LOGIN"Lepas gaunmu, Anna. Segera!" perintah Damien. "Ka-kau tidak lumpuh?" Anna terkejut. "Lumpuh?? bahkan memaksamu untuk mengandung anakku pun, aku kuat lakukan itu sampai pagi!" "A-anak?" --------------------------------- Anna terpaksa menerima perjodohan dan menikahi seorang pria lumpuh demi membalaskan dendam ibunya, tetapi saat malam pertama... Damien ternyata tidak lumpuh dan memaksa Anna untuk melakukan kewajibannya sebagai istri. Padahal Anna berniat menceraikannya setelah mendapatkan apa yang ia mau.
View MoreDi dalam kamar yang hening, Anna berdiri kaku di depan cermin besar, membiarkan gaun satin putih gadingnya memantulkan cahaya. Ia memegang kotak kecil merah muda berisi pil pengaman, hatinya diliputi keraguan. Gaun pengantin yang seharusnya membuatnya bahagia justru terasa berat, seperti beban yang tak sanggup ia pikul.
"Aku tidak mau hamil dari pria lumpuh itu," gumamnya pada diri sendiri. Ini hanya pernikahan palsu, sebuah skenario balas dendam Vivienne Aldric, wanita yang mengadopsinya 15 tahun lalu. Tidak ada cinta, tidak seharusnya ada malam pertama.
Saat ia hendak membuka kotak itu, suara sepatu hak tinggi yang familiar memecah keheningan. Aroma parfum mawar yang selalu ia benci menguar, disusul kemunculan Vivienne. Wanita itu menatap tajam ke arah kotak yang coba Anna sembunyikan.
"Apa itu yang kau minta dari dokter pribadi kita pagi ini?" tanya Vivienne sinis.
Anna tak menjawab, hanya mencoba bersikap tegar. Vivienne mendekat, menyentuh bahunya, dan berbisik dingin, "Tidak mungkin kau hamil, Anna. Calon suamimu itu lumpuh. Badannya saja tak bisa berdiri sendiri, apalagi 'burungnya'?"
Wajah Anna memerah karena malu dan marah. Ia merasa seperti bidak dalam permainan kotor ini. "Tapi untuk berjaga-jaga tidak ada salahnya, Mom," bisik Anna.
Vivienne memotongnya, "Tidak ingin menuruti kata ibumu? Atau tidak ingin melihat wajah pria itu lebih dari satu malam?"
Anna menunduk karna tak punya jawaban.
"Kau harus mengingat satu hal, Anna," kata Vivienne, "keluarga Sinclair menghancurkan hidupku. Ayah Lucien meninggalkanku, dan sekarang, anaknya harus membayar perbuatan kedua orangtuanya."
Anna sudah muak mendengar cerita itu. Ia memejamkan mata, memikirkan Lucian, kakak angkat sekaligus kekasihnya yang berjanji akan menunggunya. "Lucien tahu, bukan? Tentang pernikahan ini?"
"Tentu saja," jawab Vivienne. "Dia yang menyuruhku jangan terlalu menekanmu. Anak itu terlalu bodoh." Ia mendekat lagi, berbisik di telinga Anna, "Aku yang menyelamatkanmu. Jangan lupakan siapa yang membesarkanmu jadi siapa dirimu hari ini."
Kata-kata itu bagai belenggu. Anna akhirnya menyerah. "Baik. Aku akan menikah dengannya. Tapi tolong... jangan bicarakan soal tubuhnya lagi. Itu... tidak pantas."
Vivienne tersenyum sinis dan keluar. Anna duduk di kursi, menatap bayangannya di cermin. Ia nyaris tak mengenali dirinya sendiri. Bibirnya bergetar, tapi air mata tak juga jatuh.
"Lucien, kau janji ini cuma sebentar. Kumohon... jangan buat aku menyesal. Kumohon sabarlah menungguku," bisiknya. Jauh di lubuk hatinya, ia merasa malam ini adalah awal dari kehancurannya sendiri.
***
Pernikahan Anna dan Damien Sinclair berlangsung di sebuah kapel tua. Dingin, kaku, tanpa bunga atau musik. Langkah Anna terasa berat menuju altar, di mana Damien sudah menunggu di kursi roda hitam. Tatapan mereka bertemu. Mata Damien tajam dan misterius juga tanpa senyuman.
Saat pendeta bertanya, Damien sempat terdiam beberapa lama, membuat semua orang cemas, sebelum akhirnya berucap, "Saya bersedia."
