Beranda / Romansa / Hasrat Terlarang Sang Detektif / Bab 4. Mesin Ketik Tua dan Bab Pertama

Share

Bab 4. Mesin Ketik Tua dan Bab Pertama

Penulis: Nina Milanova
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-11 16:11:31

Greg tiba di Mayfair satu jam kemudian. Halaman depan TKP sudah penuh dengan dua buah mobil polisi lokal dan sebuah ambulan. Ada mobil Rachel juga.

Pria itu memarkir mobil dinasnya, sebuah SUV berwarna abu-abu, di seberang jalan. Aroma hujan yang tipis langsung menyambut begitu dia membuka pintu.

Greg melangkah cepat sambil menunjukkan tanda pengenal dan lencana pada polisi lokal yang berjaga di luar. Tangannya menyibak garis kuning yang telah dipasang membentuk perimeter. Dilihatnya Rachel datang menghampiri dari arah pintu depan.

Wanita itu membawa clipboard di tangan. Rambut auburn-nya yang diikat ponytail bergoyang-goyang tiap dia melangkah. Wajahnya yang serius terlihat lebih pucat dari biasanya.

Rachel terhenyak selama sekian detik. Mata dengan manik coklat madunya sedikit menyipit melihat bekas noda pada mantel yang dikenakan Greg. Namun, dia tidak berkomentar.

"Korbannya bernama Clarissa Maynard. Usia tiga puluh tahun. Berprofesi sebagai penulis. Ditemukan pukul delapan oleh tetangga seberang. Tidak ada jejak perlawanan. Tidak ada barang berharga yang hilang," papar Rachel tanpa basa-basi.

Greg menaikkan satu alis. "Jadi bukan perampokan?"

Rachel menggeleng. "Dan bukan bunuh diri juga. Kau lihat sendiri saja."

Mereka menaiki tangga menuju lantai dua. Lorong sempit menuju ruang kerja korban terasa sunyi. Saat pintu terbuka, aroma logam dan tinta tua langsung menyergap hidung. Sebuah pemandangan yang tak pernah terbayangkan terpampang di depan mata.

Clarissa terduduk di kursi. Kepalanya terkulai dengan satu sisi wajah menempel di atas meja kerja di depannya. Matanya terbuka tetapi kosong.

Sebuah mesin ketik antik menimpa sisi lain kepalanya. Huruf C dan V terlepas dan menancap di lehernya. Beberapa lembar kertas putih terhimpit di bawah kepala dan pergelangan tangannya.

Greg menatap tanpa berkata. Ada sesuatu yang merayap perlahan dalam benaknya.

"Apa dia bermaksud membuat pertunjukan teater?" gumamnya, separuh untuk dirinya sendiri.

Rachel menunjuk lembaran kertas yang masih tergulung sebagian dari mesin ketik. "Setiap kata curian akan dibayar dengan darah."

"Ditulis oleh korban?" tanya Greg.

"Tidak tahu," jawab Rachel. "Sidik jarinya ada. Tapi... bisa saja dipaksa. Posisi tubuhnya terlalu rapi."

Setelah itu, Rachel beralih ke sisi lain ruangan. Memberi instruksi pada tim forensik.

Sementara Greg menatap sekeliling. Ada foto-foto promosi Clarissa di rak. Kliping resensi. Beberapa buku karyanya. Semua tampak biasa. Namun... terlalu biasa. Seperti dipersiapkan agar tampak alami.

Pandangan Greg kembali pada meja di depan tubuh Clarissa. Dia membungkuk sedikit. Di bawah tangan dan kepala Clarissa, ada lima lembar kertas yang terjepit. Dia menariknya perlahan setelah mengenakan sarung tangan latex.

Kali ini Greg membeku. Jantungnya seperti terhenti selama sekian detik. Sebelum akhirnya berdetak berkali lipat lebih cepat.

Pada lembaran teratas tertulis.

