ログイン“Masih ingat kembali kamu, Olivia?”Olivia yang baru memasuki kamar penginapan langsung disambut dengan pertanyaan sinis dari Sean. Olivia pun memilih diam. Dia melangkahkan kaki, meletakkan tas dan menuju ke arah sofa. Dia tidak mau mempedulikan Sean yang terlihat sedang menahan emosi. “Pagi sudah sarapan dengan Simon. Sampai malam baru kembali. Apa Ini yang kamu sebut pasangan suami istri?”Olivia membuang nafas kasar. Dia benar-benar kesal dengan tingkah Sean yang suka seenaknya sendiri. Dia kembali malam menjadi masalah untuk pria itu, tapi kalau Sean yang kembali, dia harus berpura-pura seolah tidak terjadi apapun. Dia bahkan harus menutupi kebohongan pria itu di hadapan kedua orang tuanya. “Kamu mendengarkan ucapanku atau tidak, Olivia!” bentak Sean dengan penuh amarah. Dia bahkan langsung membanting gelas yang berada di dekatnya. Olivia tersentak kaget. Dia tidak menyangka kalau Sean akan semarah ini. Padahal semalam pria itu juga bersama dengan Elsa, tetapi dia tetap baik-b
Elsa membuang nafas kasar. Dia melongok ke arah jalannya di depannya, menanti seseorang dengan perasaan cemas. Entah Sudah berapa kali dia mengalihkan pandangan, terasa tidak tenang sama sekali. Hingga dia melihat siluet yang sejak tadi ditunggunya, membuat Elsa tersenyum dengan penuh kelegaan. “Akhirnya dia datang,” ucap Elsa. Tidak pernah dia sesenang ini melihat kehadiran Olivia di hadapannya. Dia bahkan sempat takut kalau wanita itu akan menolak ajakannya untuk bertemu.Sedangkan Olivia yang sudah memasuki sebuah cafe langsung menuju ke arah Elsa berada. Ekspresi wajahnya sama, datar dan tidak bersahabat. Olivia bahkan tidak menunjukkan senyumnya sama sekali. Setiap kali Elsa mengejarnya bertemu adalah untuk membicarakan hal yang tidak menyenangkan. Jadi, rasanya Olivia enggan datang. Hanya saja, kali ini berbeda. Olivia ingin tahu apalagi yang dikatakan Elsa untuknya. Setelah kejadian pagi tadi, ada hal apalagi yang harus didengarnya? Apakah seperti sebelum-sebelumnya, di mana
“Simon benar-benar sudah kurang ajar. Dia berani mempermalukanku di depan umum. Aku akan membalasnya setengah ini.”Sean yang sudah berada di kamar semakin merasa kesal setiap kali mengingat perlakuan Simon terhadapnya. Baginya, Simon hanyalah anak dari seorang penggoda yang tidak diharapkan untuk lahir ke dunia. Jadi, tidak seharusnya Simon menentangnya. Ujung kukunya bahkan terasa tidak setara dengan Simon. Sean merasa bahwa dirinya begitu tinggi sampai siapapun tidak bisa mengusiknya.“Semua ini pasti ulahnya. Dia yang membuat Olivia berani menentangku sekarang. Padahal dulu jelas-jelas dia selalu mengekor dan tidak pernah melawan aku sama sekali. Aku yakin Simon yang mengajarinya,” ucap Sean kembali. Elsa yang berada di sebelah Sean hanya diam. Dia membersihkan sedikit darah yang keluar dari sebelah bibir Sean. Meski sesekali pria itu mendesis pelan, tetapi Elsa tetap membersihkannya. Dia juga masih mendengar Sean yang terus saja mengomel. “Mereka benar-benar sudah keterlaluan.
“Itu karena mamamu yang sudah menggoda papaku. Waktu itu mamaku memang belum bisa mengandung, tapi mamamu mengambil kesempatan melahirkan anak kurang ajar seperti.”Anak kurang ajar katanya? Simon hanya terdiam dan menganggukkan kepala kecil. Beberapa kali dia menyesap bibir, seakan sedang menahan emosinya. Tapi hal itu tidak berlangsung lama karena setelahnya Simon melayangkan tinjunya.Buk.Sean yang mendapat pukulan tepat di pipi kanannya langsung terdorong dengan kedua mata melebar. Dia terkejut mendapat pukulan tidak terduga itu. Rahangnya terasa sakit karena ulah Simon kali ini. “Kamu berani memukul?” Sean menatap tidak terima. Dia bukan orang lemah yang bisa ditindas begitu saja. “Memangnya kamu siapa Sampai aku tidak berani memukul?” Simon balik bertanya, “jangankan memukulmu. Membunuhmu sekarang pun aku berani! Aku sudah muak mendengarmu yang selalu meremehkanku. Asal kamu tahu, di sini bukan mamaku yang menggoda, tetapi mamamu yang tidak tahu diri dan merusak rumah tangga
“Kalau makan pelan-pelan, Olivia. Tidak akan ada yang merebutnya darimu.”Olivia hanya melihat Simon mengambil sisa makanan di bibirnya pun Lana terdiam. Tetapi dia mengulum senyum. Simon selalu saja bisa memanjakannya. Bahkan pria itu terasa begitu mudah membuat jantungnya bekerja dua kali lipat dari biasanya. “Kalau kamu suka, aku akan mengajakmu makan di sini selama masih di sini,” kata Simon lagi. Olivia tersenyum lebar. Dia tidak masalah mau sampai kapanpun Simon mengajaknya datang ke tempat tersebut, tetapi Olivia merasa akan bermasalah dengan Sean. Pria itu pasti akan mengintrogasinya. Apalagi akhir-akhir ini Sean seperti ingin tahu aktivitasnya saja. “Kamu tidak menjawab. Apa kamu tidak suka tempat ini? Kamu tidak suka dengan makanannya?” tanya Simon. Olivia langsung menggelengkan kepala dan menjawab, “Aku suka. Hanya saja sepertinya tidak bisa setiap hari.”“Kenapa?” Simon mengerutkan kening dalam. Dia merasa bingung dan bertanya-tanya. Kalau memang suka, kenapa tidak dat
“Maaf, kamu menunggu terlalu lama, ya?”Olivia yang baru sampai di hadapan Simon langsung memasang raut wajah memelas dan meminta maaf. Dia benar-benar tidak sengaja membuat pria itu menunggu. Semua karena ulah Sean yang sempat menahannya. Namun, di luar ekspektasi. Simon bahkan tidak terlihat marah sama sekali. Pria itu mengulurkan tangan dan mengelus puncak kepala Olivia sembari menjawab, “Tidak. Aku juga baru datang belum lama ini.”“Kalau begitu, Ayo kita makan. Aku sudah lapar,” kata Olivia. Simon pun menganggukkan kepala. Dia meraih jemari Olivia dan menggenggam erat. Ingin sekali rasanya dia melakukan hal itu tepat di hadapan Sean. Kalau saja Olivia tidak pernah melarangnya, dia ingin melakukan hal itu setiap hari. Setidaknya dia ingin menunjukkan bahwa dia jauh lebih mampu membahagiakan Olivia dibandingkan pria itu. “Kamu mau di sini sampai kapan?” tanya Olivia. “Sampai kamu pulang,” jawab Simon. Olivia yang mendengar mengerutkan kening dalam. Dia langsung menghentikan la