Giliran Anna. "Saya... bersedia," jawabnya, mengingat semua alasan palsu di balik pernikahan ini untuk balas dendam, untuk Vivienne, untuk Lucien, bukan untuk cinta.
Janji suci terucap, namun ciuman tak terjadi. Damien hanya mendekat dan berbisik, "Kau terlihat sangat cantik."
Di dalam mobil pengantin, Damien memecah keheningan. "Aku tidak tahu kenapa kau mau menikahiku, Anna Valleria."
Anna membeku seketika.
"Aku tahu cerita masa lalu ibumu bahkan aku tahu tentang kau dan Lucien."
"Kau... memata-matai aku?" tanya Anna tak percaya.
"Tidak perlu," jawab Damien datar. "Ibumu sudah bicara terlalu banyak pada orang-orang yang salah. Dunia ini kecil, Anna. Apalagi dunia orang kaya yang berpura-pura bahagia."
Anna merasa terhimpit.
"Kau menikahiku untuk alasan yang salah," lanjut Damien, "tapi... aku akan memanfaatkan itu."
"Apa maksudmu?" bentak Anna.
"Kau ingin membayar utangmu pada ibumu, bukan? Maka bayar juga padaku," ucapnya dengan senyum miring. "Dengan menjadi tawanan."
"Aku bukan bonekamu, jadi kau tidak berhak mengaturku." kata Anna.
"Tidak," sahut Damien, "tapi mulai malam ini, kau adalah milikku. Dan aku akan menyentuh apa pun yang menjadi milikku."
Mobil berhenti di mansion Sinclair. Pintu terbuka. Sebelum Anna sempat lari, Damien berdiri dari kursi rodanya. Tegak, stabil, tanpa bantuan siapapun dan apapun.
Anna menatapnya seperti melihat hantu. "Kau... kau tidak lumpuh?"
Damien tersenyum penuh kemenangan. "Oh, Anna. Permainan ini bahkan belum dimulai."
---TBC---
Panggilan itu ditutup.Damien dan Anna berdiri di ruang kerja yang gelap dan sunyi, terputus dari dunia.Mereka telah memenangkan setiap pertempuran. Melawan Lucien. Melawan Bianca. Melawan Reno. Melawan Rudi.Dan mereka baru saja kalah dalam perang.Anna berjalan pelan kembali ke Damien. Dia tidak menangis. Matanya kering dan berkilat karena amarah yang dingin."Jadi... itu," katanya. "Kita... budaknya."Damien tidak menjawab. Dia hanya menatap dinding kosong."Damien?""Tidak," katanya. Suaranya begitu pelan, Anna nyaris tidak mendengarnya."Apa?""Tidak." Damien berbalik. Wajahnya bukan lagi wajah pria yang kalah. Itu adalah wajah pria yang baru saja didorong ke tepi jurang, dan memutuskan untuk melompat."Kita tidak akan menjadi budaknya," katanya."Lalu apa yang akan kita lakukan?" teriak Anna putus asa. "Dia akan merilisnya! Kita tidak punya pilihan!""Kita punya satu," kata Damien.
INTRUSION DETECTED.SISTEM TERKUNCI.Layar di depan Damien berkedip merah, lalu hitam.Hening.Dan kemudian, di speaker komputer mereka yang telah dibajak, tawa dingin Rachelle bergema di ruang kerja yang sunyi."Bayi ajaib. Cerita yang sangat manis. Kalian pikir... kalian benar benar bisa mengalahkanku?"Koneksi terputus.Damien tidak bergerak. Dia hanya menatap layar hitam.Anna, yang berdiri di sampingnya, merasa seluruh darah di tubuhnya telah berubah menjadi es. Dia bisa merasakan mual yang naik, tapi itu bukan mual kehamilan. Itu adalah teror murni.Dia melihatnya. Rachelle telah melihatnya. USG yang asli."Dia tahu," bisik Anna, suaranya nyaris tak terdengar. "Dia tahu kita berbohong. Dan dia tahu... kita tidak berbohong."Paradoks itu menggantung di udara. Rachelle sekarang memiliki kedua kebenaran. Kebohongan tentang keguguran. Dan kebenaran tentang kehamilan yang nyata. Dia memegang pisau
