah aku keluar rumah.

“Kamu kan punya power di rumah ini, jadi kamu handle yang lainnya biar gak ada yang berani buka suara.” Aku memberikan saran.

“Tuan Dewa itu udah percaya banget sama aku, masa aku khianati kepercayaannya.” Ia terlihat berat untuk melakukan.

“Ayolah, kita bestie kan?” Aku terus merayu agar diberi akses untuk keluar hari ini.

Ruri berdecak kesal, meski ia terlihat enggan untuk mengizinkan, tetap saja ia memberi jalan agar aku bisa keluar. Seluruh pekerja ia panggil untuk berkumpul. Diberinya mereka arahan agar tidak ada yang memberitahu Dewangga jika hari ini aku keluar rumah.

Lelaki itu tampak tegas dan penuh wibawa ketika berhadapan dengan para pekerja, sebab ia yang jadi kelapa pekerja di rumah ini. Tidak ada satu orang pun yang tampak berani membantah ucapannya.

“Kalau nanti aku dipecat gimana?” Ia kembali ke setelan awal setelah para pekerja kembali ke aktivitasnya masing-masing.

Ruri seperti dua orang berbeda. Ia bisa tegas dan manja. Kadang seperti lelaki pada umumnya, yang kekar dan penuh dengan ketegasan. Namun, terkadang kembali ngondek seperti sekarang.

“Tenang, ada aku.” Aku meyakinkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Sebab, aku akan berpihak kepadanya jika nanti Dewangga tahu masalah ini.

“Biar aman, aku temenin ya.” Ia menawarkan diri.

“Gak perlu, acaranya khusus buat para cewek kok. Jadi gak ada yang perlu dikhawatirin.”

“Tapi tetap saja aku khawatir. Kamu itu tanggung jawabku selama Tuan Dewa gak ada.” Ia bersikeras. Pada akhirnya aku mengalah, mengizinkan ia untuk mengantar ke tempat acara. Duduk di meja yang terpisah. Ia mengawasi dari jauh, tidak ikut gabung karena tidak ingin merusak suasana.

Ponsel berdenting, ada satu pesan masuk dari Dewangga sesaat setelah aku tiba di tempat acara.

[Kamu di mana?] Pertanyaan yang entah berapa kali sudah ia kirim sejak ia berangkat kerja.

[Rumah.] Aku berbohong membalas.

[Coba kirim foto.] Ia meminta untuk memastikan.

Aku sudah menebak ini akan terjadi, itulah sebabnya aku mengambil beberapa potret sebelum berangkat, agar Dewangga yakin aku ada di rumah.

Kukirim beberapa foto padanya.

[Seperti biasa, kamu selalu cantik.] Ia memberikan pujian.

Aku hanya menarik napas sebagai respons. Sebab, setiap pujian yang keluar dari mulutnya tidak lagi mampu memberikan getaran pada dada. Hambar. Itu yang kurasakan sekarang. Pernikahan yang belum genap setahun, telah hilang rasa nikmatnya. Apalagi ia enggan untuk memiliki anak. Membuatku semakin tersiksa dalam belenggu pernikahan kami.

“Kenapa, Sya?” Erin bertanya dengan tatapan begitu serius.

Aku mendongak, lalu memasang wajah senyum. “Gak papa.”

“Giselle sudah hamil berapa bulan?” Teman yang lain mulai membuka obrolan.

“Kayaknya bulan depan bakalan lahiran, makanya gak diizinin suaminya buat keluar sendirian. Takut kenapa-napa.” Teman yang lain ikut menimbrung.

“Kamu gak ada niat buat hamil?” Elsa menoleh padaku.

Aku jadi gelagapan harus menjawab apa. Sebab setiap kali berhubungan, Dewangga selalu keluar di luar, ia tidak pernah melakukan pelepasan di dalam.

“Kata Dewa mau menikmati masa-masa pengantin baru dulu.” Aku menjawab dengan sungkan. Memasang wajah senyum dengan terpaksa.

Reuni kali ini terasa begitu berbeda, tidak ada kenyamanan sama sekali. Mungkin karena terlalu lama mendekam di rumah, jarang berinteraksi dengan orang-orang membuatku kehilangan jiwa sosial. Apalagi sejak tadi yang dibahas hanyalah masalah rumah tangga yang menurutku tidak akan pernah ada habisnya.

