Share

Lebih Kuat dan Berkuasa

Christian menyingkirkan tangan Chelsea yang melingkar di perutnya. Dia keluar dari shower box, lalu mengambil handuk. Pria itu tak memedulikan sang kekasih yang masih berada di kamar mandi. 

“Ck!” Chelsea berdecak kesal. Rasa hati ingin mengeluarkan unek-unek. Namun, dia tak bisa melakukan sesuatu yang lebih dari itu, saat berhadapan dengan Christian. Cinta dan ketertarikan yang terlalu besar terhadap pengusaha muda tersebut, membuatnya merasa lemah. 

Beberapa saat berlalu. Pasangan kekasih itu sudah kembali berpakaian. Pelayan memberitahukan bahwa makan malam telah siap. Seperti biasa. Setiap kali berkunjung ke kediaman Christian, Chelsea pasti menemani pria itu layaknya seorang istri. 

“Maafkan aku, Sayang,” ucap Chelsea, setelah selesai makan malam. 

“Apa kau akan menginap di sini?” tanya Christian. Dia tak menanggapi permintaan maaf kekasihnya. 

“Jika kau tak keberatan,” jawab Chelsea. 

Christian menatap wanita yang sudah dia kencani selama lebih dari satu tahun. Itu merupakan prestasi besar. Selama ini, dirinya tak pernah bertahan lama dengan seorang wanita. “Kemarilah.” Dia merengkuh pundak Chelsea, membawanya dalam dekapan. Christian mengecup lembut kening sang kekasih. 

“Aku mencintaimu, Christian,” ucap Chelsea pelan. 

Christian tak membalas dengan ucapan. Dia kembali mengecup kening Chelsea, lalu mencium punggung tangan wanita itu. Tepat saat dirinya akan menikmati bibir Chelsea, Alfred datang menghadap. 

“Maaf mengganggu, Tuan,” ucap Alfred tak enak. 

“Ada apa?” tanya Christian yang langsung mengubah sikap duduk. Dia melepaskan dekapannya dari Chelsea. 

“James Pearson memaksa ingin bicara dengan Anda,” lapor Alfred sopan.

“Malam-malam begini? Tidak sopan.” Christian setengah menggerutu, seraya mengalihkan perhatian pada sang kekasih. “Pergilah ke kamar. Aku akan segera menyusulmu.”

Sebenarnya, Chelsea ingin tetap berada di sana. Namun, dia tak berani membantah ucapan Christian. Wanita bermata hazel itu beranjak dari kursi, kemudian berlalu meninggalkan ruang kerja sang pengusaha muda. 

Sepeninggal Chelsea, Christian langsung menerima telepon dari James. “Selamat malam, Tuan Pearson."  

“Selamat malam, Tuan Lynch. Aku hanya ingin mengetahui kabar Laura. Izinkan kami bicara sebentar saja,” pinta James tanpa basa-basi. Dia berusaha tetap terdengar tenang, meskipun dadanya bergemuruh hebat mengingat sikap Christian tadi siang. 

“Tidak bisa. Laura sudah tidur. Istriku sangat kelelahan,” tolak Christian segera. 

“Bagaimana jika besok aku datang ke sana?” James memberikan penawaran. Dia begitu mencemaskan kondisi putrinya. 

“Datang saja. Namun, aku tidak ada di rumah.” Christian tersenyum samar. Tampaknya, dia merasa puas karena telah membuat James seperti orang bodoh. “Apakah Anda lupa dengan yang kukatakan tadi siang?”

“Aku akan segera melunasi semua utangku. Setelah itu, ceraikan Laura dan kembalikan dia. Aku tidak rela Laura diperistri pria sepertimu. Kau pasti memperlakukan putriku dengan buruk,” tuding James mulai terpancing. 

Mendengar ucapan ayah mertuanya, Christian hanya tersenyum sinis. Dia merasa bahwa dirinya jauh lebih kuat dan berkuasa bila dibandingkan James Pearson, yang hanya seorang pengusaha biasa. Tentu saja, James tak akan sanggup berhadapan langsung dengan Christian. 

“Lakukan apa pun yang anda inginkan, Tuan Pearson. Satu yang pasti, utang-piutang dan Laura merupakan dua hal yang berbeda. Aku tidak suka menyangkut-pautkan masalah bisnis dengan urusan pribadi. Seharusnya, anda sudah paham akan hal itu.” Christian tetap bersikap tenang. Namun, ucapannya barusan sudah berhasil membuat James terdiam hingga beberapa saat. 