The Silent Slasher

Oleh: Violet Crow

Dunia di sekelilingnya seperti memudar. Berganti kilasan gambar yang berkelebat di kepalanya. Benturan dengan tubuh seseorang pagi tadi di stasiun. Rambut pirang. Langkah terburu-buru. Dan lembaran ini...

Judul dan nama yang tertulis di sana sama dengan yang tertulis di lembaran yang disimpannya di saku mantel.

Keringat dingin muncul di punggung Greg. Bukan karena ngeri melihat mayat, tetapi karena fiksi yang dia pegang di sakunya kini telah menjadi realitas yang bersimbah darah.

Naluri detektifnya berteriak untuk segera menyerahkan lembaran itu sebagai bukti kunci. Akan tetapi, naluri gelapnya, naluri yang dipicu oleh mata zamrud itu, justru memerintahkannya untuk diam.

Perlahan, Greg membaca halaman-halaman berikutnya. Ada nama Clarissa Maynard di sana. Semuanya digarisbawahi dengan spidol merah.

Matanya beralih ke besi tombol huruf yang menancap di leher Clarissa. Huruf "C" dan "V". Otaknya langsung bekerja dengan cepat menyusun petunjuk. Violet Crow.

Greg kembali menatap lembar judul lebih lama. Lalu meletakkannya ke atas meja berdampingan dengan lembaran lainnya.

Dia tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengambil telepon genggamnya dan mulai memotret. Setelah selesai, Greg mengembalikan lembaran-lembaran itu ke posisi semula.

Ada semacam perasaan asing yang menggantung di benaknya. Entah kenapa, dia yakin tidak akan bisa memercayai bahwa wanita yang pagi tadi bertabrakan dengannya adalah... pelakunya.

Tidak. Bukan dia.

Wanita itu tampak terlalu rapuh untuk disebut licik. Terlalu canggung untuk disebut berbahaya.

Greg masih mencoba mengingkari. Belum tentu kertas itu milik wanita pirang tadi. Mungkin saja milik orang lain yang tidak sengaja terjatuh. Segala kemungkinan itu ada.

Akan tetapi, ingatannya kembali merangkai kepingan peristiwa yang telah lama berusaha Greg lupakan. Wanita berwajah lugu yang tampak polos dan selalu dia kagumi… darah di tangannya…

Jantung Greg menggedor dadanya lebih keras dan cepat kali ini. Pandangan pria itu menjadi buram.

Tidak ada yang tidak mungkin. Wanita di stasiun itu memang terlihat tidak bersalah. Akan tetapi, dia punya naskah pembunuhan sadis yang mungkin dia tulis sendiri.

Dia layak mendapatkan hukuman. Dan hukuman yang terbersit di benak Greg, tidak ada hubungannya dengan undang-undang yang pria itu pelajari di universitas.

"Yang benar saja, Gregory Alistair Evans," maki Greg pada diri sendiri saat sadar pikirannya mulai melenceng.

Pria itu bertolak pinggang sambil mengusap wajah. Seakan gestur kecil itu bisa memperbaiki penilaian yang tidak lagi sepenuhnya obyektif.

Sepanjang karirnya, Greg tidak pernah mencampuradukkan pandangan pribadi dengan pekerjaan. Mungkin, karena selama ini dia belum pernah dihadapkan pada situasi semacam itu. Greg selalu bisa menempatkan segala sesuatu sebagaimana mestinya dan menjaga penilaiannya tetap jernih.

Greg segera menyadari ada yang tidak beres. Bukan hanya tentang naskah atau wanita itu. Akan tetapi juga tentang dirinya sendiri. Greg tidak ingin menemukan pembunuhnya. Dia ingin menemukan pemilik naskah itu.

Pria itu memutuskan kembali ke kantor untuk mencari tahu tentang Violet Crow. Rachel memanggil. Dia hanya menjawab dengan gumaman tak jelas dan melangkah keluar.

Begitu menginjakkan kaki di halaman, dia melihat mobil media mulai berdatangan dari kejauhan. Greg memilih untuk pergi.

