Beranda / Romansa / Hasrat Terlarang Sang Detektif / Bab 5. Naskah dan Nama yang Tak Terlihat

Share

Bab 5. Naskah dan Nama yang Tak Terlihat

Penulis: Nina Milanova
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-11 16:14:06

Udara siang itu terasa lembab ketika Greg kembali ke kantor. Bekas hujan masih membayang di kaca mobilnya. 

Dia melangkah cepat, seolah-olah ingin menyalip detak jarum jam yang berputar tanpa terasa. Pria itu bahkan melewatkan ajakan makan siang dari Rachel.

Tak ingin membuang waktu, Greg langsung menuju ruangannya. Dia melewati lorong yang dipenuhi aroma kopi, kepulan asap rokok, dan dengungan printer tua, tanpa menyapa siapapun. 

Sesampainya di meja, Greg membuka ponselnya. Di dalamnya, ada beberapa foto yang berisi hasil bidikan yang telah membuatnya gelisah sejak meninggalkan TKP Clarissa Maynard. 

Jemarinya menekan dan memperbesar gambar di dalamnya. Bab satu naskah The Silent Slasher yang ditulis oleh seorang penulis bernama Violet Crow. Nama yang terdengar asing. Entah memang dia tidak terkenal. Atau, Greg yang belum pernah mendengar namanya.

Pria itu menarik napas dalam-dalam, lalu menarik kursi dan membenamkam punggung di sandaran. Tangannya membuka folder gallery perlahan. Seolah gambar-gambar di dalamnya bisa meledak jika disentuh sembarangan.

Di luar, dia adalah kepala inspektur yang dingin dan efisien. Namun, saat melihat kata-kata itu, dia merasa seperti seorang pencuri yang membaca surat cinta yang tidak ditujukan kepadanya. Kalimat-kalimat itu terasa terlalu akrab, terlalu intim.

Kalimat pertama dari bab itu langsung menghantamnya. 

“Mayat pertama duduk di kursi kayu. Matanya terbuka, mulut terkatup, seolah-olah masih menunggu seseorang datang menyadarkannya bahwa dia sudah mati.”

Persis seperti cara Clarissa ditemukan.

Greg menelusuri setiap paragraf. Dia bukan sedang membaca, tetapi membedah. Setiap deskripsi, setiap pilihan kata, setiap tanda baca seperti memiliki bobot. Semuanya terlalu presisi untuk dianggap kebetulan. Terlalu rinci untuk hanya disebut fiksi.

Usai membaca seluruh halaman, Greg meraih gagang telepon. Dia menekan salah satu nomor internal.

"Liam Stewart," jawab suara di seberang yang terdengar tenang, muda dan lugas.

Greg langsung berbicara. “Greg Evans. Liam, aku butuh kau melacak dua nama. Violet Crow dan Tara Bradley. Prioritas tinggi.”

"Tara Bradley?" ulang Liam, terdengar mengetik cepat. “Itu nama umum. Butuh filter tambahan, Pak.”

Greg menatap lembaran di depannya. “Dia seorang penulis. Tidak terlalu dikenal. Mungkin pernah mencetak naskah secara mandiri.”

“Violet Crow itu nama pena?”

"Bisa jadi," gumam Greg. Pria itu diam sesaat, lalu melanjutkan. Suaranya lebih pelan, seperti untuk dirinya sendiri. “Aku curiga... mereka orang yang sama.”

Liam tidak menjawab langsung. Hanya bunyi keyboard yang terdengar.

“Baik, Pak. Aku akan telusuri jejak digitalnya. Media sosial, pengajuan ISBN, percetakan swasta, blog anonim. Butuh waktu beberapa jam.”

"Secepatnya, Liam," tegas Greg. “Dan pastikan semua tetap internal. Jangan munculkan permintaan pencarian ini ke laporan sistem terbuka.”

"Dimengerti, Inspektur." Liam menyanggupi.

Greg meletakkan gagang telepon. Tangannya kini mengepal di atas meja.

Dia menatap kembali ke halaman cetakan di depannya. Mata Clarissa Maynard masih terbayang jelas. Kosong dan terbuka. Seperti membaca sesuatu yang tak bisa dia hentikan.

Sementara itu, seseorang di luar sana tahu naskah ini akan dibaca. Dan orang itu, pikir Greg, mungkin sudah menyiapkan pertunjukan pembunuhan dari bab berikutnya.

**

Greg menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Ruangannya sunyi kecuali suara jarum jam di dinding yang berdetak pelan. Terlalu pelan untuk membantunya berpikir. Namun, cukup nyaring untuk mengganggu.

Pandangan Greg masih terpaku pada halaman cetakan. Kata-kata itu seperti terus bergerak. Membentuk ulang adegan demi adegan dari TKP pagi tadi.

“Duduk tegak, tangan dilipat, mata terbuka. Seperti patung yang menunggu giliran terakhirnya.”

