Alex mengalihkan pandangannya pda Reza dengan gerakan kaku. Kini dirinya bagaikan seorang mayat hidup yang tak bisa menerima kenyataan yang ada.
Sedangkan Reza, pria itu sama sekali belum mengerti situasi yang tengah terjadi. Dengan polosnya ia berkata, “Gue melakukan apa yang lo perintah. Dia wanita yang lo maksud ‘kan?” kata Reza. Kedua tungkai yang menopang tubuh Alex seketika lemas. Berbagai bayangan kemungkinan muncul di kepalanya. Ia menggeleng lemah dengan wajah mendung. “Bukan dia cewek yang gue maksud,” ucapnya hilang gairah. Membayangkan benihnya tumbuh di rahim wanita itu seketika membuat sekujur tubuh Alex meremang. Benihnya tumbuh di rahim yang salah. Satu kalimat yang cukup mampu menghantam mental Alex saat ini. “Alex, apa yang kamu lakukan di sini?” Deg! Sebuah suara yang sangat Alex kenali tiba-tiba muncul dari arah luar ruangan. Ia menoleh dan mendapati Dea melangkah masuk menghampirinya. “Dea?” “Ya, kenapa kamu di sini? Siapa dia?” Pandangan Dean mengarah pada sosok wanita yang terkulai lemas di atas ranjang pesakitan. Kemudian balik memandang Alex dengan tatapan bingung. “Bukan siapa-siapa. Aku menemukannya pingsan di lorong rumah sakit tadi. Jadi aku membawanya ke mari,” ucap Alex beralasan. Tak mungkin ia mengatakan yang sebenarnya terjadi pada targetnya sendiri. Alex memindai pandangannya ke arah Dea, dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Dea terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. “Oh, baguslah. Aku mencarimu dari tadi. Apakah kita jadi menjenguk kolega kita?” Alex mengangguk cepat, sejujurnya, ia bahkan hampir lupa dengan tujuan awalnya. “Ya, ayo kita pergi.” Sebelum melangkah pergi, Alex melemparkan tatapan penuh arti pada sahabatnya, Reza yang paham dengan arti tatapan itu mengangguk. “Apa kamu mengenal wanita tadi? Aku lihat kamu begitu mengkhawatirkannya.” Pertanyaan Dea yang begitu tiba-tiba membuat semua isi kepala Alex buyar. Sejak keluar dari ruangan Reza, sekelumit rasa gelisah terus mendera. Ia telah melakukan kesalahan atas rencananya yang mengorbankan masa depan orang lain. “Tidak, aku tidak mengenalnya.Seperti yang aku bilang, aku menemukannya di lorong rumah sakit,” balas Alex setenang mungkin. Selang beberapa waktu, Alex kembali ke ruangan tempat Reza menjalankan misi mereka tadi. Ia berpisah dengan Dea setelah menjenguk salah satu kolega yang dirawat di rumah sakit miliknya ini. “Gue gak habis pikir, bagaimana lo bisa salah orang, Za? Kalau sudah begini gue harus tanggung jawab!” Alex mengamuk ketika ia sudah masuk ke dalam ruangan itu. Tanpa memperdulikan korbannya yang masih tak sadarkan diri. “Gue sudah menjalankan rencana sesuai arahan lo. Lo hanya bilang wanita incaran itu memakai dres marun. Saat itu, hanya dia yang ada di toilet wanita dengan warna dres yang lo maksud,” ujar Reza membela diri. Seketika Alex kehilangan kata. Membayangkan dirinya berada posisi Reza saat itu tentu Alex akan melakukan hal yang sama. “Enggh…” suara lenguhan terdengar dari arah brankar. Dua pria yang tengah terlibat baku hantam itu seketika membisu seraya mengalihkan pandangan mereka ke arah suara. “Eengh, ah!” Wanita itu mencoba bangkit dari posisinya. Sambil sebelah tangannya memegangi kepala yang terasa berat. Alex dan Reza tertegun, sekian lama tak sadarkan