LOGIN“Apa yang kamu lakukan di sini, Tiara?”Tiara yang saat itu sedang menikmati pemandangan sekitar langsung mengalihkan pandangan ketika mendengar suara yang tidak asing untuknya. Bibirnya tersenyum lebar ketika melihat Jehan yang datang. Rasanya begitu lega karena kedua orang tuanya mau membiarkan sahabatnya itu main ke rumah. Sejak beberapa hari setelah pembatalan perjodohan, kedua orang tuanya tidak mengizinkan Tiara bertemu siapapun. “Jehan, akhirnya kamu datang,” ucap Tiara dengan penuh kelegaan. Dia yang awalnya duduk di pinggir jendela langsung turun dan mendekap tubuh sahabatnya.“Kamu baik-baik saja?” tanya Jehan ketika melihat penampilan Tiara yang terkesan Tidak seperti biasanya. Wanita yang selalu berpenampilan anggun dan rapi itu, kini terlihat jauh lebih berantakan. Mendengar pertanyaan sahabatnya, Tiara langsung membuang nafas kasar. Dengan malas dia menjawab, “Aku bahkan sudah hampir gila berada di rumah ini. Kalau saja hari ini kamu tidak datang, Mungkin aku akan lomp
Simon meringis kecil ketika merasakan bagian bibir yang sedikit luka diolesi alkohol. Beberapa luka juga Mulai diobati. Padahal selama ini tidak ada yang bisa melukai tubuhnya, tetapi sekarang malah dia terluka karena ulah dari Sean. “Sekarang tahu kalau luka itu sakit, kan? Makanya kalau ada yang berniat melukaimu, kamu harus melawan. Jangan seperti tadi yang cuma main-main saja,” omel Cakra. Padahal dia yang baru saja dihubungi langsung datang secepat kilat, takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dengan Simon.Namun, pria itu malah seperti menyerahkan diri sendiri. Simon menghajar Sean tidak sungguh-sungguh. Cakra cukup tahu kalau Simon tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Tidak perlu melihat lebih dulu. Aku sudah berteman dengan Simon cukup lama. Dia cukup tahu seperti apa kemampuan sahabatnya dalam berkelahi. “Kamu tenang saja, ini hanya luka ringan. Sebentar lagi pasti sembuh,” ucap Simon. Cakra membuang nafas kasar. Dia merasa kecemasannya benar-benar seperti tidak b
Simon langsung menghindar ketika pria di depannya mulai menyerang. Dia yang hanya seorang diri langsung melangkah menjauh. Sayangnya serangan demi serangan terus saja mengerangnya. Simon juga sudah berusaha untuk melawan. Hingga salah satu anak buah Sean mengeluarkan pisau dan mengarahkan ke arah Simon berada. Beruntung, Simon dengan cepat menyingkir. Meski pada akhirnya lengan sebelah kirinya sedikit tersayat. “Sial,” gerutu Simon. “Malam ini Kami tidak akan membiarkanmu pergi dengan selamat,” ucap salah satu anak buah Sean.Simon yang mendengar langsung membuang nafas kasar. Padahal selama ini dia yang terkenal kejam dan juga licik, tetapi Simon tidak pernah melakukan hal segila ini. Dia tidak pernah berniat menyakiti Sean sama sekali. Meski dia membenci keluarga Charles, tetapi dia tidak pernah menyuruh orang untuk menyakiti keluarga tersebut. “Jangan terlalu percaya diri. Bisa saja malam ini kalian yang tidak bisa pulang dengan selamat,” kata Simon. Meski lengannya berdarah, te
“Masih ingat kembali kamu, Olivia?”Olivia yang baru memasuki kamar penginapan langsung disambut dengan pertanyaan sinis dari Sean. Olivia pun memilih diam. Dia melangkahkan kaki, meletakkan tas dan menuju ke arah sofa. Dia tidak mau mempedulikan Sean yang terlihat sedang menahan emosi. “Pagi sudah sarapan dengan Simon. Sampai malam baru kembali. Apa Ini yang kamu sebut pasangan suami istri?”Olivia membuang nafas kasar. Dia benar-benar kesal dengan tingkah Sean yang suka seenaknya sendiri. Dia kembali malam menjadi masalah untuk pria itu, tapi kalau Sean yang kembali, dia harus berpura-pura seolah tidak terjadi apapun. Dia bahkan harus menutupi kebohongan pria itu di hadapan kedua orang tuanya. “Kamu mendengarkan ucapanku atau tidak, Olivia!” bentak Sean dengan penuh amarah. Dia bahkan langsung membanting gelas yang berada di dekatnya. Olivia tersentak kaget. Dia tidak menyangka kalau Sean akan semarah ini. Padahal semalam pria itu juga bersama dengan Elsa, tetapi dia tetap baik-b
Elsa membuang nafas kasar. Dia melongok ke arah jalannya di depannya, menanti seseorang dengan perasaan cemas. Entah Sudah berapa kali dia mengalihkan pandangan, terasa tidak tenang sama sekali. Hingga dia melihat siluet yang sejak tadi ditunggunya, membuat Elsa tersenyum dengan penuh kelegaan. “Akhirnya dia datang,” ucap Elsa. Tidak pernah dia sesenang ini melihat kehadiran Olivia di hadapannya. Dia bahkan sempat takut kalau wanita itu akan menolak ajakannya untuk bertemu.Sedangkan Olivia yang sudah memasuki sebuah cafe langsung menuju ke arah Elsa berada. Ekspresi wajahnya sama, datar dan tidak bersahabat. Olivia bahkan tidak menunjukkan senyumnya sama sekali. Setiap kali Elsa mengejarnya bertemu adalah untuk membicarakan hal yang tidak menyenangkan. Jadi, rasanya Olivia enggan datang. Hanya saja, kali ini berbeda. Olivia ingin tahu apalagi yang dikatakan Elsa untuknya. Setelah kejadian pagi tadi, ada hal apalagi yang harus didengarnya? Apakah seperti sebelum-sebelumnya, di mana
“Simon benar-benar sudah kurang ajar. Dia berani mempermalukanku di depan umum. Aku akan membalasnya setengah ini.”Sean yang sudah berada di kamar semakin merasa kesal setiap kali mengingat perlakuan Simon terhadapnya. Baginya, Simon hanyalah anak dari seorang penggoda yang tidak diharapkan untuk lahir ke dunia. Jadi, tidak seharusnya Simon menentangnya. Ujung kukunya bahkan terasa tidak setara dengan Simon. Sean merasa bahwa dirinya begitu tinggi sampai siapapun tidak bisa mengusiknya.“Semua ini pasti ulahnya. Dia yang membuat Olivia berani menentangku sekarang. Padahal dulu jelas-jelas dia selalu mengekor dan tidak pernah melawan aku sama sekali. Aku yakin Simon yang mengajarinya,” ucap Sean kembali. Elsa yang berada di sebelah Sean hanya diam. Dia membersihkan sedikit darah yang keluar dari sebelah bibir Sean. Meski sesekali pria itu mendesis pelan, tetapi Elsa tetap membersihkannya. Dia juga masih mendengar Sean yang terus saja mengomel. “Mereka benar-benar sudah keterlaluan.







