Share

13. Pria yang Terbelah

Penulis: Nina Milanova
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-25 15:54:21
Greg menghela napas pelan. Tak habis pikir. Bagaimana bisa seseorang yang sedang merangkak di dasar jurang, merasa punya kendali untuk menjatuhkannya, dengan mengungkit kisah lama yang sudah jadi debu?

"Kau bahkan tidak menyadari tunanganmu sedang dibuka bajunya oleh rekanmu sendiri." Barry menyeringai lebar, seolah-olah apa yang dilontarkannya sanggup mencabik-cabik Greg secara personal, sekaligus mengoyak reputasinya sebagai kepala inspektur yang disegani.

Tak seperti yang Barry harapkan, Greg bergeming. Pria itu mematikan rokoknya lalu menatap Barry lebih dalam. Bukan marah. Bukan juga terkejut. Lebih seperti seseorang yang muak mendengar gosip murahan.

Lauren, Arthur, dan kisah lama itu sudah seperti nyamuk yang berdengung di telinga Greg. Mengganggu, tetapi terlalu kecil dianggap serius.

Barry masih menunggu reaksi. Sedikit senyum miring saja sudah cukup baginya. Namun, yang ditunggunya tidak datang. Greg hanya diam seperti batu karang yang sudah terlampau sering dihantam
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   27. Denyut Yang Terbawa

    Greg memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Secepat detak jantung di bilik dadanya. Di luar jendela, bangunan dengan cat warna-warni yang menjadi ikon Notting Hill seakan berkelebat di kegelapan. Bagaikan keindahan yang tumbuh di balik kisah-kisah gelap yang Tara tulis. Yang sekarang menjadi bagian dari kehidupan yang Greg pilih. Pria itu tidak langsung menuju TKP. Dia menuju parkiran kantor polisi Hackney untuk berpindah ke mobil dinas. Bukan sekadar sebagai bentuk kepatuhan pada aturan. Akan tetapi juga sebagai pengingat, bahwa setiap kasus yang ditangani harus dipisahkan dengan kepentingan pribadi. Sungguh sebuah paradoks yang kini harus Greg jalani. Sebab objektivitas yang selama ini dia pertahankan itu… sekarang terasa jauh dari dirinya. Pria itu tiba lebih awal dari yang diperkirakan. Selain karena jalanan London yang masih lengang, lokasinya juga tak jauh dari kantor. Greg memarkir SUV dinasnya di sisi trotoar depan apartemen yang sudah dipadati mobil polisi dan am

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   26. Wangi Mawar dan Anyir Darah

    Notting Hill pukul 03.32 belum menampakkan tanda kehidupan. Namun, bunyi gemerisik dari dedaunan pohon maple yang dihembus angin mulai mengusik tidur Greg. Pria itu mengerjap selama beberapa saat, menyesuaikan diri dengan ruang yang remang-remang. Cahaya lampu yang menyelinap dari balkon melalui celah tirai linen lamat-lamat menerangi penglihatannya. Bersama aroma hujan yang merambat masuk, menghapus sisa pergumulan semalam. Di atasnya, Tara masih terlelap. Tubuhnya yang lembab menghangati kulit Greg. Degub jantungnya yang stabil mengetuk rusuk pria itu. Rambut ikal panjangnya yang berantakan menyelimuti dada dan lengan Greg yang telanjang. Wajah putih porselennya dihiasi semburat merona yang samar di tulang pipi. Sisa kepuasan yang mereka bagi beberapa jam lalu. Meskipun tubuhnya harus membayar dengan keletihan yang meremukkannya sampai ke tulang. Senyum samar terbit di wajah Greg mendapati napas wanita itu terdengar halus dan teratur. Tak ada tanda serangan panik yang menceki

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   25. Dua Tombol di Kening

    Pukul 03.14 pagi di sebuah apartemen mewah di kawasan Canary Wharf, seorang pria berusia akhir empat puluh tahun duduk menghadap meja besar. Punggungnya membelakangi jendela yang terbuka lebar. Piyama sutra berwarna gelap yang dipakainya basah dan menempel di dada. Angin kencang, yang membersamai gerimis kecil, meniup jauh tirai panjang dari floor-to-ceiling window. Menampar-nampar daun jendela ke kanan dan ke kiri, menimbulkan bunyi derit dan tumbukan. Juga menerbangkan lembaran kertas yang semula diletakkan di sudut meja hingga jatuh ke karpet kasmir. Ian Locke, nama pria tadi, tidak bereaksi. Tidak beranjak. Tidak bergerak sedikitpun. Seperti terlalu dalam tenggelam pada naskah fiksi yang harus diselesaikannya. Di ruangan sebelah, di atas ranjang king size, Lana, istrinya, baru saja terjaga dari tidur. Wanita itu mengerjap, bergelung, tetapi tidak langsung beranjak. Pemberitaan dan pembicaraan mengenai Clarissa Maynard pelan menyusup lagi. Membawa perasaan ngeri yang sulit