diri, akhirnya wanita itu membuka dua kelopak mata indah miliknya. “Siapa kalian?” Sebuah pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak wanita itu. Satu per satu orang yang ada di sana ia telisik dengan tatapan sayu namun penuh kecurigaan. “Kamu sudah bangun? Kamu pingsan di koridor rumah sakit tadi. Seseorang membawamu kemari untuk diperiksa,” kata Reza setengah berbohong. Ucapannya terdengar meyakinkan. “Pingsan?” “Kamu hamil. Aku tahu kekasihmu tidak ingin bertanggung jawab.” Alex menyela. Ia melangkah mendekat ke brankar. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana jeans yang ia pakai. Alex bia melihat pupil mata wanita itu yang membesar ketika melihatnya. Tanda sebuah ketertarikan ditujukan padanya. “Hamil? Bagaimana bisa? Seingatku aku sedang berada di toilet tadi.” Wanita dengan rambut sebahu itu mencoba mengingat kapan terakhir kali ia masih sadarkan diri. Namun, otaknya tak bisa mengingat apapun dengan jelas saat ini. “Kamu hamil anak kekasihmu, aku menemukanmu tergeletak di lorong rumah sakit dengan wajah frustasi. Setelah diperiksa, kamu memang sedang mengandung. Apalagi kalau bukan karena kekasihmu lepas tanggung jawab hingga membuatmu seperti ini,” ucap Alex memaparkan jawaban yang telah ia siapkan sebelumnya. Bukan Alex namanya jika tidak mempersiapkan segala hal dengan sangat detail. Sebelum kembali ke ruangan Reza, Alex sudah menyuruh tangan kanannya untuk menyelidiki wanita itu. Sebuah informasi baru yang menyatakan, wanita itu pernah tidur beberapa kali dengan sang kekasih. Dan kini, kekasih wanita itu diketahui selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Terlihat perubahan raut wajah wanita itu. Seraya menggelengkan kepalanya lemah, “gak mungkin. Gue gak mungkin hamil!” ucap wanita itu histeris. Melihat korban salah sasarannya frustasi akan keadaan, Alex tak tega. Bagaimanapun, ia adalah pria normal yang masih memiliki empati. “Persiapkan dirimu, kita akan menikah besok.” “Apa?!” Reza dan wanita itu terkejut secara bersamaan. Respon yang mereka berikan sangat kompak satu sama lain. “Kamu tak punya pilihan. Kamu tidak bisa membesarkan anak itu sendiri, bukan?” kata Mario. “Aku belum siap menikah. Lagi pula aku tidak mengenalmu,” balas wanita itu. Dari sorot matanya, rasa takut dan curiga mendominasi. Alex mengerti, tak mudah bagi wanita itu untuk menerima keadaan. “Lebih baik tidak siap menikah dibandingkan tidak siap membesarkan anak sendirian,” tandas Alex yang langsung membuat wanita itu bungkam. Dalam hatinya, sejujurnya Alex hanya sedang berusaha mempertanggungjawabkan kesalahan yang sudah ia buat. Cepat atau lambat benihnya akan segera tumbuh di rahim wanita itu, dan Alex tidak akan membiarkan calon anaknya menderita. Reza berada diantara dua kubu yang bertolak belakang. Tak menyangka Alex akan mengambil langkah sejauh ini. Ia mendekatkan tubuhnya, berbisik di telinga Alex, “apa lo yakin? Kita tidak mengenal wanita ini. Bagaimana jika dia hanya memanfaatkan situasi?” Alex melirik sekilas pada sahabatnya, ia pun membenarkan ucapan Reza barusan, namun, Alex sudah memikirkannya matang-matang. “Lo gak perlu khawatir. Gue bisa mengurus semuanya. Gak seperti lo, urusan begini saja ciut!” “Sekali lagi, gue hanya mengikuti instruksi.” “Apa yang kalian bicarakan?” Obrolan Alex