“Apa yang sebenarnya anda inginkan sebenarnya, Tuan Lynch?” tanya James setelah terdiam cukup lama. 

“Aku menginginkan Laura, Tuan Pearson,” jawab Christian lugas. 

“Putriku adalah gadis yang baik. Tolong jangan sakiti dia,” pinta James tulus. 

“Kenapa anda berpikir bahwa aku akan menyakitinya? Bila putrimu merupakan gadis baik-baik, seharusnya tak ada apa pun yang perlu dikhawatirkan. Bukankah begitu?” 

James kembali terdiam. Dia tak mengatakan apa-apa lagi, hingga Christian memutuskan sambungan telepon, lalu mengembalikan alat komunikasi tadi kepada Alfred yang setia menunggu. 

“Apa ada kabar dari Delila?” tanya Christian. 

“Sejauh ini belum ada, Tuan,” jawab Alfred sopan. 

Christian mengangguk, lalu berdiri. “Bila dalam dua hari Delila tidak menghubungimu, datanglah ke sana. Pastikan wanita itu baik-baik saja,” titahnya sebelum berlalu dari hadapan Alfred, yang langsung mengangguk. 

Christian melangkah gagah menuju kamar, di mana Chelsea sudah menunggunya. Saat melewati koridor cukup panjang, pria itu tertegun sejenak. Dia menoleh ke sebuah pintu, yang merupakan kamar bekas Maria. Christian mengalihkan niatnya. Pengusaha tampan tersebut masuk ke kamar itu. 

Beberapa bulan telah berlalu. Kamar mendiang sang adik dibiarkan kosong. Namun, kebersihannya tetap terjaga. Begitu pula dengan foto-foto yang terpajang di dinding. Di antara beberapa foto cantik Maria, terdapat fotonya yang tengah mengenakan gaun pengantin bersama sang suami.

“Sudah kukatakan bahwa aku akan melakukan apa pun untukmu. Tak masalah bila harus berbuat dosa, asalkan rasa sakit yang selama ini kau alami terbayar lunas, Maria. Akan kubuat wanita itu merasakan semua penderitaan yang membuatmu harus mengakhiri hidup.” 

Christian mengepalkan tangan. Seluruh amarah terkumpul di sana, tetapi tak dapat dia lampiaskan. Rasa sayang terhadap sang adik begitu besar sehingga membuat dirinya merasa bersalah. Dia tak bisa menjadi pelindung yang baik. Christian telah melanggar janji terhadap kedua orang tuanya. 

Sesaat kemudian, pria itu melangkah ke dekat bufet dengan laci di kiri dan kanan. Christian membuka salah satunya. Dari sana, dia mengambil sebuah buku catatan yang ditulis langsung oleh Maria. Di dalam lembaran buku tadi, terdapat foto yang sudah lusuh. Dalam foto itu, ada sepasang pria dan wanita yang tengah berciuman. Foto tersebut diambil dari jarak yang cukup jauh. Christian membalik foto tadi. Di belakangnya terdapat tulisan ‘Laura Pearson’.

Gemuruh dalam dada sang pengusaha muda tersebut kian menggebu. Tak ingin makin dikuasai amarah, dia meletakkan kembali foto itu dalam lembaran buku. Setelah menyimpan ke dalam laci, Christian memutuskan keluar, melanjutkan langkah menuju kamarnya. 

Di sana, Chelsea sudah menunggu dengan hanya mengenakan pakaian dalam. Wanita cantik bertubuh sintal tersebut langsung menyambut kehadiran sang kekasih. “Bagaimana, Sayang?” tanyanya, seraya mengajak Christian ke tempat tidur. Dia mendudukkan pria itu, kemudian membelai wajah, dada, serta perut kekasihnya. 

“Tidak ada yang penting,” jawab Christian. 

“Kau terlihat kesal,” ucap Chelsea, yang sudah memahami setiap ekspresi serta bahasa tubuh sang pujaan hati. 

Christian menoleh sekilas pada wanita cantik di sebelahnya, sebelum mengarahkan pandangan lurus ke depan. Christian memilih diam. 

Melihat sang kekasih tidak bergairah, Chelsea hanya tersenyum. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Wanita berusia dua puluh lima tahun tersebut naik ke tubuh Christian, lalu duduk di pangkuannya. “Laura Pearson telah membuatmu sangat marah. Aku akan memberikan saran jitu yang pasti berhasil” ucapnya diiringi senyum nakal. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status