Ruang kerja baru Damien telah menjadi pusat komando yang beroperasi dua puluh empat jam. Cangkir kopi yang sudah dingin memenuhi meja. Papan tulis digital menyala dengan diagram alur dan profil psikologis. Tapi targetnya bukan lagi Lucien. Targetnya adalah Rudi Acker."Aku tidak peduli," kata Damien, suaranya serak karena kurang tidur, berbicara di telepon amannya. "Aku ingin berada di ruangan itu."Dia mendengarkan sejenak, wajahnya mengeras. "Apa maksudmu 'protokol federal'? Aku memiliki gedung sialan itu! Bukan... Lupakan. Siapkan."Dia menutup telepon dan memijat pangkal hidungnya.Anna mengawasinya dari sofa. Dia belum tidur. Mual di pagi harinya kini bercampur dengan mual karena ketegangan. "Mereka tidak mengizinkanmu masuk," katanya. Itu bukan pertanyaan."Pengacaraku bilang," kata Damien, suaranya tegang, "bahwa seorang warga sipil tidak bisa begitu saja... menginterogasi... seorang tahanan federal yang sedang menunggu persidangan atas pencurian berlian senilai sepuluh juta do
Dua minggu sejak fajar di teras, saat mereka membakar hard drive laknat itu. sejak mereka pikir mereka bebas.Kini, rumah bata merah di atas bukit itu terasa berbeda. Itu bukan lagi tempat perlindungan. Itu telah menjadi gelembung kaca yang indah, sebuah akuarium di mana kehidupan mereka dipajang untuk satu penonton yang tak terlihat.Di luar gelembung itu, dunia sedang merayakannya.Minggu lalu, rilis pers "Bayi Ajaib" telah meledak. Itu adalah cerita yang sempurna. Tragedi, duka, dan kemudian keajaiban. Telepon berdering tanpa henti. Hadiah hadiah mulai berdatangan dari klien dan anggota dewan. Bunga, mainan bayi yang mahal, keranjang hadiah mewah.Ibu Rina, yang telah mereka pekerjakan kembali sebagai pengurus rumah (setelah dia lulus pemindaian keamanan paling ketat dalam sejarah), menangis bahagia saat membukanya."Lihat, Nyonya," katanya pagi itu, suaranya bergetar. Dia mengangkat satu set selimut kasmir putih kecil. "Dunia... mereka ikut berbahagia untuk Anda. Setelah semua yan
Anna berjalan sendirian menyusuri jalan masuk yang panjang. Lampu keamanan yang hangat menerangi jalannya. Di belakangnya, gerbang besi tempa yang berat menutup dengan bunyi dentang pelan dan final.Dia menghela napas. Udara malam yang dingin terasa bersih. Itu adalah napas pertama yang dia ambil, sejak Lucien kembali ke dalam hidupnya, yang tidak terasa seperti mencuri udara.Dia mendorong pintu depan kayu ek yang berat itu.Damien sedang menunggunya.Dia berdiri di ruang depan yang remang remang. Dia telah melepas mantelnya. Dia hanya mengenakan kemeja linen hitam, lengan bajunya digulung, memperlihatkan lengan kanannya yang kuat dan lengan kirinya yang penuh bekas luka. Dia telah menuang dua gelas anggur.Dia tidak mengatakan apa apa. Dia hanya menatapnya.Anna menjatuhkan mantelnya ke lantai. Tablet berisi bukti melawan Takeda telah hilang, diserahkan kepada Rachelle. Laptop berisi rekaman kamar tidur mereka... telah dihapus.Itu... sudah selesai.Anna berjalan melintasi lantai ka
Ruang kerja di rumah baru itu terasa seperti bom yang belum meledak. Pukul 07.31 pagi.Damien menatap Anna yang sedang tertidur di sofa. Dia tertidur di tengah kekacauan, kelelahan murni karena kehamilan dan stres akhirnya mengalahkannya. Damien belum tidur. Dia hanya menatap layar komputernya.Kirim dia. Sendirian.Permintaan Rachelle bergema di kepalanya. Itu adalah jebakan yang jelas. Sebuah jebakan yang sangat cerdas.Anna bergerak, mengigau pelan. Dia tampak begitu rapuh. Dan di dalam dirinya... ada kehidupan. Kehidupan mereka.Damien berjalan ke sofa dan menyelimutinya, gerakannya kaku karena bahunya yang sakit. Dia tidak akan pernah mengirimnya. Dia akan menemukan cara lain. Dia akan melawan Takeda. Dia akan menemukan Rachelle. Dia akan meruntuhkan dunia jika perlu. Dia tidak akan pernah menempatkannya dalam bahaya.Saat itulah mata Anna terbuka. Dia tidak terbangun perlahan. Dia tersentak bangun, seolah merasakan ketegangan di ruangan itu."Apa," katanya, suaranya serak. "Ada






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments