“Aku gak mau nikah, apalagi punya anak. Kamu tahu kan aku ini model papan atas yang dituntut untuk selalu tampil sempurna? Jadi, aku gak bisa menerima tawaranmu ini.”
Bibir bervolume dipoles gincu merah menggoda itu baru saja melontarkan sebuah penolakan terpedas yang dirasakan oleh pria di depannya. Alex Alison, pria tampan kaya raya dengan segala pesona yang ia miliki mampu memikat hati wanita manapun yang melihatnya, tak terkecuali Dea. Model papan atas yang namanya sedang menjadi perbincangan publik karena kepiawaian dalam berpose juga berakting di depan kamera. “Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, aku permisi,” kata Dea kemudian beranjak dari tempatnya. “Kamu menolakku hanya karena pekerjaan?” kata Alex menahan niat Dea untuk pergi. Setelah lama bungkam akhirnya Alex buka suara. Sebelah tangannya yang tergeletak di atas meja terkepal erat menahan malu dan gengsi yang dirampas habis akibat penolakan wanita di hadapannya. Dea mengangguk penuh rasa yakin, kemudian berkata, “ya, karirku lebih penting dibandingkan harus mengorbankan diri bergumul dengan urusan rumah tangga yang melelahkan. Aku pergi dulu.” Alex termangu, pandangannya tak lepas dari sosok yang kini melangkah semakin menjauh. Lekukan tubuh bak gitar spanyol milik Dea selalu berhasil membuatnya gila. Hanya dengan mencium aroma parfum Dea saja, fantasi Alex langsung melalang buana pada bayangan dirinya dan Dea bergulat di atas ranjang. Tetapi, imajinasinya kini dibuyarkan oleh penolakan yang baru saja Dea layangkan untuknya. Lima tahun perjuangan Alex untuk mendapatkan wanita itu berujung sia-sia ketika ia melihat sorot penuh yakin dari tatapan wanita pujaannya. Geram karena dipermalukan, meski tak ada satupun yang peduli dengan perbincangan mereka di restoran ini, harga diri Alex terlalu tinggi. Penolakan adalah sebuah hinaan baginya. Dan Dea secara terang-terangan telah melakukannya. “Kamu pikir dengan menolakku, masalah akan selesai sampai disitu, Dea? Lihat saja aku akan membalas semuanya!” ujar Alex bermonolog. Tatapannya masih terpaku ke arah daun pintu restoran yang tadi menyambut kedatangan mereka. Di tengah kemelut amarah yang membuncah, sebuah ide tiba-tiba muncul di kepalanya. Alex merogoh saku jasnya mencari benda pipih multi fungsi untuk meraih seseorang dalam satu jentikan jari. “Ya, halo?” Terdengar sahutan dari seberang telepon, senyum Alex mengembang saat menyadari rencananya bisa segera terealisasi. “Gue butuh bantuan lo,” kata Alex terus terang. Senyum licik muncul di wajahnya yang tampan bak dewa dari kerajaan. “Apa?” Reza, orang yang berada di balik sambungan telepon yang terhubung dengan Alex saat ini bertanya bingung. Tanpa buang waktu lagi, Alex menjelaskan maksud dan tujuannya pada sahabatnya itu hingga ke detail diiringi senyum licik yang memgembang di wajah Alex. Keesokan harinya, meski sudah mendapatkan penolakan dari Dea, Alex masih gencar mendekati wanita itu. Apalagi situasi saat ini sangat mendukung bagi Alex untuk menjalankan rencananya. Mobil mewah milik Alex berhenti di lobi salah satu rumah sakit di daerah Jakarta Selatan. Ia sengaja menelpon Dea dan meminta wanita itu untuk menemaninya menjenguk salah satu rekan sejawat mereka yang sakit. Kehadiran dua insan yang terlibat cinta bertepuk sebelah tangan itu menjadi sorotan orang-orang yang berlalu lalang di rumah sakit. Kecantikan dan ketampanan yang dimiliki Alex