Ponsel yang berada di atas meja berdering, Dewangga ingin melakukan panggilan video. Kudiamkan benda pipih itu hingga ia berhenti berbunyi.

[Aku lagi istirahat makan siang, angkat. Sebentar lagi aku harus kembali bekerja.] Dewangga kembali mengirim pesan.

[Bentar, Yank. Aku mau pup.] Aku membalas.

[Gak papa, kita ngobrol sambil kamu pup. Waktuku tinggal sebentar.] Pesan balasan kembali masuk.

Entah ini sebuah anugerah atau hukuman. Memiliki suami yang over protektif, selalu memikirkanku di mana pun ia berada, juga tidak ingin istrinya melakukan apa-apa. Ia hanya ingin dilayani di ranjang, itu sudah cukup baginya. Selain itu, biarkan para pekerja yang bekerja.

Ponsel kembali berdering, membuatku semakin tidak bisa menikmati perkumpulan kali ini.

“Suami kamu nelpon itu, angkat!” Elsa berucap setelah ia melirik nama yang tertera di layar.

“Biarin aja.” Aku menjawab dengan cuek.

[Yank.]

[Kamu pup tidak bawa hp?]

Ponsel akhirnya berhenti berbunyi sampai di sana. Namun, menit berikutnya Ruri datang menyusul dengan handphone yang melekat di telinganya.

“Pulang.” Ia memberikan bahasa isyarat agar kami segera pulang.

“Aku balik duluan ya. Masih ada urusan soalnya.” Aku bangkit berdiri, lekas beranjak pergi tanpa menunggu basa-basi salam perpisahan dari mereka.

“Kamu lagi di mana sih?” Dewangga langsung bertanya saat ponsel milik Ruri berpindah ke tanganku.

“Kan udah aku bilang, aku itu ada di rumah.”

“Kok kedengarannya rame?” Ia terdengar curiga.

“Perasaanmu aja kali.” Aku berkilah.

“Aku mau VC sebenarnya, tapi sudah tidak ada waktu. Jam istirahat sudah habis.”

“Kamu kerja aja yang bener, nanti malam kalau mau VC kan masih bisa. Jangan rusak jam kerja kamu cuma buat mikirin aku.”

“Kirimin aku foto miss v kamu sekarang, biar aku semangat kerjanya.” Ia meminta.

Aku tersentak mendengar permintaannya. Sebab, kami tengah berada di mobil sekarang, dengan posisi Ruri yang tengah menyetir di sampingku. Tentu saja aku akan merasa sangat risih jika harus mengambil foto mesum tepat di depan matanya.

“Aku tunggu sekarang.” Ia berpesan sebelum akhirnya ia memutus sambungan.

“Kenapa? Minta foto yang enggak-enggak?” Ruri seakan telah hapal kebiasaan bosnya itu. Selalu benar akan tebakannya.

“Padahal baru tadi malam kami VCS.” Aku berucap dengan kesal.

“Kasih saja, daripada dia jajan di luar, mending dia kecanduan kamu.” Lelaki itu berkomentar.

Ruri ada benarnya juga, lebih baik Dewangga kecanduan akan diriku ketimbang ia kecanduan jajan di luar.

Belum sempat aku mengirim fotoku padanya, ia telah mengirim foto alat vitalnya duluan.

[Aku selalu terangsang kalau mikirin kamu.] Ia mengirim potret senjatanya yang tengah menegang dengan cairan kental di bagian ujung. Air maninya terbuang sia-sia. Harusnya kami akan segera menjadi orang tua jika ia keluar di dalam, sekali saja.

Kupelorotkan celana dalam, lalu mengangkang dan memotret area selangkangan, kemudian mengirim foto padanya.

[Punya kamu selalu menggoda.] Ia selalu saja memberikan pujian untuk hal yang menurutkan sangat menjijikkan. Namun, tetap saja kulakukan.

[Coba kamu colok pakai jari tengah.]

Permintaannya mulai terdengar gila.

[Sakit, sisa waktu itu masih terasa nyut-nyutan.]

[Yasudah, biar aku berfantasi sendiri. Kamu jaga kesehatan. Love you.]

