Share

Bab 3 Tawanan

Author: Penulis Hoki
last update Huling Na-update: 2025-08-21 16:19:37

Saat Anna tersadar, para pelayan kini sedang membersihkan tubuhnya. Ia pikir setelah sarapan ia bisa melarikan diri, tapi tidak. Malam pertama itu terus terulang setiap malam. Tubuhnya dehidrasi karena tak banyak makan dan juga minum.

Damien harus bekerja ekstra untuk melembapkan tubuh Anna agar semuanya berjalan lancar, menggunakan lidah, permainan tangan, dan pelumas agar Anna tak kesakitan. Damien takkan melepaskan Anna begitu saja.

Baginya, siapa pun yang telah masuk ke dalam kehidupannya, takkan ia biarkan keluar membawa segudang rahasianya.

Anna yang sering sekali tejaga ketika malam. Ia menatap langit-langit kamar yang terasa seperti jeruji penjara. Setiap malam ia tidur dengan Damien, dan tak bisa pergi ke mana-mana.

Pagi itu saat ia mencoba membuka pintu kamar, dua penjaga berbadan kekar sudah menunggunya di koridor. Tanpa seragam, tapi jelas bukan pelayan biasa. Salah satu dari mereka menatapnya. “Tuan Damien meminta Anda sarapan di ruang makan pukul delapan. Kami harap tidak mencoba keluar rumah.”

Anna membeku. “Dan kalau aku tidak mau?”

“Tidak ada pilihan lain,” jawab pria itu datar.

Ia menutup pintu kembali. Saat itu, Anna menyadari betapa dalam ia terperangkap. Ini bukan rumah, ini istana penjara.

Pukul delapan kurang sepuluh, Anna duduk di meja makan panjang, mengenakan gaun biru pucat. Rambutnya diikat, matanya merah karena kurang tidur. Ia mencoba tampil setenang mungkin. Damien datang dua menit kemudian, dengan setelan santai berwarna gelap. Ia menyapa Anna sambil tersenyum, lalu duduk di ujung meja.

Mereka makan dalam diam. Anna tak bisa menahan diri lagi. “Aku ingin mengajukan pembatalan pernikahan,” katanya pelan.

Damien memotong rotinya dengan tenang. “Lucu. Padahal kau sendiri yang bersedia menikahiku dengan gaun putih dan senyum tipis di altar minggu lalu.”

“Aku tidak pernah benar-benar ingin ini terjadi.”

“Aku tahu itu,” jawab Damien. “Tapi sayangnya, kita sudah menandatangani surat legal. Kau adalah istriku, Anna. Suka ataupun tidak.”

“Aku akan bicara dengan pengacaraku,” Anna bersikeras.

“Silakan.” Damien tersenyum, seperti serigala yang baru mengunci mangsanya. “Pengacaraku ada lima. Masing-masing bekerja untuk memastikan kau tak bisa pergi ke mana-mana tanpa izinku.”

Anna menegang, napasnya terhenti.

“Aku tidak akan menyakitimu. Aku akan memberimu segalanya. Apa pun yang kau mau, perhiasan, buku, baju, taman pribadi, bahkan studio lukis,” kata Damien, suaranya nyaris lembut.

“Tapi aku…” bisik Anna.

“Mau kembali ke ibumu?” Damien bangkit perlahan. “Selama kau belum berhasil menjalankan misimu, kabarmu tak penting lagi baginya.”

Anna merasa berada di mimpi buruk yang dibungkus emas. Ia diperlakukan seperti putri, makanannya lezat, kamarnya nyaman, tamannya indah. Tapi semua itu palsu. Setiap kali ia mencoba kabur, penjaga selalu muncul. Ponselnya terkunci, hanya bisa menghubungi nomor yang disetujui. Damien benar-benar mengurungnya dalam kemewahan.

Malamnya, Anna berdiri di balkon, memandangi lampu kota. Ia merindukan Lucian, atau mungkin, hanya kebebasan. Pintu kamarnya terbuka. Damien masuk, membawa secangkir teh.

“Kau tidak tidur?” tanyanya pelan.

Anna menggeleng.

“Aku juga tidak bisa tidur jika belum menyentuhmu.” Damien duduk, menatap langit malam.

“Kenapa kau menahanku seperti ini?” bisik Anna. “Kau bilang tidak mencintaiku. Tapi kau memperlakukanku seperti tawanan.”