dan Dea tak ubahnya sebuah bentuk keajaiban tangan Tuhan yang paling sempurna. Paras memikat dan pekerjaan yang kian melesat kerap kali membuat kehidupan mereka menjadi sumber kedengkian orang lain karena dianggap terlalu sempurna. Namun, di balik itu, tak banyak yang tahu bagaimana jatuh bangun perjuangan Alex untuk meraih hati wanita cantik berusia 27 tahun yang kini bersamanya. “Alex, kamu bisa pergi lebih dulu. Aku ingin ke toilet sebentar,” kata Dea tiba-tiba menghentikan langkahnya. “Oh, tidak apa. Aku akan menunggu kamu di sini,” balas Alex dengan senyum paling tulus yang ia miliki. Dea tak ambil pusing, ia melangkah menuju toilet yang tak jauh dari tempat mereka. Kini, waktunya Alex menggencarkan rencananya. Kembali ia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Reza. “Halo, dia sekarang ada di toilet. Dia memakai dress marun. Pastikan semuanya dilakukan dengan penuh pengawasan. Ingat, Reza. Gue gak mau ada kesalahan sedikitpun,” ucap Alex memperingati sahabatnya yang juga berprofesi sebagai dokter. Tak sabar menunggu hasil rencananya, Alex menyeringai licik. Tak peduli sekeras apapun Dea menolaknya, wanita itu akan tetap jatuh ke tangan Alex meski harus menggunakan cara paling keji sekalipun. Di dalam toilet wanita, seorang gadis baru saja keluar dari salah satu bilik setelah menuntaskan hasratnya. Ia berjalan ke arah wastafel di depannya. Membilas wajah lelah yang belakangan dipaksa untuk menunjukkan senyum palsu di hadapan banyak orang. Selesai membilas wajahnya yang basah dengan tisu, tiba-tiba seseorang dari arah belakang merengkuh tubuhnya yang mungil sambil membekap mulut gadis itu. “Mmpph!! Shiapah khamu?” katanya sambil meronta. Segala kekuatan ia kerahkan agar terlepas dari situasi bahaya yang mengancamnya. “Diamlah! Ikut aku sekarang!” ucap seorang pria yang dengan masker dan pakaian petugas medis. Dalam hitungan detik, pergerakan gadis itu melemah. Efek obat yang sudah dibubuhi di atas sapu tangan yang menutup mulutnya. Tubuh wanita itu dibawa menuju ruangan lain di rumah sakit ini. Direbahkan di atas brankar dan dibiarkan terkulai lemas di sana. Reza membuka masker yang menutupi wajahnya sejak beberapa waktu lalu, permintaan sahabat sekaligus bosnya itu kerap kali membuat Reza geleng-geleng kepala. Tak membuang waktu, ia langsung mengerahkan seluruh fokusnya untuk melakukan anestesi. Sebagai dokter kandungan, bukan hal asing baginya untuk melakukan hal ini. Tiba saatnya sebuah cairan sperma milik Alex harus ditransfusi ke dalam rahim wanita di hadapannya melalui kateter halus dan sekian banyak prosedur yang harus ia lakukan. “Beres sudah, tinggal menunggu hasilnya,” kata Reza puas. Akhirnya ia bisa menuntaskan pekerjaannya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Alex. Pintu ruang bedah tiba-tiba terbuka, muncul Alex dengan wajah sumringah penuh harap setelah Reza mengabari pria itu untuk menemuinya. “Bagaimana? Lo melakukannya dengan benar, kan? Pastikan setelah ini dia positif hamil benih gue,” kata Alex puas. Ia penasaran dengan kondisi Dea yang belum sadarkan diri di balik tirai penyekat. “Gue sudah melakukannya sesuai dengan instruksi lo. Kalau kondisi rahimnya bagus, hasilnya akan seperti yang lo inginkan. Gila Lo! Gue gak nyangka lo bisa punya pikiran sepicik itu untuk menaklukan seorang wanita,” protes Reza. Selama rencana mereka berjalan, Reza kerap kali menahan napas dan memohon