[Love you too.]

“Kamu terangsang gak sih kalau aku kayak gini di deket kamu?” Aku kembali menaikkan celana dalam setelah selesai berbalas pesan dengan Dewangga.

Ruri menghela napas dalam. “Aku lebih terangsang kalau liat Tuan Dewa gak pakai baju.” Ia menjawab dengan tegas, membuatku merasa nyaman untuk melakukan hal vulgar ketika berada di dekatnya. Sebab, ia seorang wanita bagiku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Asep Awaludin
bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hasrat Liar Suamiku    74. Tamat

    Robin jadi jarang di rumah setelah ia menikah. Ia lebih sering tinggal di apartemen bersama Karin. Hanya akhir pekan mereka habiskan waktu di rumah bersamaku. Karin kini telah hamil besar, tinggal menunggu waktu untuk lahiran. Jadi, perhatian Robin terpusat padanya sepenuhnya.Okta sudah mulai bisa duduk, tulangnya sudah terlihat kuat.Dari kabar yang kudengar, Dewa sudah keluar seminggu yang lalu. Namun, ia belum menemuiku seperti janjinya waktu itu. Aku tidak ingin terlalu berharap dengan mengunjungi ia di rumahnya. Biarkan saja waktu yang akan menjawab. Ia akan datang atau tidak untuk kembali melamar.Aku mengajak Okta untuk bersantai di depan teras. Berjemur seraya bermain bersama. Sebuah mobil memasuki halaman. Terparkir di tempat biasanya.Karin dan Robin turun dari mobil. Mereka selalu membawa sesuatu untuk Okta setiap kali mereka berkunjung ke sini. Okta sudah hapal akan itu. Ia selalu girang saat om dan tantenya datang. Ketiaknya selalu ia buka lebar, sebagai pertanda ingin d

  • Hasrat Liar Suamiku    73. Lekas Pulang dan Jemput Aku

    “Dia kena typus.” Dokter berucap setelah memeriksa kondisiku.“Kok bisa?” Robin langsung bertanya dengan nada penuh khawatir.“Sebelumnya aku memang sudah kena typus sehabis melahirkan, kupikir tidak akan kambuh lagi, soalnya sudah diberi suntikan vaksin buat melawan virus typus.” Aku menjelaskan.“Jangan banyak pikiran, tidur yang cukup, makan yang teratur. Biar typusnya tidak kambuh-kambuh lagi.” Lelaki bercoat putih itu memberikan nasihat.“Kamu banyak pikiran karena apa, Sya? Karena Dewa?” Robin langsung bertanya seolah menghakimi.Aku terdiam, dia pikir setelah apa yang terjadi aku tidak ada pikiran sama sekali? Apalagi setelah bertemu dengan Dewa di lapas, aku semakin kepikiran tentangnya. Kurasa tidak ada salahnya jika memberikan lelaki itu satu kesempatan lagi.“Jangan dimarahi, Pak. Nasya itu sedang sakit, biarkan dia istirahat.”Ruri selalu saja menjadi penengah setiap kali aku tengah dimarahi oleh Robin, bahkan ketika dulu masih bersama Dewa, ia selalu menjadi air yang mend

  • Hasrat Liar Suamiku    72. Aku Ingin Rujuk

    “Tunggu sebentar, Saudara Dewa sedang sholat.” Ucapan lelaki berseragam polisi itu membuatku tersentak. Sholat katanya? Sejak kapan Dewa ingat Tuhan? Selama kami menikah, tidak pernah sekali pun aku melihatnya melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba terhadap Tuhannya.Dadaku terasa menghangat. Aku lupa kapan terakhir kali aku sholat. Entah aku masih ingat setiap bacaan sholat. Sudah lama sekali rasanya aku tidak menunaikan kewajiban.Kutatap wajah Okta lamat-lamat. Aku tidak ingin ia hidup sepertiku yang lupa akan Tuhannya. Aku ingin ia tumbuh menjadi anak yang berbakti, tahu tata krama dan budi pekerti. Juga tahu kewajibannya sebagai umat beragama.Okta tersenyum menatap, senyumnya sangat manis meskipun giginya belum ada yang tumbuh. Ia berusaha menggapai-gapai wajahku. Aku ikut tersenyum melihat tingkahnya yang lucu.“Nasya.” Panggilan lembut itu membuatku menoleh pada sumber suara. Aku mematung menatap ia yang tengah mengenakan sarung dan juga kopiah putih penutup kepala. Tern