Greg menutup matanya sejenak. Dia tidak percaya pada kebetulan. Tidak setelah setengah dekade bekerja sebagai penyidik pembunuhan. Kasus Clarissa Maynard seperti sesuatu yang lebih tua dari motif biasa. Lebih terencana dari amarah sesaat.

Matanya kembali terbuka. Dan di sana, dalam ingatan yang belum juga menguap, muncul sosok wanita berambut pirang yang menabraknya pagi tadi. Langkahnya tergesa, hoodie biru tua separuh menutupi wajah, dan sorot matanya... sebentar tapi jelas... seperti menyimpan sesuatu yang ingin dia tinggalkan di jalanan.

Greg mengingat kesan yang tidak bisa dijelaskan tetapi begitu melekat. Bukan manis. Bukan tajam. Melainkan... pribadi. Pribadi sekali.

Tangannya bergerak sendiri, mengambil kertas yang masih tersimpan di saku. Greg menggumamkannya entah ke yang berapa kali. “The Silent Slasher oleh Violet Crow... Siapa kau sebenarnya?”

Dia tahu kemungkinan itu. Bahwa wanita berambut pirang tadi bisa saja bukan siapa-siapa. Hanya kebetulan lewat, hanya terlambat naik kereta. Akan tetapi, pikirannya yang terlatih membaca bahasa tubuh, membaca kebohongan, membaca ketakutan... mengatakan hal lain.

Greg tidak biasa membuat keterikatan personal dengan saksi. Terlebih dengan tersangka. Dia tidak pernah membiarkan siapapun tinggal di kepalanya begitu lama. Namun, wanita itu... bertahan lebih lama dari seharusnya.

Bukan karena wajahnya. Lebih karena keheningannya. Karena kesan bahwa dia sedang menyembunyikan sesuatu dan tak pernah benar-benar ingin ditemukan.

Greg mengusap wajah. Waktu terasa bergeser. Kasus ini bukan lagi sekadar daftar bukti dan kronologi. Ini mulai menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang bersifat pribadi tanpa izin.

Dan itulah yang paling berbahaya.

Wanita itu.

Naskah itu.

Pembunuh itu.

Semua berasal dari halaman yang sama. Dan Greg... sedang terseret ke dalam ceritanya. Bukan sebagai detektif. Melainkan sebagai mangsa dari insting gelapnya sendiri.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 10. Bayangan yang Menjadi Nyata 2

    Pintu di belakang Tara menutup dan terkait dengan suara pelan. Seolah mengunci mereka berdua di dalam ruangan yang intim itu. Wanita itu mempersilakan Greg mendahuluinya, melewati dapur kecil yang temaram.Tara tidak tahu pasti. Alasan apa yang bisa membuatnya membiarkan pria asing bernama Gregory Evans itu masuk. Selain karena pria itu menunjukkan pengenal sebagai polisi. Mungkin... ketakjuban, yang membuatnya nyaris tak bisa memercayai penglihatannya sendiri. Pria bermantel abu-abu di trotoar stasiun Holloway Road pagi tadi... yang seperti tokoh detektif di film noir... yang buru-buru Tara hindari... kini berdiri di depannya.Tara yakin. Itu dia. Tidak salah lagi. Meskipun, pria itu telah mengganti mantel dengan blazer yang juga berwarna abu-abu. Blazer yang pas membentuk bahu lebarnya, yang kontras dengan keadaan Tara yang kacau.Rambut hitamnya. Mata kelabunya. Celana jeans gelap. Aroma parfum bercampur tembakau yang sama meskipun lebih pudar. Tara tidak mungkin lupa. Dan di

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 9. Bayangan yang Menjadi Nyata 1

    Greg tidak langsung keluar dari mobil saat tiba di Notting Hill. Pria itu duduk diam di belakang kemudi. Matanya menatap bangunan apartemen bata merah di seberang jalan. Di atasnya, langit mulai berubah warna. Dari kelabu pucat menjadi kelabu pekat. Seperti sesuatu yang sedang menantinya di depan sana.Tangan kirinya bertumpu di atas kemudi. Jari-jarinya menyentuh permukaan jam tangan dengan tali kulit hitam. Benda itu masih terawat. Hadiah dari institusi dua tahun lalu. Setelah Greg berhasil menutup kasus pembunuhan satu keluarga di Camden. Kasus yang merusak tidur banyak orang. Termasuk dirinya.Kasus itu juga yang membawanya ke posisi Kepala Detektif Inspektur, sekaligus menghancurkan kehidupan pribadinya.Hari ini, rasa itu kembali.Akan tetapi, ada yang berbeda.Sesuatu tentang wanita bernama Tara Bradley membuat pikirannya tidak bergerak dengan logika yang biasa.Apakah ini soal insting penyelidikannya......atau sesuatu yang lebih intim?Dalam hati, Greg mengakui. Ini bukan k