dan Reza terhenti ketika suara wanita itu mulai mendominasi. “Tenang saja, nona. Dia akan bertanggung jawab atas kesalahan yang kekasihmu lakukan. Daripada kamu mengharapkan kekasihmu, lebih baik kamu terima tawaran sahabatku ini,” ucap Reza menunjuk ke arah Alex. “Aku akan bertanggung jawab dan membantumu menutupi aib. Besok kita akan menikah. Hari ini, tolong bawa aku untuk menemui orang tuamu. Omong-omong. Aku belum mengenalkan diriku padamu. Kenalkan, aku Alex Alison. Pemilik rumah sakit ini,” kata Alex diselingi senyuman yang langsung menambah tingkat ketampanan pria itu.Alex setia berdiri di balik pintu ruang model yang sengaja disiapkan khusus untuk Dea latihan berpose atau apapun yang berhubungan dengan profesi tercintanya. terdengar dua sejoli yang begitu akrab tengah berusaha saling meyakinkan satu sama lain."Dia pikir, dia bisa mengkhianatiku. Jangan salah, Dea. Aku bisa lebih keji dari iblis paling jahat di muka bumi ini. Ini semua aku lakukan karena aku mencintaimu," gumam Alex di balik tempat persembunyiannya.Belakangan Alex tahu skandal yang sedang terjalin diantara dalah satu kolega sekaligus komisaris agensi modeling tempat wanita pujaannya bernaung, setelah kejadian penyerangan yang menimpanya kemarin."Pak Alex, ada telepon dari Bu Alea."Suara Narco seketika merubah suasana menyenangkan yang tengah Alex selami menjadi suasana yang menjengkelkan ketika telinganya mendengar satu nama yang mengusik kenyamanannya. Alex mendengus kesal, melayangkan tatapan intimidasi atas kecerobohan sikap sang asisten karena telah menyebutkan satu-satinya
‘Mas, kamu mau kemana? Bukannya kamu mau temani aku cek kandungan?” ucap Alea dari arah dapur ketika melihat Alex yang menuruni anak tangga dengan langkah terburu-buru. Tubuh tegapnya sudah sudah dibalut kemeja dan jas formal. Sedangkan sebelah tangannya menjinjing tas tangan pria dengan merek terkenal. Terlihat formal namun santai. “Batalkan jadwalmu hari ini. Aku ada urusan kantor mendadak,” balas Alex santai sambil mengancingkan pergelangan tangannya. Alex terkesan acuh dengan kehadiran Alea disana . Bahkan tak sedetikpun dirinya melirik sang istri yang termangu dalam suasana hati yang buruk. “Tapi, mas, kamu kan sudah janj—“ “Kamu dengar apa yang aku ucapkan tadi ‘kan Alea? Kalau kamu tidak bisa membatalkannya, kamu kan bisa pergi sendiri,” seloroh Alex dengan nada tinggi. Ekspresi yang sebelumnya hangat berubah menyeramkan seiringan dengan emosi Alex yang tersulut. Setelah memastikan penampilannya sempurna, Alex berbalik menghadap sang istri. Di depannya, Alea berdiri dengan
“Jadi, apakah kamu mau mengambil tawaranku untuk kedua kali?” Pertanyaan Alex dilontarkan dengan penuh percaya diri sekaligus mampu mengintimidasi Dea yang mematung di hadapannya.Wanita itu melemparkan pandangan penuh kebencian. Lagi-lagi otaknya memutar ulang kejadian empat tahun lalu dimana Dea bertekuk lutut dan mengikuti permainan Alex demi peningkatan karirnya di industri hiburan.Alex yakin wanita pujaannya ini tak akan memiliki pilihan lain selain mengikuti kkemauannya. Seharusnya Dea lah yang tahu diri dalam situasi saat ini.“Kalau kamu menolak, aku akan menyebarkan semua rahasiamu selama ini. Termasuk rahasia tentang kita,” ucap Alex mengulang kembali kalimatnya empat tahun lalu.“Kamu gila, Lex. Semua cara kamu lakukan demi mendapatkanku. Kamu sudah dikuasai oleh ambisimu sendiri.” Dea berkelakar. Kedua tangannya terkepal erat menahan emosi. Hal itu tak lepas dari pandangan Alex yang memindai tatapan dari ujung kaki hingga ujung kepala.“Ya, aku gila karenamu. Aku rela mel