ampun pada Tuhan karena mengikuti ide gila sahabatnya. “Itu balasan untuk dia yang sudah menginjak harga diri gue sebagai laki-laki. Lo tenang saja, nama lo gue jamin bersih.” Alex melangkahkan kakinya menuju brangkar yang ditutupi oleh tirai setinggi langit-langit. Hendak memastikan seseorang yang ada di sana sebentar lagi akan menjadi ibu dari benih yang sudah ditanamkan Reza di rahim wanita itu. Srek… Tirai terbuka, menampakkan sosok wanita mengenakan dress marun sesuai arahannya pada Reza tadi. Namun, raut wajah Alex seketika berubah pias ketika melihat siapa wanita yang kini tergolek lemas di atas brankar. “Za! Lo apakan dia?!” pekik Alex tanpa mengalihkan pandangannya dari wanita itu. “Seperti yang lo minta tadi, gue sudah menanamkan benih lo di rahim dia,” balas Reza mendekat. Deg!Alex setia berdiri di balik pintu ruang model yang sengaja disiapkan khusus untuk Dea latihan berpose atau apapun yang berhubungan dengan profesi tercintanya. terdengar dua sejoli yang begitu akrab tengah berusaha saling meyakinkan satu sama lain."Dia pikir, dia bisa mengkhianatiku. Jangan salah, Dea. Aku bisa lebih keji dari iblis paling jahat di muka bumi ini. Ini semua aku lakukan karena aku mencintaimu," gumam Alex di balik tempat persembunyiannya.Belakangan Alex tahu skandal yang sedang terjalin diantara dalah satu kolega sekaligus komisaris agensi modeling tempat wanita pujaannya bernaung, setelah kejadian penyerangan yang menimpanya kemarin."Pak Alex, ada telepon dari Bu Alea."Suara Narco seketika merubah suasana menyenangkan yang tengah Alex selami menjadi suasana yang menjengkelkan ketika telinganya mendengar satu nama yang mengusik kenyamanannya. Alex mendengus kesal, melayangkan tatapan intimidasi atas kecerobohan sikap sang asisten karena telah menyebutkan satu-satinya
‘Mas, kamu mau kemana? Bukannya kamu mau temani aku cek kandungan?” ucap Alea dari arah dapur ketika melihat Alex yang menuruni anak tangga dengan langkah terburu-buru. Tubuh tegapnya sudah sudah dibalut kemeja dan jas formal. Sedangkan sebelah tangannya menjinjing tas tangan pria dengan merek terkenal. Terlihat formal namun santai. “Batalkan jadwalmu hari ini. Aku ada urusan kantor mendadak,” balas Alex santai sambil mengancingkan pergelangan tangannya. Alex terkesan acuh dengan kehadiran Alea disana . Bahkan tak sedetikpun dirinya melirik sang istri yang termangu dalam suasana hati yang buruk. “Tapi, mas, kamu kan sudah janj—“ “Kamu dengar apa yang aku ucapkan tadi ‘kan Alea? Kalau kamu tidak bisa membatalkannya, kamu kan bisa pergi sendiri,” seloroh Alex dengan nada tinggi. Ekspresi yang sebelumnya hangat berubah menyeramkan seiringan dengan emosi Alex yang tersulut. Setelah memastikan penampilannya sempurna, Alex berbalik menghadap sang istri. Di depannya, Alea berdiri dengan
“Jadi, apakah kamu mau mengambil tawaranku untuk kedua kali?” Pertanyaan Alex dilontarkan dengan penuh percaya diri sekaligus mampu mengintimidasi Dea yang mematung di hadapannya.Wanita itu melemparkan pandangan penuh kebencian. Lagi-lagi otaknya memutar ulang kejadian empat tahun lalu dimana Dea bertekuk lutut dan mengikuti permainan Alex demi peningkatan karirnya di industri hiburan.Alex yakin wanita pujaannya ini tak akan memiliki pilihan lain selain mengikuti kkemauannya. Seharusnya Dea lah yang tahu diri dalam situasi saat ini.“Kalau kamu menolak, aku akan menyebarkan semua rahasiamu selama ini. Termasuk rahasia tentang kita,” ucap Alex mengulang kembali kalimatnya empat tahun lalu.“Kamu gila, Lex. Semua cara kamu lakukan demi mendapatkanku. Kamu sudah dikuasai oleh ambisimu sendiri.” Dea berkelakar. Kedua tangannya terkepal erat menahan emosi. Hal itu tak lepas dari pandangan Alex yang memindai tatapan dari ujung kaki hingga ujung kepala.“Ya, aku gila karenamu. Aku rela mel