Sebelum menyalakan mesin mobil, pria itu menatap lagi lembaran judul yang dia keluarkan dari saku mantelnya. Lembaran itu menjadi potongan kecil cerita yang lebih dari sekadar bukti. Menjadi pertanyaan yang tak bisa Greg abaikan.

Sebentuk hasrat diam-diam tumbuh. Lebih gelap. Lebih terlarang daripada kasus yang harus dia pecahkan.

Bersambung…

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 10. Bayangan yang Menjadi Nyata 2

    Pintu di belakang Tara menutup dan terkait dengan suara pelan. Seolah mengunci mereka berdua di dalam ruangan yang intim itu. Wanita itu mempersilakan Greg mendahuluinya, melewati dapur kecil yang temaram.Tara tidak tahu pasti. Alasan apa yang bisa membuatnya membiarkan pria asing bernama Gregory Evans itu masuk. Selain karena pria itu menunjukkan pengenal sebagai polisi. Mungkin... ketakjuban, yang membuatnya nyaris tak bisa memercayai penglihatannya sendiri. Pria bermantel abu-abu di trotoar stasiun Holloway Road pagi tadi... yang seperti tokoh detektif di film noir... yang buru-buru Tara hindari... kini berdiri di depannya.Tara yakin. Itu dia. Tidak salah lagi. Meskipun, pria itu telah mengganti mantel dengan blazer yang juga berwarna abu-abu. Blazer yang pas membentuk bahu lebarnya, yang kontras dengan keadaan Tara yang kacau.Rambut hitamnya. Mata kelabunya. Celana jeans gelap. Aroma parfum bercampur tembakau yang sama meskipun lebih pudar. Tara tidak mungkin lupa. Dan di

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 9. Bayangan yang Menjadi Nyata 1

    Greg tidak langsung keluar dari mobil saat tiba di Notting Hill. Pria itu duduk diam di belakang kemudi. Matanya menatap bangunan apartemen bata merah di seberang jalan. Di atasnya, langit mulai berubah warna. Dari kelabu pucat menjadi kelabu pekat. Seperti sesuatu yang sedang menantinya di depan sana.Tangan kirinya bertumpu di atas kemudi. Jari-jarinya menyentuh permukaan jam tangan dengan tali kulit hitam. Benda itu masih terawat. Hadiah dari institusi dua tahun lalu. Setelah Greg berhasil menutup kasus pembunuhan satu keluarga di Camden. Kasus yang merusak tidur banyak orang. Termasuk dirinya.Kasus itu juga yang membawanya ke posisi Kepala Detektif Inspektur, sekaligus menghancurkan kehidupan pribadinya.Hari ini, rasa itu kembali.Akan tetapi, ada yang berbeda.Sesuatu tentang wanita bernama Tara Bradley membuat pikirannya tidak bergerak dengan logika yang biasa.Apakah ini soal insting penyelidikannya......atau sesuatu yang lebih intim?Dalam hati, Greg mengakui. Ini bukan k

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 8. Mawar di Tengah Badai

    Greg baru saja hendak menekan tombol interkom ketika pintunya diketuk. "Masuk," ujarnya tanpa menoleh.Dari balik pintu, seorang wanita muda, lebih muda dari Tara, dengan rambut coklat berpotongan bob dan poni rata muncul. Tubuhnya yang mungil dibungkus gaun formal biru muda dan cardigan putih. Sebuah kontras dibandingkan dengan maskulinitas yang mengisi setiap sudut kantor polisi Hackney. Seakan mempertegas perbedaan itu, di tangannya, ada sebuah piring berisi beberapa potong pastries. "Snack sore dari Komandan, Inspektur," ucap wanita itu, Lucy Redcliff, semringah. Matanya yang biru terang berbinar-binar. Kehadirannya di ruangan Greg seperti sinar matahari kebahagiaan yang menyusup di tengah badai yang tak kunjung reda. Justru karena itulah, jadi terasa asing dan menjengkelkan. Greg mengangkat wajahnya, ekspresi wajahnya yang semula tegang melembut. Sebuah respon yang sudah dia latih. Agar Lucy merasa nyaman dan kerasan bekerja bersamanya.Pria itu tertawa rendah. "Terima kasih,