"Mas Alex, minum dulu, mas," pekik Alea kaget melihat refleks sang suami.Napas Alex tercekat seolah nyawanya berada di ujung tenggorokan. Terlalu kaget dengan akan pertanyaan mamanya barusan. Alex mengulurkan tangannya menerima segelas air putih dan meminumnya hingga tandas."Terima kasih," ucap Alex dengan nada dingin. Alea menurut, ia menarik dirinya kembali ke tempat duduk. Gestur sepasang suami istri itu tak luput dari perhatian Mila sebagai orang yang paling dituakan di sana. Secercah perasaan curiga muncul dalam benak wanita dengan kacamata berbingkai emas itu."Baru ditanya masalah malam pertama, kagetnya sampai begitu, Lex. Apalagi kalau mama tanya masalah cucu. Coba, bagaimana perkembangan calon anak kalian?" Seolah tak peduli dengan respon yang ditunjukkan anaknya tadi, Mila kembali melayangkan sebuah pertanyaan yang langsung membuat tubuh Alex menegang.Ya, Alex tidak pernah mengetahui secara pasti tentang perkembangan janin di dalam kandungan Alea. Semua fokusnya hanya te
Dua cangkir kopi panas yang asapnya masih mengepul menjadi saksi kediaman Alex sejak setengah jam lalu. Pria itu bergeming dengan sekelumit pikiran yang kini memenuhi kepalanya.Di depannya, Reza menatap bingung pada sang sang sahabat yang mode diamnya sedang aktif-aktifnya. Membiarkan Alex sibuk dengan dunianya sendiri namun tetap memastikan kediamannya tak menimbulkan curiga.Selama itu pula Reza memperhatikan gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Alex.“Mau sampai kapan lo melamun? Kalau masih lama lebih baik gue pulang dulu. Nanti kalau lo sudah selesai gue balik lagi,” cibir Reza.Tepat setelah kalimat itu berakhir, separuh kesadaran Alex mulai pulih. Ia menatap nanar pada Reza yang kini menetapnya dengan pandangan penuh tanya.“Sampai kapan di Sydney?” Alex bertanya tiba-tiba. Mengabaikan cibiran Reza sebelumnya.Berita kepergian Dea cukup mengguncang mental Alex saat ini. Ia tidak menyangka Dea memilih jalan instan untuk menjauhinya. Berdalih pekerjaan, wanita itu bertandang ke ne
Suara berat milik Alex di telinga Alea terdengar begitu menggoda. Alex telah dilahap oleh gairahnya sendiri sehingga ia tak peduli lagi siapa wanita di hadapannya sekarang. Dalam satu kali tarikan, Alea telah jatuh ke dalam pelukan pria itu. Degup jantungnya yang berdetak tak karuan, membuat deru napasnya cepat dan naik turun.Alex tahu istrinya gugup, tetapi, dialah yang memulai semuanya.“Saat kamu mulai menggodaku, kamu harus menyelesaikannya,” ucap Alex lagi.Sedangkan Alea, mati-matiab dia bertekad untuk mempertahankan dinding kokoh yang ia bangun susah payah. Berusaha tak terintimidasi oleh godaan Alex karena sejujurnya, ia hanya menggoda pria itu tadi. Dengan bibir bergetar, tiba-tiba Alea mengucapkan sepatah kalimat yang langsung membuat Alex mati kutu.“Aku akan menyelesaikannya, tapi tolong jawab pertanyaanku dengan jujur. Wanita yang kamu sebut namanya ketika bersama Reza waktu itu siapa, mas?”Deg!“Apakah dia cinta pertamamu?”Jeder!Dua pertanyaan Alea bagaikan petir di