"Mas Alex, minum dulu, mas," pekik Alea kaget melihat refleks sang suami.Napas Alex tercekat seolah nyawanya berada di ujung tenggorokan. Terlalu kaget dengan akan pertanyaan mamanya barusan. Alex mengulurkan tangannya menerima segelas air putih dan meminumnya hingga tandas."Terima kasih," ucap Alex dengan nada dingin. Alea menurut, ia menarik dirinya kembali ke tempat duduk. Gestur sepasang suami istri itu tak luput dari perhatian Mila sebagai orang yang paling dituakan di sana. Secercah perasaan curiga muncul dalam benak wanita dengan kacamata berbingkai emas itu."Baru ditanya masalah malam pertama, kagetnya sampai begitu, Lex. Apalagi kalau mama tanya masalah cucu. Coba, bagaimana perkembangan calon anak kalian?" Seolah tak peduli dengan respon yang ditunjukkan anaknya tadi, Mila kembali melayangkan sebuah pertanyaan yang langsung membuat tubuh Alex menegang.Ya, Alex tidak pernah mengetahui secara pasti tentang perkembangan janin di dalam kandungan Alea. Semua fokusnya hanya te
Dua cangkir kopi panas yang asapnya masih mengepul menjadi saksi kediaman Alex sejak setengah jam lalu. Pria itu bergeming dengan sekelumit pikiran yang kini memenuhi kepalanya.Di depannya, Reza menatap bingung pada sang sang sahabat yang mode diamnya sedang aktif-aktifnya. Membiarkan Alex sibuk dengan dunianya sendiri namun tetap memastikan kediamannya tak menimbulkan curiga.Selama itu pula Reza memperhatikan gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Alex.“Mau sampai kapan lo melamun? Kalau masih lama lebih baik gue pulang dulu. Nanti kalau lo sudah selesai gue balik lagi,” cibir Reza.Tepat setelah kalimat itu berakhir, separuh kesadaran Alex mulai pulih. Ia menatap nanar pada Reza yang kini menetapnya dengan pandangan penuh tanya.“Sampai kapan di Sydney?” Alex bertanya tiba-tiba. Mengabaikan cibiran Reza sebelumnya.Berita kepergian Dea cukup mengguncang mental Alex saat ini. Ia tidak menyangka Dea memilih jalan instan untuk menjauhinya. Berdalih pekerjaan, wanita itu bertandang ke ne
Suara berat milik Alex di telinga Alea terdengar begitu menggoda. Alex telah dilahap oleh gairahnya sendiri sehingga ia tak peduli lagi siapa wanita di hadapannya sekarang. Dalam satu kali tarikan, Alea telah jatuh ke dalam pelukan pria itu. Degup jantungnya yang berdetak tak karuan, membuat deru napasnya cepat dan naik turun.Alex tahu istrinya gugup, tetapi, dialah yang memulai semuanya.“Saat kamu mulai menggodaku, kamu harus menyelesaikannya,” ucap Alex lagi.Sedangkan Alea, mati-matiab dia bertekad untuk mempertahankan dinding kokoh yang ia bangun susah payah. Berusaha tak terintimidasi oleh godaan Alex karena sejujurnya, ia hanya menggoda pria itu tadi. Dengan bibir bergetar, tiba-tiba Alea mengucapkan sepatah kalimat yang langsung membuat Alex mati kutu.“Aku akan menyelesaikannya, tapi tolong jawab pertanyaanku dengan jujur. Wanita yang kamu sebut namanya ketika bersama Reza waktu itu siapa, mas?”Deg!“Apakah dia cinta pertamamu?”Jeder!Dua pertanyaan Alea bagaikan petir di