Wajah Damien tenang, tapi matanya berubah. “Karena kau berbahaya, Anna. Bukan untukku. Tapi untuk dirimu sendiri.”

“Apa maksudmu?”

Damien meneguk tehnya. “Aku tidak akan membiarkanmu kembali pada pria yang menyuruhmu menjual diri demi dendam seorang wanita tua yang bukan ibumu.”

Anna menegang. “Kau tidak tahu apa-apa tentang aku—”

“Aku tahu cukup banyak untuk tidak melepaskanmu ke dunia yang akan menghabisimu.”

Dengan kalimat itu, Damien bangkit dan berjalan ke pintu. Sebelum keluar, ia menoleh, “Tidurlah, Anna. Kau butuh tenaga setiap malamnya. Aku berencana membuatmu jatuh cinta padaku lebih dulu… dengan cara yang akan membuatmu menyesal pernah ingin kabur.”

Pintu tertutup. Anna sadar, ia bukan tawanan biasa. Ia adalah tawanan yang sedang dijinakkan oleh raja yang tahu cara bermain.

Anna tetap tak mau menyerah, ia mulai menghitung waktu. Kapan penjaga berganti, siapa yang mengantar makanan, berapa kali Damien mengetuk pintu. Ia menghafalkan semua pola itu. Ia tidak ingin tinggal, tidak ingin menjadi tawanan dengan mahkota. Pernikahan ini seharusnya hanya sandiwara, tapi terasa semakin nyata.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 86 Pertarungan fajar

    Jam digital di dinding ruang kerja baru Damien menunjukkan pukul 22.17. Enam jam terasa seperti enam detik.Atmosfer di ruangan itu telah berubah. Ini bukan lagi markas pemulihan. Ini adalah pusat komando untuk sebuah operasi yang mustahil. Markus berdiri di depan papan tulis digital, yang kini menampilkan denah lantai bandara dan foto file Rudi yang buram."Dia gila," kata Damien. Dia tidak lagi duduk. Dia mondar mandir di ruangan, bahunya yang terluka tegang karena adrenalin, menolak untuk menunjukkan rasa sakit. "Mengirimmu ke sana. Aku tidak akan mengizinkannya.""Kau tidak punya pilihan," balas Anna.Dia sudah siap. Dia tidak lagi mengenakan piyama atau jubah kasmir. Dia mengenakan celana panjang hitam praktis, sepatu bot datar, dan blus sutra gelap di bawah mantel wol panjang. Dia terlihat ramping, kuat, dan berbahaya. Dia tampak seperti bayangan."Rudi adalah pengecut," lanjut Anna, suaranya stabil. "Dia takut padamu. Dia takut pada Markus. Tapi aku... aku adalah Nyonya Damien

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 85 Enam jam

    Desember tiba, membawa udara yang lebih sejuk dan rasa normal yang menipu.Di rumah bata merah di puncak bukit, sebuah rutinitas baru telah terbentuk. Itu adalah rutinitas yang tenang, dijaga ketat, dan didedikasikan untuk satu hal: pertumbuhan.Anna duduk di kursi dekat jendela di ruang tamu, meringkuk di bawah selimut kasmir. Sinar matahari pagi menerpa halaman, dan untuk pertama kalinya, dia tidak melihat bayangan di setiap pohon. Di pangkuannya bukan novel. Itu adalah buku tebal berjudul Apa yang Diharapkan Saat Anda Hamil. Dia membacanya dengan konsentrasi seorang sarjana."Kau tahu," katanya ke ruangan yang sepi, "rupanya mual di pagi hari itu pertanda baik. Itu berarti kadar hormonnya tinggi.""Aku akan mencoba mengingatnya," suara Damien terdengar dari seberang ruangan.Dia tidak sedang bekerja. Atau, setidaknya, dia tidak sedang bekerja seperti dulu. Dia duduk di sofa yang berhadapan dengan Anna, laptop di pangkuannya. Alih alih data pasar saham, dia sedang meneliti... sistem