  • Hasrat Liar Suamiku    71. Bertengkar Dengan Robin

    Pernikahan Robin dan Karin tinggal seminggu lagi. Semuanya sudah dipersiapkan dengan sangat matang. Mereka sudah fitting baju, undangan sudah dicetak, juga sudah bayar uang catering.Beberapa hari ini Ruri selalu datang ke rumah karena permintaan Robin. Katanya ingin membantu mempersiapkan semua keperluan yang masih kurang. Terasa sedikit canggung ketika kami melakukan hal secara bersama-sama.“Okta sudah semakin pintar sekarang.” Ia berucap menatap Okat yang suda belajar tengkurap.Aku hanya tersenyum menatap.“Surat cerai kamu sama Dewa sudah keluar?” Ia menatapku dengan serius.Aku menghela napas dengan berat, “Sudah.”“Nikah yuk, Sya.” Tatapannya semakin serius menatap.Lagi, aku menghela napas dengan berat.“Aku belum siap untuk itu. Kurasa aku tidak akan menikah lagi, mungkin.” Aku menjawab dengan ragu. Memulai hubungan dengan orang baru setelah gagal di hubungan sebelumnya rasanya akan sangat sulit. Aku tidak ingin gagal untuk yang kedua kali.“Aku akan tunggu sampai kamu siap.

  • Hasrat Liar Suamiku    70. Meminta Restu

    “Sya!” Terdengar suara Robin yang memanggil dari arah bawah sana.Aku bangkit berdiri seraya membawa Okta ke dalam gendongan. Beranjak untuk menghampiri sumber suara.Aku berhenti melangkah, terdiam di tempat saat melihat ia membawa Karin ke rumah. Memang, ini rumah miliknya. Terserah ia membawa siapa pun ke sini, itu hak dia. Aku tidak bisa melarang, apalagi hidupku ditanggung oleh dia sepenuhnya.Robin tersenyum menatapku yang berhenti di pertengahan anak tangga. Ia melambaikan tangan agar aku menghampiri mereka di sofa sana. Karin ikut melempar senyuman. Ini pertama kali wanita itu tersenyum padaku. Entah terpaksa atau memang senyum tulus yang ia berikan.“Ayo sini!” Robin kembali memanggil karena aku hanya diam.Aku menghela napas dengan dalam, lalu kembali melangkah menuju mereka. Duduk di sofa berseberangan, berhadap-hadapan dengan mereka berdua.“Aku minta maaf karena sudah salah paham sama kamu selama ini. Aku benar-benar tidak tahu jika kau adiknya Robin. Andai aku tahu lebih

  • Hasrat Liar Suamiku    69. Dia Sedang Hamil

    POV NasyaRobin pulang menjelang sore, tampaknya ia ke kantor terlebih dahulu setelah dari pengadilan negeri. Ia membawa kantung belanjaan di tangannya saat ia kembali.“Dia dihukum setahun, sama denda cuma 50 juta.” Robin memberitahu tanpa kutanya sama sekali.Aku menghela napas dengan berat. Cukup kecewa karena hukumannya sangat singkat. Mengira ia akan dikurung minimal belasan tahun atas apa yang sudah ia perbuat.Robin menghempaskan tubuh di sisi kananku. Ia mulai membuka kantung yang ia bawa.“Tadi di jalan aku nemu ini.” Ia mengeluarkan sepasang sepatu bayi berwarna cokelat dengan corak abu muda. “Pas macet, ngeliat ke jalan nemu orang jualan.” Ia menjelaskan.Aku menarik napas berat. Meski sudah sesayang ini pada Okta, tetap saja aku belum bisa lupa pada Bara. Apalagi Robin sering kali pulang dengan membawa barang bayi.“Di mana Okta?” Ia bertanya seraya menatapku. Seketika raut wajah itu berubah, ia melipat jidat dengan sorot penuh tanya.“Di kamar, lagi tidur.” Aku menjawab s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status