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   24. Kesenangan yang Menyakitkan

    Perpaduan asing antara derap menyenangkan dan berbahaya kian menyesaki ruang dadanya. Napas Tara memendek. Matanya bergerak cepat, berkaca-kaca, mencari kemarahan di mata Greg. Sesuatu yang mungkin bisa menghancurkannya detik ini juga. Dan… yang Tara takutkan, sekaligus anehnya dia harapkan, terjadi. Ditemukannya bara itu menatap di balik gairah yang tak mungkin bisa dipalsukan. Sebuah kebenaran yang membuat Tara meneguk ludah. Bibirnya, yang membengkak karena kelakuan Greg, bergetar saat mencoba mengeluarkan suara. “Aku… Aku lebih suka… ini… Sir…” Kata-kata itu meluncur begitu saja, mengkhianatinya, sebelum Tara sempat mempertimbangkannya. Tara bisa saja menganggap bahwa dirinya tengah dijebak. Ditarik ke dalam interogasi di luar aturan tanpa persetujuan penuh. Akan tetapi, wanita itu memilih bersandar pada harapan bahwa sensasi yang mereka bagi adalah kebenaran yang lebih nyata. Dengan putus asa, Tara memajukan wajahnya. Mencium bibir Greg. Mencoba menyeret sang detektif kelu

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   23. Di Bawah Pancuran

    Malam makin larut ketika hujan melambat. Bunyi ritmis yang membentur jalanan di luar apartemen selaras dengan gemercik air di kamar mandi Tara. Uap panas mengepul memenuhi penglihatan di bawah cahaya putih lampu. Menyelimuti dua tubuh yang saling melekat dihujani titik air dari pancuran. Niat membersihkan diri setelah sempat tertidur mengabu oleh bara yang belum padam sepenuhnya. Punggung Tara menempel di permukaan dinginnya dinding keramik. Wajahnya terangkat tinggi. Kelopak matanya terkatup rapat. Jantungnya berdetak dengan keras menghantam rusuk hingga napasnya tersengal. Suara patah-patah mengalun dari mulutnya yang membuka. Bukan karena deraan air, melainkan… karena terjangan ekstasi yang berpusat di sentuhan Greg. Pria itu masih berlutut di hadapannya. Menerobos semua batasan. Menguasai. Mengendalikan. Sebagaimana pria yang paham di mana harus menyentuh. Siksaannya menyapu dengan basah, dalam, dan penuh determinasi tanpa ampun. Tak memberi jeda pada Tara untuk kembali te

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   22. Sentuhan Api Terlarang

    Hujan belum berhenti ketika mereka sampai di depan gedung apartemen Tara. Lampu jalan memantulkan cahaya ke permukaan basah trotoar, menciptakan gemerlap redup seperti pecahan kaca. Sebelum Greg sempat turun, Tara sudah lebih dulu membuka pintu dan melangkah keluar. Gerakannya cepat. Nyaris berlari. Seperti tergesa mencari pasokan oksigen yang sudah menipis di dalam mobil. Greg mengikutinya tanpa mengatakan apapun. Hanya langkah sepatu mereka di tangga sempit yang bergema di antara dinding lembap. Di tiap anak tangga, Tara merasakan kehadiran Greg di belakangnya. Panas. Berat. Seperti bayangan api yang enggan berpisah darinya. Setiap langkah terasa bagaikan pertarungan. Sebagian dirinya ingin Greg berhenti di bawah, membiarkan jarak menjadi pelindung. Akan tetapi, sebagian lainnya, yang lebih dalam, lebih jujur, justru berharap Greg menyusul, meniadakan jarak itu sepenuhnya. Di depan pintu apartemennya, Tara berhenti. Jemarinya gemetar pelan saat mencari kunci di dalam tas. Hujan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status