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 8. Mawar di Tengah Badai

    Greg baru saja hendak menekan tombol interkom ketika pintunya diketuk. "Masuk," ujarnya tanpa menoleh.Dari balik pintu, seorang wanita muda, lebih muda dari Tara, dengan rambut coklat berpotongan bob dan poni rata muncul. Tubuhnya yang mungil dibungkus gaun formal biru muda dan cardigan putih. Sebuah kontras dibandingkan dengan maskulinitas yang mengisi setiap sudut kantor polisi Hackney. Seakan mempertegas perbedaan itu, di tangannya, ada sebuah piring berisi beberapa potong pastries. "Snack sore dari Komandan, Inspektur," ucap wanita itu, Lucy Redcliff, semringah. Matanya yang biru terang berbinar-binar. Kehadirannya di ruangan Greg seperti sinar matahari kebahagiaan yang menyusup di tengah badai yang tak kunjung reda. Justru karena itulah, jadi terasa asing dan menjengkelkan. Greg mengangkat wajahnya, ekspresi wajahnya yang semula tegang melembut. Sebuah respon yang sudah dia latih. Agar Lucy merasa nyaman dan kerasan bekerja bersamanya.Pria itu tertawa rendah. "Terima kasih,

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 7. Di Balik Tirai

    Sore menjelang ketika ponsel Greg berdering. Getaran kecil di atas meja membuat cangkir kopinya ikut bergetar. Di layar, muncul nama Liam Stewart. Pena Greg yang semula bergerak di atas lembaran evaluasi tim, langsung terjatuh di atasnya. "Ya, Liam.""Inspektur," balas Liam dengan suaranya yang parau dan cepat. Seperti seseorang berhari-hari terkena serangan insomnia. "Aku sudah menemukan info soal Tara Bradley dan nama pena Violet Crow.""Langsung saja, Liam," perintah Greg sambil memijat pelipisnya.Dia bangkit dari duduknya lalu berjalan ke jendela. Pria itu mengintip ke halaman gedung dari balik tirai aluminium yang setengah tertutup. Dari tempatnya berdiri, Greg bisa melihat bentangan langit kelabu dihiasi matahari pukul tiga yang enggan bersinar. Sepertinya, gerimis masih akan turun seperti kasus yang tak pernah berhenti berdatangan.Di trotoar halaman markas, beberapa petugas beristirahat. Mereka berbincang, mengepulkan asap rokok, dan menyesap kopi dari gelas kertas. Seoran

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 6. Fiksi dalam Berita

    Hari menjelang siang. Jejak hujan di permukaan aspal mulai mengering. Suasana di salah satu jalan di kawasan Notting Hill itu diliputi keheningan. Sebagian besar penghuni pergi bekerja atau beraktivitas di dalam ruangan.Di dalam apartemen kecilnya, Tara mencoba mengalihkan perhatian dari pesan misterius yang tadi diterimanya. Ada tugas dari Kepala Perpustakaan Kota Notting Hill, tempat dia bekerja. Tugas itu harus selesai sebelum pukul tiga. Hari ini adalah hari libur perpustakaan. Seharusnya, Tara bebas tugas. Namun, seperti pegawai lainnya, dia tidak berani menolak perintah Ellaine Stapleton. Tara tidak mau ambil risiko terus menerus ditekan sampai akhirnya terpaksa mengundurkan diri.Ponsel dia matikan dan sembunyikan di kabinet dapur. Agar tidak membuyarkan konsentrasinya."Itu hanya orang iseng," pikir Tara sambil mendengus pelan, setengah menghibur diri. Berupaya mengenyahkan kegundahannya.Pandangannya kini tertuju pada halaman kosong di layar laptop. Jemarinya bertengger di

  • Hasrat Terlarang Sang Detektif   Bab 5. Naskah dan Nama yang Tak Terlihat

    Udara siang itu terasa lembab ketika Greg kembali ke kantor. Bekas hujan masih membayang di kaca mobilnya. Dia melangkah cepat, seolah-olah ingin menyalip detak jarum jam yang berputar tanpa terasa. Pria itu bahkan melewatkan ajakan makan siang dari Rachel.Tak ingin membuang waktu, Greg langsung menuju ruangannya. Dia melewati lorong yang dipenuhi aroma kopi, kepulan asap rokok, dan dengungan printer tua, tanpa menyapa siapapun. Sesampainya di meja, Greg membuka ponselnya. Di dalamnya, ada beberapa foto yang berisi hasil bidikan yang telah membuatnya gelisah sejak meninggalkan TKP Clarissa Maynard. Jemarinya menekan dan memperbesar gambar di dalamnya. Bab satu naskah The Silent Slasher yang ditulis oleh seorang penulis bernama Violet Crow. Nama yang terdengar asing. Entah memang dia tidak terkenal. Atau, Greg yang belum pernah mendengar namanya.Pria itu menarik napas dalam-dalam, lalu menarik kursi dan membenamkam punggung di sandaran. Tangannya membuka folder gallery perlahan. S

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status