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 84 Rumah diatas puing

    Satu minggu setelah suara tembakan terakhir.Sebuah sedan Mercedes lapis baja hitam, tidak lagi terburu buru, melaju pelan menyusuri jalanan pinggiran kota yang tenang. Ini adalah dunia yang berbeda. Dunia pepohonan ek tua, halaman rumput yang baru dipangkas, dan anak anak yang bermain di trotoar.Anna menatap ke luar jendela. Dia belum pernah berada di bagian kota ini. Rasanya... asing. Normal."Kita hampir sampai," kata Damien pelan dari sampingnya.Dia tidak duduk di kursi pengemudi. Lengan kirinya terikat erat di dadanya dengan gendongan medis profesional, kemeja hitamnya sengaja dibuat longgar agar pas. Dia masih pucat, rasa sakit yang konstan terlihat jelas di matanya. Markus yang mengemudi, dengan satu mobil pengawal lagi mengikuti di belakang.Mobil berbelok ke jalan masuk pribadi yang tersembunyi di balik pagar tanaman tinggi. Dan di sana, di puncak bukit kecil yang menghadap ke lembah, berdirilah rumah itu.Itu bukan penthouse. Itu bukan benteng kaca dan baja.Itu adalah seb

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 83 Diantara puing

    Udara malam yang dingin terasa seperti tamparan di wajah, bersih dari asap, tetapi penuh dengan suara sirene yang menusuk.Anna tersandung keluar dari ramp garasi, menopang hampir seluruh berat badan Damien. Lengan pria itu yang sehat melingkari lehernya, sementara tangan kirinya yang hancur berlumuran darah, tergantung lemas. Kemeja hitam yang Damien kenakan kini basah kuyup oleh darahnya sendiri, menempel di tubuhnya."Hampir... sampai," desis Damien, giginya terkatup.Tapi Anna tahu dia tidak akan berhasil. Dia bisa merasakan tubuh Damien yang berat semakin merosot."Damien! Tetap bersamaku!" teriak Anna, kakinya gemetar. "Kumohon!"Di depan mereka, pemandangan itu seperti zona perang yang nyata. Mobil polisi, pemadam kebakaran, dan ambulans memblokir seluruh jalan. Lampu merah dan biru berputar, memotong kegelapan, menerangi wajah wajah ngeri para penonton yang ditahan di belakang barikade.Gedung safe house itu kini menjadi obor. Api menjilat dari jendela lobi dan, yang mengerika

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 82 Bang!

    Garasi parkir bawah tanah itu dingin dan senyap. Sangat kontras dengan neraka yang meraung di lobi di atas mereka. Satu satunya suara adalah tetesan air yang jatuh dari pipa sprinkler dan dengungan rendah lampu neon yang berkedip di kejauhan. Udara berbau beton basah dan asap yang samar.Damien membuka pintu tangga darurat dengan perlahan, celah demi celah. Pistol teracung.Dia memindai. Kiri. Kanan. Kosong.Hanya ada deretan mobil mewah yang diparkir, tertutup lapisan tipis debu dan jelaga."Dia di sini," bisik Damien. Dia menarik Anna keluar dari tangga, membiarkan pintu tertutup pelan di belakang mereka. "Markus dan timnya akan membuat keributan di atas. Itu memberi kita... mungkin tiga menit.""Tiga menit untuk apa?" bisik Anna, memegang pistolnya erat erat. Benda itu terasa berat dan dingin."Untuk menemukannya sebelum dia menemukan kita."Damien bergerak. Dia tidak berlari. Dia bergerak seperti predator. Menyelinap dari satu pilar beton ke pilar beton berikutnya, menggunakan mobi

  • Hasrat Pria Lumpuh   Bab 81 Kau siap?

    Atap itu adalah neraka yang berangin.Bilah bilah rotor helikopter berputar melambat, whup... whup... whup, suaranya seperti detak jantung monster yang sekarat. Hujan gerimis dan asap dari granat asap di lobi bercampur menjadi kabut yang menyesakkan. Di bawah mereka, suara tembakan otomatis terdengar seperti popcorn yang meledak tanpa henti."Kau tetap di sini." Suara Damien serak, penuh adrenalin."Seperti neraka aku akan tetap di sini!" balas Anna. Dia sudah membuka ranselnya, mengeluarkan pistol kedua yang berat dan dingin."Anna, kau tidak tahu cara...""Kau mengajariku," kata Anna, suaranya gemetar tapi tegas. Dia memeriksa magazen dengan tangan yang basah. "Di pernikahan pertama kita. Kau bilang seorang istri harus tahu cara melindungi dirinya sendiri. Aku ingat." Dia berhasil memasukkan magazen itu dengan bunyi klik yang memuaskan. "Dan sekarang... aku punya sesuatu untuk dilindungi."Dia menepuk perutnya yang rata, sebuah gestur yang kini terasa nyata dan menakutkan.Damien me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status