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 7. Di Balik Tirai

    Sore menjelang ketika ponsel Greg berdering. Getaran kecil di atas meja membuat cangkir kopinya ikut bergetar. Di layar, muncul nama Liam Stewart. Pena Greg yang semula bergerak di atas lembaran evaluasi tim, langsung terjatuh di atasnya. "Ya, Liam.""Inspektur," balas Liam dengan suaranya yang parau dan cepat. Seperti seseorang berhari-hari terkena serangan insomnia. "Aku sudah menemukan info soal Tara Bradley dan nama pena Violet Crow.""Langsung saja, Liam," perintah Greg sambil memijat pelipisnya.Dia bangkit dari duduknya lalu berjalan ke jendela. Pria itu mengintip ke halaman gedung dari balik tirai aluminium yang setengah tertutup. Dari tempatnya berdiri, Greg bisa melihat bentangan langit kelabu dihiasi matahari pukul tiga yang enggan bersinar. Sepertinya, gerimis masih akan turun seperti kasus yang tak pernah berhenti berdatangan.Di trotoar halaman markas, beberapa petugas beristirahat. Mereka berbincang, mengepulkan asap rokok, dan menyesap kopi dari gelas kertas. Seoran

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 6. Fiksi dalam Berita

    Hari menjelang siang. Jejak hujan di permukaan aspal mulai mengering. Suasana di salah satu jalan di kawasan Notting Hill itu diliputi keheningan. Sebagian besar penghuni pergi bekerja atau beraktivitas di dalam ruangan.Di dalam apartemen kecilnya, Tara mencoba mengalihkan perhatian dari pesan misterius yang tadi diterimanya. Ada tugas dari Kepala Perpustakaan Kota Notting Hill, tempat dia bekerja. Tugas itu harus selesai sebelum pukul tiga. Hari ini adalah hari libur perpustakaan. Seharusnya, Tara bebas tugas. Namun, seperti pegawai lainnya, dia tidak berani menolak perintah Ellaine Stapleton. Tara tidak mau ambil risiko terus menerus ditekan sampai akhirnya terpaksa mengundurkan diri.Ponsel dia matikan dan sembunyikan di kabinet dapur. Agar tidak membuyarkan konsentrasinya."Itu hanya orang iseng," pikir Tara sambil mendengus pelan, setengah menghibur diri. Berupaya mengenyahkan kegundahannya.Pandangannya kini tertuju pada halaman kosong di layar laptop. Jemarinya bertengger di

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 5. Naskah dan Nama yang Tak Terlihat

    Udara siang itu terasa lembab ketika Greg kembali ke kantor. Bekas hujan masih membayang di kaca mobilnya. Dia melangkah cepat, seolah-olah ingin menyalip detak jarum jam yang berputar tanpa terasa. Pria itu bahkan melewatkan ajakan makan siang dari Rachel.Tak ingin membuang waktu, Greg langsung menuju ruangannya. Dia melewati lorong yang dipenuhi aroma kopi, kepulan asap rokok, dan dengungan printer tua, tanpa menyapa siapapun. Sesampainya di meja, Greg membuka ponselnya. Di dalamnya, ada beberapa foto yang berisi hasil bidikan yang telah membuatnya gelisah sejak meninggalkan TKP Clarissa Maynard. Jemarinya menekan dan memperbesar gambar di dalamnya. Bab satu naskah The Silent Slasher yang ditulis oleh seorang penulis bernama Violet Crow. Nama yang terdengar asing. Entah memang dia tidak terkenal. Atau, Greg yang belum pernah mendengar namanya.Pria itu menarik napas dalam-dalam, lalu menarik kursi dan membenamkam punggung di sandaran. Tangannya membuka folder gallery perlahan. S

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status